Langsung ke konten utama

Praktikum Agroekologi


                                               

I.  HUBUNGAN FAKTOR IKLIM DENGAN PERTUMBUHAN TANAMAN
A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang
           Iklim merupakan salah satu komponen lingkungan yang terpenting karena dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Sejak awal perkecambahan benih hingga panen, dibutuhkan pemahaman yang mendasar terhadap faktor iklim karena sangat berperan dalam menentukan keberhasilan setiap fase pertumbuhan tanaman. Pada keadaan lingkungan saat ini, iklim tidak dapat lagi diprediksi dengan pasti, membuat para pelaku dibidang pertanian berpikir keras untuk mengantisipasi anomali iklim ini dengan penelitian-penelitian yang dilakukan mengenai seberapa besar tingkat toleransi tanaman terhadap perubahan iklim. Faktor-faktor iklim tersebut terdiri atas cahaya matahari, temperatur, curah hujan, kelembaban udara dan angin.
            Karakteristik cuaca maupun iklim, membuat kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam memodifikasi dan mengendalikan iklim sangat terbatas. Oleh karena itu pendekatan yang paling efektif untuk memanfaatkan sumber daya iklim adalah menyesuaikan sitem usaha tani dan teknologi dengan memperhatikan kondisi yang tepat untuk daerah setempat. Peran cuaca dan iklim terhadap  produksi tanaman akan semakin dirasakan pada saat ini, sehubungan dengan terjadinya perubahan cuaca dan iklim global di permukaan bumi. Oleh karena itu, kita perlu mempelajari hubungan iklim dengan pertumbuhan tanaman agar kita mampu meningkatkan produksi pertanian sejalan dengan perubahan-perubahan iklim saat ini.
2.      Tujuan Praktikum
           Tujuan praktikum acara ini adalah untuk mempelajari hubungan antara faktor-faktor iklim dengan pertumbuhan tanaman.
 
