1. Jelaskan
mengenai dan bagaimana cara agar tercapainya penggunaan efisiensi pupuk
(pemupukan berimbang)!
Jawaban
Pemupukan berimbang mengacu kepada
keseimbangan antara unsur hara yang di butuhkan tanaman berdasarkan sasaran
tingkat hasil yang ingin dicapai dengan ketersediaan hara dalam tanah.
Mengingat beragamnya kondisi kesuburan tanh antara lokasi satu dengan lainnya,
maka takaran dan jenis pupuk yang diperlukan untuk lokasi-lokasi tersebut tentu
akan berbeda pula. Pemupukan berimbang menawarkan beberapa prinsip dan
perangkat untuk mengoptimalkan penggunaan hara dari sumber-sumber alami atau
lokal (indigenous) sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Pemupukan
berimbang yang didasari oleh konsep “ pengelolaan hara spesifik lokasi” (PHSL)
adalah salah satu koonsep penetapan rekomendasi pemupukan. Dalam hal ini, pupuk
diberikan untuk mencapai tingkat kesediaan hara esensial yang seimbang di dalam
tanah dan optimum guna: (a) meningkatkan produktivitas dan mutu tanaman, (b)
meningkatkan efisiensi pemupukan, (c) meningkatkan kesuburan tanah, dan (d)
menghindari pencemaran lingkungan (Deptan 2007 dalam Anonim 2013).
Pemupukan berimbang mencakup 3 langkah, yaitu:
a.
Langkah 1: tetapkan target hasil
realistis yang ingin dicapai
·
Tentukan target hasil berdasarkan hasil
panen tertinggi yang pernah dicapai dengan pengelolaan tanaman yang biasa
dilakukan petani (tidak ada kendala dalam penyediaan hara NPK untuk tanaman)
pada saat iklim baik. Ambil angka rata-rata dari hasil panen dari 5 petani
contoh yang mewakili satu hamparan (± 100 ha).
·
Target hasil tersebut mencerminkan
jumlah total hara yang harus tersedia dalam tanah dan yang diserap oleh
tanaman.
·
Tingkat hasil bergantung pada iklim,
varietas, dan pengelolaan sumber daya dan tanaman.
b.
Langkah 2: gunakan hara yang sudah
tersedia secara efektif
·
Buat 5 contoh petak omisi dari satu
hamparan seluas ± ha.
·
Ukur hasil panen petak omisi (hasil
panen tanpa diberi pupuk N, P, K)
·
Kalibrasi antara hasil uji tanah dengan
hasil panen petak omisi untuk hara P dan K guna mencegah kelebihan atau
kekurangan pupuk sehingga kesuburan tanah tetap dipertahankan.
c.
Langkah 3: Tambahkan pupuk kimia untuk
mengisi kekurangan
·
Selain pupuk kandang dan air irigasi,
suplai hara alami dapat berasal dari pembenanaman sisa tanaman.
·
Tambahan pupuk N untuk memenuhi kebutuhan
tanaman secara tepat, sesuai dengan petunjuk.
·
Tambahkan pupuk P dan K untuk mengatasi
kekurangan dan mempertahankan kesuburan tanah sesuai dengan petunjuk (Anonim
2006)..
Kerusakan
lingkungan akibat pemupukan N yang berlebihan disebabkan adanya emisi gas N2O
pada proses amonifikasi, nitrifikasi, dan denitrifikasi.
Menurut
Partohardjono (1999 dalam Wahid 2003), emisi gas N2O dipengaruhi
oleh takaran pupuk N yang diberikan; makin tinggi takaran N, makin besar emisi
gas N2O. Lebih lanjut dinyatakan bahwa emisi gas N2O
berkaitan erat dengan bentuk pupuk N. Urea tablet memberikan emisi gas N2O
terendah, dan tertinggi pada pupuk urea butiran. Makin efisien penggunaan pupuk
N, makin rendah tingkat emisi gas N2O. Menurut Stevens et al. (1999),
pemberian pupuk N yang berlebihan pada padi dapat meningkatkan kerusakan
tanaman akibat serangan hama dan penyakit, memperpanjang umur tanaman, dan
menyebabkan kerebahan (Wahid 2003).