B.     Tinjauan Pustaka
1.      Kacang Kedelai
Klasifikasi
Kingdom         : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi    : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi               : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas               : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas        : Rosidae
Ordo                : Fabales
Famili              : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus              : Glycine
Spesies`           : Glycine max (L.) Merr.
(sumber : Wiraatmaja 2012)
           Kedelai (Glycine max L. Merril) merupakan sumber protein nabati terpenting yang relatif murah, sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat (Misnawati 2003). Jamur Sclerotium rolfsii merupakan patogen penyakit yang sering menyerang tanaman kedelai, terutama pada lahan yang drainasenya buruk, terjadi di awal pertumbuhan dengan gejala busuk kecambah  / rebah semai. Patogen ini sulit ditanggulangi antara lain karena mampu bertahan selama bertahun-tahun di dalam tanah dalam bentuk sklerotia dan mempunyai kisaran inang yang luas. Dapat diatasi dengan pemberian aplikasi pf melalui tanah dengan konsentrasi tinggi (109 cfu/ml ), cara ini juga dapat menghambat perkembangan sklerosia dalam tanah dan termasuk pengendalian ramah lingkungan (Anonim 2009)
            Unsur-unsur cuaca yang diamati dalam klimatologi pertanian meliputi: radiasi matahari, suhu, kelembaban nisbi udara, tekanan udara, evaporasi, curah hujan, angin, dan awan. Sedangkan unsur organisme pertanian yang diamati tergantung pada tujuan penelitian pertanian seperti: fase pertumbuhan tanaman, produksi tanaman, serangan hama dan penyakit tanaman, dan lain-lain (Qodrita 2006). Komponen iklim yang mempengaruhi kesuburan tanah adalah curah hujan, suhu dan kelembapan udara, dan intensitas penyinaran matahari. Ketiga komponen ini bila tidak dikeloloa dengan baik maka akan berdampak buruk berupa rusaknya tanaman yang diusahakan (Hamsyin 2005).
            Pada kondisi lebih terkontrol di rumah kaca dan lingkungan lebih sempit didalam pot, pengaruh residu peberian BO (pupuk kandang) pada takaran rendah masih terlihat. Salah satu upaya untuk peningkatan efisiensi produksi kedelai adalah penggunaan pupuk hayati, diantaranya rhizobium dan mikoriza. Sebagai tanaman yang relatif banyak membutuhkan hara N, pada lingkungan yang optimal, sekitar 60% dari kebutuhan hara N kedelai dapat dipenuhi dari simbiosis tanaman dengan rhizobium (Anonim 2009)
Sebuah rumah kaca adalah setiap struktur dengan penutup yang digunakan untuk mengontrol suhu dan kelembaban dibudidaya dan perlindungan tanaman. Desain rumah kaca memungkinkan cahaya dalam, dan ketika cahaya ini diserap oleh benda-benda di dalam rumah kaca dan berubah menjadi energi panas, tidak diizinkan untuk melarikan diri. Suhu udara dalam rumah kaca akan melebihi temperatur luar (Anonim 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas radiasi surya, kelembaban udara dan kelembaban tanah di dalam rumah kaca lebih rendah dibandingkan di luar rumah kaca, sedangkan suhu udara dan suhu tanah di dalam rumah kaca lebih tinggi dibandingkan di luar rumah kaca. Evapotranspirasi di dalam rumah kaca lebih besar dibandingkan di luar rumah kaca tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu nyata
(Natalia 2003).
2. Kacang Hijau
Divisi               : Spermatophyta
Sub – divisi     : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledoneae
Ordo                : Rosales
Famili              : Papilionaceae
Genus              : Vigna
Spesies            : Vigna radiata atau Phaseolus radiatus
(Supawan 2010)
            Proses fotosintesis sebagai proses awal kehidupan tanaman pada dasarnya adalah proses fisiologi dan fisika yang mengkonversi energi matahari dalam bentuk gelombang elektromagnetik menjadi energi kimia dalam bentuk karbohidrat.  Sebagian energi kimia tersebut direduksi/ dirombak menjadi energi kinetik dan energi termal melalui proses respirasi, untuk memenuhi kebutuhan internal tanaman (Anonim 2010). Sedangkan proses respirasi dan beberapa proses metabolisme tanaman secara signifikan dipengaruhi oleh suhu udara dan beberapa unsur iklim lain. Secara fisika, proses transpirasi tanaman sangat ditentukan oleh ketersediaan air tanah (kelembaban udara), radiasi surya, kelembaban nisbi dan anginSelain proses metabolisme, proses pembungaan, pengisian biji dan pematangan biji atau buah juga sangat dipengaruhi oleh intensitas dan lama penyinaran radiasi matahari, suhu udara dan kelembaban nisbi serta angin (Anonim 2003)
            Oleh sebab itu, produkstivitas dan mutu hasil tanaman yang banyak ditentukan pada fase pengisian dan pematangan biji atau buah sangat dipengaruhi oleh berbagai unsur iklim dan cuaca, terutama radiasi surya dan suhu udara. Untuk mempertahankan kandungan BO tanah mineral masam, salah satu usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan menambahkan pupuk kandang seperti kotoran sapi (Anonim 2003).
C.    Metode Praktikum
1.      Waktu dan Tempat Praktikum
            Praktikum acara hubungan faktor iklim dengan pertumbuhan tanaman ini dilaksanakan tanggal 13 April 2013 pada pukul 15.30 – 17.00 bertempat di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
2.      Alat dan Bahan
a.       Alat
1)      Pollybag diameter 30cm
2)      Termometer
3)      Lightmeter
4)      Higrometer
5)      Meteran
6)      Gembor
b.      Bahan       
1)      2 benih kacang hijau
2)      2 benih kedelai
3.      Cara Kerja
a.       Menyediakan pollybag diameter 30 cm atau pollybag sejumlah dua
b.      Mengisi pollybag dengan media campuran tanah dengan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1 hingga penuh.
c.       Memilih benih kacang hijau dan kedelai yang baik.
d.      Menanam dua buah benih kacang hijau pada pollybag pertama dan dua benih kedelai pada pollybag kedua.
e.       Menyirami tanaman setiap hari sampai tanaman berumur 8 minggu.
f.       Mengamati tinggi tanaman seminggu sekali, sedangkan untuk pengukuran suhu, intensitas radiasi matahari, dan kelembaban di ukur setiap hari.
g.      Menggambar hubungan antara faktor-faktor lingkungan dengan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman).
D.    Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1.      Hasil Pengamatan
Tabel 1.1 Tinggi Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiate) dan Kedelai (Glycine max) Beserta Rekapan Cuaca
Tinggi Tanaman
Minggu ke (cm)
Jenis Tanaman (cm)
Suhu
(oC)
Kelembapan
(%)
IRM
(lux/fc)
Kacang Hijau
Kedelai
1
2
3
4
5
6
7
8
18
31
41.5
42.7
45.2
49.3
49.7
50
-
-
-
-
-
-
-
-
34.61
36.64
37.42
36.73
38.41
37.50
35.00
41.32
56.74
41.10
46.80
40.45
51.64
27.50
40,00
43.52
30880.84
22294.00
38769.23
32865.87
32786.00
21185.00
7000.00
56467.65
Sumber: Hasil Pengamatan


Gambar 1.1 Grafik Hubungan Faktor Iklim dengan Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiate) dan Kedelai (Glycine max)
2.      Pembahasan
           Dari tabel di atas dapat menunjukkan bahwa tanaman kacang hijau pada minggu pertama memiliki ketinggian 18 cm, berada pada suhu 34.61°C dan kelembaban 56.74% serta IRM 30880.84 fc. Kemudian pada minggu ke dua tinggi tanaman 31 cm, berada pada suhu 36.64°C dan kelembaban 41.10% serta IRM 22294.00. Kemudian pada minggu ke tiga tanaman memiliki tinggi 41.5 cm, berada pada suhu 37.42°C dan kelembaban 46.80% serta IRM 32865.87 fc. Selanjutnya minggu ke empat tanaman memiliki tinggi 49.3 cm, berada pada suhu 37.50°C dan kelembaban 27.50% serta IRM 21185.0 fc. Pada minggu ke lima memiliki tinggi 45.2 cm, berada pada suhu 38.41°C dan kelembaban 51.64% serta IRM 32786.00 fc. Pada hari ke enam tinggi tanaman 49.3 cm, memiliki suhu 37.50°C dan kelembaban 27.50% serta IRM 21185.00 fc. Pada minggu ke tujuh tinggi tanaman 49.7 cm, memiliki suhu 35.00°C dan kelembaban 40,00% serta memiliki IRM 7000.00 fc. Tinggi tanaman pada minggu ke delapan mencapai 50 cm, berada pada suhu 41.32°C dan kelembaban 43.52% serta IRM 56467.65 fc. Tanaman Kacang kedelai tidak mengalami pertumbuhan sebab berkali-kali disulam tanaman tidak berkecambah karena terkena busuk kecambah akibat tanah terlalu lembab dan dimungkinkan terdapat jamur Sclerotium rolfsii.
           Pada praktikum pengamatan faktor iklim terhadap petumbuhan tanaman ini menunjukkan pada tanaman kacang hijau mengalami pertumbuhan yang sangat baik pada minggu pertama menuju minggu kedua dengan panjang tanaman dari 18 cm sampai 31 cm dengan suhu rata-rata 34.61 - 36.64˚C dan mengalami stagnan pada minggu ketujuh menuju minggu kedelapan dengan panjang tanaman 49.7 cm sampai 50 cm dengan suhu berkisar 35 – 41.32˚C. jika dilihat, tanaman kacang hijau lebih tumbuh optimal pada suhu rendah karena merupakan tanaman `musim hangat` dan akan tumbuh di dalam rata-rata rentang suhu sekitar 20-40 ° C dan suhu optimum antara 28- 30 ° C. Terlihat bahwa faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, terlebih faktor cahaya dan suhu yang mempunyai pengaruh sangat dominan terhadap pertumbuhan tanaman. Pada tanaman kedelai, tanaman tidak dapat berkecambah karena drainase tanah yang kurang baik menyebabkan tanah mengandung banyak air sehingga tanaman mengalami busuk kecambah. Padahal kedelai hidup pada lahan kering dan biasanya ditanam pada akhir musim hujan.  Iklim dapat juga mempengaruhi keadaan tanah, baik secara kimiawi maupun fisika.
E.     Kesimpulan dan Saran
1.      Kesimpulan
a.       Tanaman kacang hijau mengalami pertumbuhan yang meningkat hingga hampir stagnan dan tanaman kedelai tidak dapat tumbuh karena mengalami busuk kecambah akibat tanah terlalu lembab.
b.      Pertumbuhan tanaman kacang hijau yang paling baik pada saat minggu pertama menuju minggu kedua dengan panjang tanaman dari 18 cm sampai 31 cm dengan suhu rata-rata 34.61 - 36.64˚C
c.       Pertumbuhan tanaman kacang hiajau yang paling buruk atau mengalami stagnan pada minggu ketujuh menuju minggu kedelapan dengan panjang tanaman 49.7 cm sampai 50 cm dengan suhu berkisar 35 – 41.32˚C.
2.      Saran
           Praktikan harus lebih teliti dan rajin dalam melakukan pemeliharaan tanaman, segera dilakukan tindakan yang tepat dan cepat agar tanaman mampu tumbuh dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Adam, M.W. 1967. Basic of yield component compensation in crop plants
            with special reference to field bean, Phaseolus vulgaris. Crop.Sci.7:505-510
Barchia, Muhammad Faiz. 2009. Agroekosistem Tanah Mineral Masam. UGM Press: Yogya
Hamsyin. 2005. Analisis Status Kesuburan Tanah Dilahan Budidaya Padi Sawah di Desa Muara Wis KAB. Kukar dan Desa Rantau Belimbing KAB. Pasir Pada Dua Kondisi Iklim yang Berbeda. Laporan Penelitian. 94-95.
Hermawan, Bandi dkk. 2006. Analisis Ketersediaan Air Bagi Tanaman kedelai pada Tiga Ordo Tanah Domain Di Bengkulu. Laporan penelitian. 25
Prof. Dr. Subandi. 2006. Hasil Utama Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian : Kedelai ( 7 – 11). Agro Inovasi. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-Umbian. Malang
Qodrita dan Berliana.2006.Iklim dan cuaca.BMG:Yogyakarta
Risnadewi, Deasy dan Syakhril. 2003. Pengaruh Pemberian Atonik Pada Fase Vegetatif Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Buncis. Laporan Penelitian. 24.
Setywan, Deny. 2012. Laporan Cuaca dan Iklim.  http://densetywan.blogspot.cm. Diakses pada 24 April 2013.
Supawan. 2010. Tanaman Kacang Hijau ala Agronomi. http://pawanbagus.blogspot.com. Diakses pada 25 Mei 2013.
Trewartha, Glenn.T dan Lyle H. Horn. 1995. Pengantar Iklim. Ed. 5. Ir. Sri Andani, Ms. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
Wiraatmaja, Yaqub. 2012. Taksonomi Kedelai (Glycine max). http://apapunsite.blogspot.com. Diakses pada 25 Mei 2013.