Upaya untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk N dapat dilakukan
dengan menanam
varietas unggul yang tanggap terhadap pemberian N serta memperbaiki cara budi
daya tanaman, yang mencakup pengaturan kepadatan tanaman, pengairan yang tepat,
serta pemberian pupuk N secara tepat baik takaran, cara dan waktu pemberian
maupun sumber N. Menurut Partohardjono dan Fitts (1974 dalam Wahid 2003),
penggunaan pupuk urea berlapis belerang yang dapat melepas N secara lambat
dapat meningkatkan efisiensi penggunaan N pada padi sawah. Lebih lanjut
Partohardjono et al. (1981 dalam Wahid 2003) menyatakan bahwa
efisiensi penggunaan N meningkat bila pupuk N diberikan secara bertahap atau
memberikan unsur N dalam bentuk tablet (Wahid 2003).
Hasil penelitian
penggunaan BWD memberikan gambaran bahwa BWD dapat mengoptimalkan penggunaan N,
merupakan alat peraga untuk menduga status N daun, sangat sederhana, tidak
bersifat merusak, murah dan mudah digunakan, ramah lingkungan dan dapat
dimiliki oleh petani karena harganya terjangkau. Namun, alat ini tidak dapat
digunakan pada daerah-daerah yang kondisi tanahnya bermasalah, seperti tanah
kahat belerang (S) dan fosfor (P) atau kelebihan besi, karena hasilnya akan
dikaburkan oleh pengaruh kekurangan atau keracunan hara tersebut. karena itu,
penggunaan BWD hanya direkomendasikan pada daerah-daerah yang tanahnya tidak bermasalah
atau setelah kondisi tanah yang bermasalah tersebut diatasi (Wahid 2003).
2. Jelaskan
mengenai pengurangan konsumsi pupuk kalium sintetis dapat digantikan dengan
pupuk kalium organik (tandan kosong kelapa)!
Jawaban:
Jumlah tandan kosong kelapa sawit (TKKS)
mencapai 23% dari tandan buah segar (TBS). TKKS mengandung berbagai unsur hara
makro dan mikro yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, antara lain:
42,8% C; 2,9% K2O; 0,8% N; 0,22% P2O5; 0,30% MgO, 23 ppm Cu, dan 51 ppm Zn
(Singh dkk., 1989 dalam Sentana dkk., 2010).
Kompos TKKS dapat
meningkatkan tinggi tanaman jagung secara nyata (Darmosarkoro dan Rohutomo,
2000); meningkatkan produksi jeruk dan tomat (Anonim 2003 dalam Sentana dkk., 2010). Menurut Darnoko dan
Sembiring (2005 dalam Sentana dkk.,
2010), pemakaian kompos TKKS dengan dosis 4 ton/ha tanpa penggunaan pupuk
sintetis dapat meningkatkan produksi gabah kering giling sekitar 5%, sedangkan
pemakaian kompos 2 ton/ha dikombinasi dengan pupuk sintetis urea (160 kg/ha),
SP 36 (150 kg/ha) dan KCl (50 kg/ha) dapat meningkatkan produksi gabah kering
giling sebesar 8,8%.
Pembuatan kompos
memerlukan inokulum. Pada saat ini beredar berbagai jenis inokulum, antara
lain: Bioplus, Biotriba, BioX, Decomic, EM Lestari, EM4, Enzym UT, M-Bio, OrgadecOrlitan,
Starbio, Stardec dan Super Degra yang dapat digunakan untuk pengomposan.
Wahyono dkk. (2003) melaporkan bahwa pemakaian inokulum Biostar pada proses
pengomposan TKKS mempunyai efek yang sama dengan penggunaan inokulum EM4 dan
Orgadek. Yulianto (2009) melaporkan bahwa pengomposan TKKS dapat dipercepat
dengan penambahan bahan aktif ActiComp yang mengandung jamur pelapuk putih Polyota
sp dan Trichoderma harzianum.
Sentana dkk. (2005)
melaporkan bahwa pada pengomposan sebanyak 1 ton TKKS dapat dicapai suhu
60-70°C dan waktu pengomposan selama 45 hari. Pada suhu pengomposan tinggi
mengakibatkan matinya patogen dan biji-biji gulma sehingga dapat dihasilkan
kompos yang higienis.