II.  PENGARUH FAKTOR CAHAYA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN
A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakanginsipnya radiasi matahari mempunyai spektrum cahaya yang berbeda pada kisaran panjang gelombang 400 – 700nm. Cahaya yang  dapat dimanfaatkan tanaman untuk proses fotosintesis disebut radiasi aktif.
           Pertumbuhan tanaman ditentukan oleh seberapa besar intessitas cahaya yang dapat diterima oleh tanaman. Laju fotosintesis akan meningkat dengan peningkatan intensitas cahaya, sedangkan respon tanaman terhadap tingkatan intensitas cahaya berbeda-beda tergantung pada spesies masing-masing. Berdasarkan hal tersebut, tanaman dikelompokkan dalam dua golongan menurut tingkat kejenuhannya terhadap intensitas cahaya:
a.    Sun lovy adalah tanaman yang suka sinar matahari penuh, yang mencapai tingkat kejenuhan cahaya +2.500 footcandle. Contoh: bunga matahari, tembakau, kacang-kacangan, tomat, kapas, dll.
b.   Shade lovy adalah tanaman yang butuh naungan , dengan tingkat kejenuhan + 1.000 footcandle. Contoh: Oxalis, kopi, coklat, dll.
           Kualitas radiasi ialah spektrum cahaya dari radiasi yang mempunyai panjang gelombang bervariasi. Pada protosintesis (Photosynthetic Active Radiation = PAR).
2.      Tujuan Praktikum
           Tujuan dari praktikum acara ini adalah untuk mempelajari perbedaan pertumbuhan tanaman yang diletakkan di rumah kaca, di bawah naungan dan di tempat terbuka.
B.     Tinjauan Pustaka
Klasifikasi tanaman jagung

Kingdom               : Plantae
Divisio                   : Spermatophyta
Kelas                     : Monocotyledoneae
Ordo                      : Graminae
Family                   : Graminaceae
Genus                    : Zea
Species                  : Zea mays
                 Kegiatan pertanian selalu berhubungan dengan fluktuasi unsur-unsur cuaca yang mempengaruhi hasil pertanian baik yang bersifat positif (meningkatkan hasil) maupun negatif (menurunkan hasil) (Chasanah 2010). Tempat penanaman jagung harus mendapatkan sinar matahari cukup dan jangan terlindungi oleh pohon-pohon atau bangunan. Bila tidak terdapat penyinaran dari matahari hasilnya akan berkurang (Djainuddin 2000). Sebuah rumah kaca adalah setiap struktur dengan penutup yang digunakan untuk mengontrol suhu dan kelembaban. Desain rumah kaca memungkinkan cahaya dalam, dan ketika cahaya ini diserap oleh benda-benda di dalam rumah kaca dan berubah menjadi energi panas dan bertahan di dalam rumah kaca. Suhu udara dalam rumah kaca akan melebihi temperatur luar (Anonim 2009). Gas CO2 yang dihasilkan rumah kaca merupakan sumber karbon utama bagi pertumbuhan tanaman.  Pengaruh fisiologis utama dari kenaikan CO2 adalah meningkatknya laju assimilasi (laju pengikatan CO2 untuk membentuk karbohidrat dan fotosintesis) di dalam daun. Efisiensi penggunaan faktor-faktor pertumbuhan lainnya (seperti radiasi matahari, air dan nutrisi) juga akan ikut meningkat (Anonim 2010).
Hasil tanaman jagung ditentukan oleh bobot segar tongkol pertanaman dan kandungan gulanya. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi dan kualitas tanaman jagung manis adalah dengan penambahan pupuk kandang dan pupuk kalium. Secara umum peran kalium terhadap pertumbuhan tanaman untuk meningkatkan proses metabolisme dan fotosintesis. Pupuk kandang bermanfaat untuk perbaikan sifat fisik tanah (menambah agregasi tanah, meningkatkan aerasi tanah, dan memperbaiki sruktur tanah), kimia (penyediaan hara) dan biologi tanah (berperan dalam proses kehidupan jasad renik). Pertumbuhan dan kualitas tongkol, kandungan gula total (sukrosa) dalam biji (Yulianti dan Parbery 2000).
Cahaya memegang peranan penting dalam proses fisiologis tanaman, terutama fotosintesis, respirasi, transpirasi dan translokasi unsur hara dan asimilat. Dalam proses ini energi cahaya diperlukan untuk berlangsungnya penyatuan CO2­ dan air untuk membentuk karbohidrat. Semakin besar jumlah energi yang tersedia akan memperbesar jumlah hasil fotosintesis sampai dengan optimum (Sugito 2003). Energi matahari yang tertangkap oleh tanaman diubah menjadi energi potensial, selanjutnya digunakan untuk :
a)      Mengabsorpsi unsur hara, mineral dan air
b)      Mensintesa bahan-bahan organis
c)      Mengkatalisa bahan-bahan organis yang terbentuk melalui proses respirasi dan transpirasi
d)     Melaksanakan pertumbuhan dan melengkapi siklus perkembangan (Basri 2002).
C.    Metode Praktikum
1.      Waktu dan Tempat Praktikum
            Praktikum acara hubungan faktor cahaya dengan pertumbuhan tanaman ini dilaksanakan tanggal 13 April 2013 pada pukul 15.30 – 17.00 bertempat di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
2.      Alat dan Bahan
a.       Alat
1)      Polyybag diameter 30cm sebanyak enam buah
2)      Lightmeter
3)      Gembor
4)      Kertas millimeter
5)      Timbangan digital
b.      Bahan
1)      6 benih jagung
3.      Cara Kerja
a.       Menyediakan pollybag diameter 30 cm atau polibag sejumlah enam
b.      Mengisi pollybag dengan media campuran tanah dengan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1 hingga penuh.
c.       Memilih benih jagung yang baik.
d.      Menanam dua buah benih jagung pada masing-masing pollybag.
e.       Meletakkan masing-masing dua buah pot di rumah kaca, naungan dan tempat terbuka.
f.       Menyirami tanaman setiap hari sampai tanaman berumur 8 minggu.
g.      Mengamati tinggi tanaman seminggu sekali, sedangkan untuk mengukur intensitas cahaya pada pagi hari (09.00) dan siang hari (11.00) selama pertumbuhan berlangsung dan susun secara sistematis untuk memudahkan untuk analisis. Data yang diperoleh di analisis secara eksplisit.
h.      Menghitung panjang, lebar daun, berat daun, berat batang, dan berat akar setelah pengamatan selesai dan dalam keadaan kering konstan. Data yang diperoleh di analisis secara eksplisit.
D.    Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1.      Hasil Pengamatan
Tabel 2.1 Tinggi Tanaman Jagung (Zea mays) dan Rekapan Cuaca
Minggu ke-
Tinggi Tanaman pada (cm)