Tabel 1. Kualitas kompos yang dihasilkan pada pengujian
inokulum dan kualitas kompos menurut SNI 19-7030-2004
Parameter
|
Kualitas
(%)
|
SNI
(%)
|
Kadar air
|
18.37
|
<50
|
C-organik
|
29.56
|
9.8 – 32
|
N total
|
2.06
|
> 0.40
|
C/N ratio
|
14
|
10-20
|
P2O5
|
0.79
|
>0.10
|
K2O
|
9.57
|
>0.20
|
CaO
|
1.19
|
>0.50
|
MgO
|
1.25
|
>0.60
|
Sumber: Sentana dkk., 2003
Setiap pengolahan 1ton TBS menghasilkan
230 kg tandan kosong kelapa sawit (Anonim 2008 dalam
Tandan kosong kelapa sawit sebagai Limbah padat
dapat dibakar dan akan menghasilkan abu tandan. Abu tandan tersebut ternyata
memiliki kandungan 30-40% K2O, 7% P2O5, 9% CaO, dan 3% MgO. Selain itu juga
mengandung unsur hara mikro yaitu 1.200 ppm Fe, 1.00 ppm Mn, 400 ppm Zn, dan
100 ppm Cu. Sebagai gambaran umum bahwa pabrik yang mengolah kelapa sawit
dengan kapasitas 1200 ton TBS/ hari akan menghasilkan abu tandan sebesar
10,8%/hari. Setara dengan 5,8 ton KCL, 2,2 ton kiersit, dan 0,7 ton TSP. dengan
penambahan polimer tertentu pada abu tandan dapat dibuat pupuk butiran berkadar
K2O
30-38% dengan pH 8– 9.
Berdasarkan analisis kadar logam total dalam ATKKS
dengan AAS, logam kalium merupakan kandungan logam terbesar yang terdapat dalam
ATKKS sebesar 196,63 g berat abu sebesar 16,500 ppm (Anonim, 2008).
Penggunaan jamur pelapuk putih pada
proses dekomposisi tandan kosong kelapa sawit telah terbukti mampu membantu
mempercepat terjadinya proses pengomposan. Produk pupuk kompos yang diperoleh
sudah memenuhi standar kulalitas pupuk yang dikeluarkan oleh SNI dan standar
kulitas pupuk yang dikeluarkan oleh PT. PUSRI. Standar C/N dapat tercapai pada
usia pengomposan 3 bulan untuk penambahan jamur pelapuk 25 gr, sedangkan bila
tanpa penambahan jamur pelapuk, kondisi tersebut baru tercapai pada usia
pengomposan 4 bulan (Nasrul dan Maimun 2009).
Sunarti (1996)
melaporkan bahwa K2O yang terkandung di dalam abu sabut kelapa
adalah sebesar 10,25%.
3. Jelaskan
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemupukan!
Jawaban:
Pengembangan pertanian
lahan kering saat ini kurang optimal akibat kendala biofisik lahan,
produktivitas tanah yang rendah, dan tingkat erosi tanah yang terlalu tinggi. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Irawan dkk (2013), pemupukan berimbang berdasarkan
uji tanah dengan menggunakan perangkat PUTS (lahan sawah) dan PUTK (lahan
kering) dapat merasionalkan penggunaan pupuk lebih efektif dan efisien.
Penggunaan pupuk NPK berdasarkan
uji tanah dan BWD baik yang dikombinasikan dengan kompos jerami 5 ton/ha maupun
kompos pupuk kandang sapi 2 ton/ha memberikan pertumbuhan tanaman padi yang
lebih baik dibandingkan dengan kebiasaan petani.Penggunaan kompos pupuk kandang
sapi menghasilkan pertumbuhan vegetative lebih baik dibandingkan dengan kompos
jerami.
Penggunaan pupuk
organik Tithoganik dan kompos pukan+bionutrient menghasilkan tinggi tanaman
jagung yang lebih tinggi dibandingkan teknologi kebiasaan petani. Kompos yang
diperkaya dengan bionutrient mengandung hormon tumbuh yang dapat memicu
pertumbuhan tanaman lebih cepat dan mengandung bakteri pelarut fosfat yang
berfungsi mengekstrak P yang sudah terakumulasi dalam tanah akibat pemupukan P
dengan dosis tinggi (Kebutuhan pupuk P bisa berkurang 50%). Pupuk Tithoganik
cukup kaya unsur hara makro dan mikro.
Beberapa faktor yang
mempengaruhi ketersediaan hara antara lain iklim, tanah, tanaman dan interaksi
antar faktor tersebut (FAGERIA et al.,
2009 dalam Syakir dan Gusmaini 2012).
Pupuk
yang digunakan
Jenis pupuk disesuaikan dengan unsur
hara yang dibutuhkan tanaman.