IRM (fc)
Rumah Kaca
Tempat Terbuka
Naungan

Rumah Kaca
Tempat Terbuka
Naungan
1
19.1
-
-

30880.84
75232.50
29648.34
2
36
37
-

 22294.00
45811.80
13384.32
3
45
45.3
-

38769.23
50228.70
25038.60
4
47
47.5
-

32865.87
43281.09
2865.87
5
69.8
59
-

32786.00
45728.77
26946.62
6
7
8
80.5
98
-
76.4
86
-
-
-
-

21185.00
9640.000
56467.65
77300.00
7000.00
81320.88
29400.00
7920.00
40674.22









Sumber : Hasil Pengamatan

keterangan
Jagung1 :  Jagung di tempat      rumah kaca
Jagung2 :  Jagung di tempat      terbuka
Jagung3 :  Jagung di tempat      naungan

Gambar 2.1 Pertumbuhan Jagung dengan Perbedaan Pengaruh Faktor Cahaya
2.      Pembahasan
           Tanaman Jagung di rumah kaca dapat tumbuh dengan baik karena intensitas cahaya cukup memadai di rumah kaca dan jika sedang hujan, jagung terlindungi sehingga tanah sebagai media tempat tumbuh jagung tidak terlalu basah seperti yang terjadi pada tanaman jagung yang diletakkan di tempat terbuka, tanah sebagai media tempat tumbuh terkadang tergenang air jika hujan karena drainase dalam pollybag buruk.
Hal ini seperti terlihat pada grafik, dimana pertumbuhan tanaman jagung di rumah kaca pada minggu pertama 19.1 cm, minggu kedua 36 cm, minggu ketiga 45 cm, minggu keempat 47 cm, minggu kelima 69.8 cm minggu keenam 80.5 cm, minggu ketujuh 98 cm dan minggu kedelapan tidak dilakukan pengukuran. Pada tanaman jagung di tempat terbuka, tinggi jagung pada minggu pertama tidak tumbuh karena busuk tanaman (tanah kelebihan air), minggu kedua 37 cm, minggu ketiga 4.3 cm, minggu keempat 47.5 cm, minggu kelima 59 cm, minggu keenam 76.4 cm, minggu ketujuh 86 cm dan minggu kedelapan tidak dilakukan pengukuran. pada tanaman jagung di tempat naungan, jagung tidak tumbuh karena terdapatnya hama berupa tikus yang memakan bibit-bibit jagung praktikan, walaupun sudah dilakukan penyulaman beberapa kali, tanaman tidak tumbuh juga.
E.     Kesimpulan dan Saran
1.      Kesimpulan
           Cahaya merupakan unsur penting dalam pertumbuhan tanaman karena merupakan sumber energi yang digunakan untuk proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat dan energi yang dibutuhkan tanaman untuk dapat tumbuh dan berkembang. Intensitas cahaya yang cukup akan membuat pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik
2.      Saran
            Praktikan harus lebih cermat dan teliti dalam melakukan penyiraman agar tidak terjadi kelebihan air pada tanah sebagai media tempat tumbuhnya tanaman.

DAFTAR PUSTAKA
Agus Santoso, Syamsul Bahri, Nur Edy Suminarti. Habitat: Respon tanaman jagung manis (Zea mays saccharata) terhadap pemupukan kalium dan pengaplikasian pupuk kandan sapi (212-220). Vol XIII No.4 Desember 2002. FP Universitas Brawijaya, Malang.
Barchia, Muhammad Faiz. 2009. Agroekosistem Tanah Mineral Masam. UGM   Press: Yogya.
Chasanah, Nur. 2010. Pengenalan Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus Dan Peralatan Pengamatan Cuaca. UGM: Press.
Lakitan, Benyamin. 2007. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Yulianti, T. and Parbery, D.G.2000.Effects of The Additon of Animal Manures on Population of Microorganisms in soil. Agrivita 21 (2): 60-64.

                               

                 III.  PENGARUH FAKTOR SUHU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN
A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang
            Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan baik langsung maupun tidak langsung terhadap organisme hidup. Berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan peran tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari organisme hidup.
            Suhu pada prinsipnya adalah kandungan energi panas pada suatu obyek, dan bersumber dari energi matahari sehingga faktor suhu sangat berkaitan dengan faktor radiasi cahaya matahari. Suhu dipermukaan bumi sangat bervariasi oleh perbedaan tinggi tempat (altitude) dan letak lintang (latitude). Fotosintesis berjalan baik pada suhu sekitar 21˚C dan dalam keadaan demikian proses pembentukan senyawa glukosa relatif lebih lancar sehingga kesempatan untuk mengantarkan fotosintat ke seluruh tubuh tanaman cukup tinggi. Namun demikian, pada suhu yang relatif rendah, kesempatan tersebut terhambat oleh ketersediaan energi karena proses pembakaran atau respirasi pada suhu rendah akan menghasilkan energi yang relatif lebih kecil ini.

            Kehidupan di muka bumi berada dalam suatu batas kisaran suhu antara 0ºC sampai 30ºC, dalam kisaran suhu ini individu tumbuhan mempunyai suhu minimum, maksimum, dan optimum yang diperlukan untuk aktivitas metabolismenya. Suhu yang diperlukan organisme hidup dikenal dengan suhu kardinal. Suhu tumbuhan biasanya kurang lebih sama dengan suhu sekitarnya karena adanya pertukaran suhu yang secara terus menerus antara tumbuhan dengan udara sekitarnya. Kisaran toleransi suhu bagi tumbuhan sangat bervariasi, untuk tanaman tropika tidak dapat mentoleransi suhu dibawah 15 - 18ºC. Sebaliknya tanaman konifer masih bisa mentoleransi suhu sampai serendah minus 30ºC, tumbuhan air umumnya mempunyai kisaran toleransi suhu yang lebih sempit bila dibandingkan dengan tumbuhan di daratan. Secara garis besar semua tumbuhan mempunyai kisaran toleransi suhu yang berbeda tergantung pada umumnya, keseimbangan air dan juga keadaan musim. Demikianlah pengaruh suhu terhadap pertumbuhan tanaman.
2.      Tujuan Praktikum
           Tujuan dari praktikum acara ini adalah untuk mempelajari perbedaan tumbuhan  tanaman yang diletakkan di rumah kaca, naungan dan tempat terbuka.
B.     Tinjauan Pustaka
      Suhu mempengaruhi produk sintesa dan metabolisme taanaman. Pada suhu rendah tanaman terangsang untuk membentuk polyisakarida lebih banyak, karena respirasi menurun. Hal ini tentu berkaitan dengan kegiatan fotosintesa sebelumnya. Laju akumulasi karbohidrat akan lebih cepat bila suhu semakin menurun menjelang panen. Tanaman di daerah sedang, suhu optimum untuk fotosintesa lebih rendah dibandingkan dengan suhu optimum untuk respirasi. Fotosintesa tanaman menurun aktivitasnya bila suhu tidak favoraible. Tanaman cepat tua bila suhu berada di atas suhu optimum pada tahap vegetatif, tetapi apabila suhu tinggi pada fase menjelang panen pengaruh suhu tidak kentara. Seperti telah disebutkan terdahulu bahwa hubungan linear antara suhu dengan beberapa proses fisiologis dan morfologis tanaman hanya sampai batas suhu tertentu, atau hanya sampai batas tercapainya suhu optimum (Anonim 2012).
Suhu mempengaruhi beberapa proses fisiologis penting: bukaan stomata, laju transpirasi, laju penyerapan air dan nutrisi, fotosintesis, dan respirasi. Tinggi rendahnya suhu disekitar tanaman ditentukan oleh radiasi matahari, kerapatan tanaman, distribusi cahaya dalam tajuk tanaman, kandungan lengas tanah. Suhu udara dapat mempengaruhi iklim mikro tanaman. Suhu akan mengaktifkan proses fisik dan kimia pada tanaman, kecepatan gerakan molekul pada jaringan tanaman ditentukan oleh energi panas yang terserap molekul (Benyamin 2007). Suhu yang baik bagi tumbuhan adalah antara 22-37 ˚C. Temperatur yang lebih atau kurang dari batas normal tersebut dapat mengakibatkan pertumbuhan yang lambat atau berhenti. Pada suhu minimum pertumbuhan tanaman menjadi lambat bahkan terhenti, karena kegiatan enzimatis dikendalikan oleh suhu. Suhu tanah yang rendah akan berakibat absorpsi air dan unsur hara terganggu, karena transpirasi meningkat (Imran 2009).
     Kondisi lembab menyebabkan banyak air yang diserap tumbuhan dan lebih sedikit yang diuapkan. Kondisi tersebut mendukung aktivitas pemanjangan sel-sel. Dengan demikian, sel-sel lebih cepat mencapai ukuran maksimum sehingga tubuhan bertambah besar (Supriono 2010). Di rumah kaca terjadi perbedaan suhu yang amat mencolok. Khususnya intensitas sinar matahari. Sinar matahari merupakan faktor penting dalam pertumbuhan tanaman. Sebaiknya tanaman mendapat sinar matahari secara langsung supaya tidak mengurangi produktivitas tanaman tersebut (Hartati 2009).
C.    Metode Praktikum
1.      Waktu dan Tempat Praktikum
           Praktikum acara hubungan faktor suhu dengan pertumbuhan tanaman ini dilaksanakan tanggal 13 April 2013 pada pukul 15.30 – 17.00 bertempat di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
2.      Alat dan Bahan
a.       Alat
1)      Pollybag diameter 30cm
2)      Termometer
3)      Meteran
4)      Gembor
b.      Bahan
1)      6 benih kedelai
3.      Cara Kerja            
a.       Menyediakan pollybag diameter 30 cm sejumlah enam buah
b.      Mengisi pollybag dengan media campuran tanah dengan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1 hingga penuh.
c.       Memilih benih kedelai yang baik.
d.      Menanam dua buah benih kedelai pada masing-masing pollybag.
e.       Meletakkan masing-masing dua buah pollybag di rumah kaca, naungan dan tempat terbuka.
f.       Menyirami tanaman setiap hari sampai tanaman berumur 8 minggu.
g.      Mengamati tinggi tanaman seminggu sekali, sedangkan untuk mengukur intensitas cahaya pada pagi hari (09.00) dan siang hari (11.00) selama pertumbuhan berlangsung dan susun secara sistematis untuk memudahkan untuk analisis. Data yang diperoleh di analisis secara eksplisit.
h.      Menghitung panjang, lebar daun, berat daun, berat batang, dan berat akar setelah pengamatan selesai dan dalam keadaan kering konstan. Data yang diperoleh di analisis secara eksplisit.
D.    Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1.      Hasil Pengamatan
Tabel 3.1 Tinggi Tanaman Kedelai (Gylcine max) dan Rekapan suhu
Minggu ke-
Tinggi Tanaman pada (cm)