Efisiensi penggunaan pupuk N berkaitan
antara waktu dan tingkat nutrisi yang dihasilkan oleh pupuk N anorganik dengan
tingkat kebutuhan N tanaman yang dipengaruhi oleh tingkat kelarutan pupuk
tersebut. Aplikasi irigasi memegang peranan penting dalam pelarutan,siklus
nitrogen, dan penyerapan nutrisi oleh tanaman. Controlled release fertilizer
seperti urea-formaldehyde, granular ammonium bicarbonate,urea dengan
lapisan kalsium magnesium fosfor bisa mengontrol kecepatan pelepasan nutrisi
yang dihasilkan oleh pupuk.
Jumlah
pupuk yang digunakan
Pemberian pupuk harus tepat takarannya,
disesuaikan dengan jumlah unsur hara yang dibutuhkan tanaman pada setiap fase
pertumbuhan tanaman.
Petani masih mempunyai anggapan atau
persepsi dengan memberikan pupuk N yang banyak akan meningkatkan hasil
produktivitas tanaman padi.Pada kenyataannya pemberian pupuk N yang berlebihan
akan mengurangi hasil panen dan akan meningkatkan tingkat kehilangan N dan
tingkat efisiensi penggunaan pupuk N akan menjadi berkurang (Xiang
et al., 2008).
Dosis pemberian pupuk N dapat ditentukan
berdasarkan tingkat kandungan unsure N pada tanaman dengan menggunakan metode
bagan warna daun (BWD). Wahid (2003) menyebutkan metode BWD dapat mendeteksi
status kandungan N pada tanaman padi dan konsep pemupukan didasarkan atas
perubahan warna daun. Alat BWD dapat membantu petani untuk mengetahui dosis
takaran pupuk yang perlu diberikan dan waktu pemberian pupuk berdasarkan pada
indeks/skala warna dalam alat BWD. Efisiensi penggunaan pupuk N berdasarkan
metode BWD dapat meningkat sampai 10% - 53% dibandingkan dengan takaran
rekomendasi.
Kapan
waktu pemupukan
Harus sesuai dengan masa kebutuhan hara
pada setiap fase/umur tanaman, dan kondisi iklim/cuaca (missal: a) pemupukan
yang baik jika dilakukan di awal musim penghujan atau akhir musim kemarau, b)
pengaplikasian PPC sebaiknya dilakukan pada pagi hari sebelum jam 11 siang).
Dimana
pupuk ditempatkan
Pemupukan harus tepat sasaran, missal:
a) jika kita ingin memupuk tanaman, maka pemberian pupuk harus berada dalam
radius daerah perakaran tanaman, dan sebelum dilakukan pemupukan maka areal
pertanaman harus bersih dari gulma-gulma pengganggu. b) jika pemupukan
ditujukan untuk tanah, maka aplikasinya dilakukan pada saat pengolahan tanah
dan berdasarkan pada hasil analisa kondisi fisik dan kimia tanah.
Penggunaan pupuk dengan dosis yang
tinggi dan disebar, akan mengakibatkan terjadinya pemborosan pupuk atau pupuk
tidak menjadi efisien karena lebih banyak yang hilang menguap terutama N atau
hanyut bersama air pada saat hujan.
Anonim 2006. Pemupukan
padi sawah berdasarkan target hasil panen. International Rice Research
Institute. http://lampung.litbang.pertanian.go.id
diakses pada 29 November 2014.
Irawan, Subiksa IGM dan
Husen E. 2012. Verifikasi inovasi teknologi pupuk dan bahan organika melalui
demplot pemupukan berimbang pada lahan sawah dan lahan kering. Balai Penelitian
Tanah Bogor. http://pse.litbang.pertanian.go.id
diakses pada 29 November 2014.
Nasrul, Maimun Teuku
2009. Pengaruh penambahan jamur pelapuk putih (white rot fungi) pada proses
pengomposan tandan kosong kelapa sawit. Jurnal
Rekayasa Kimia dan Lingkungan 7(2): 194-199.
Sentana Suharwaji,
Suyanto, Subroto M.A, Suprapedi, dan Sudiyana 2010. Pengembangan dan pengujian
inokulum untuk pengomposan limbah tandan kosong kelapa sawit. Jurnal Rekayasa Proses 4(2): 35-39.
Wahid Abdul Salam 2003.
Peningkatan efisiensi pupuk nitrogen pada padi sawah dengan metode bagan warna
daun. Jurnal Litbang Pertanian 22(4):
156-161.
Komentar
Posting Komentar