IRM (fc)
Rumah Kaca
Tempat Terbuka
Naungan

Rumah Kaca
Tempat Terbuka
Naungan
1
-
-
-

34.61
37.79
37.79
2
1
-
15

 36.64
37.57
35.43
3
-
-
-

37.42
36.50
37.02
4
-
-
-

35.77
36.73
36.48
5
-
-
-

38.41
36.72
38.52
6
7
8
-
-
-
-
-
-
-
-
-

37.50
35.00
41.32
36.50
33.00
37.25
37.50
32.00
40.57









 Sumber : Hasil Pengamatan
2.      Pembahasan
           Pada praktikum acara tiga mengenai pengaruh faktor suhu terhadap pertumbuhan tanaman ini, tanaman kacang kedelai dapat tumbuh pada minggu kedua setelah dilakukan penyulaman dengan tinggi 1 cm untuk kacang kedelai di rumah kaca dan 15 cm untuk kacang kedelai di naungan, minggu berikutnya kacang kedelai tidak dapat tumbuh meski sudah dilakukan beberapa kali penyulaman. Tanaman kacang kedelai tidak dapat tumbuh dikarenakan karakteristik benih kacang kedelai yang cukup sukar untuk tumbuh, perawatan yang kurang teliti dari praktikan, dan terdapatnya beberapa hama pengganggu seperti tikus dan adanya jamur yang menginfeksi benih sehingga tanaman mengalami busuk kecambah. Melihat karakteristik tanaman kacang kedelai yang tumbuh di lingkungan kering, maka seharusnya tanaman kacang kedelai tumbuh lebih baik dirumah kaca karena faktor cuaca yang cukup memadai dan terlindung dari gangguan hama.
           Desain rumah kaca memungkinkan adanya cahaya dalam, dan ketika cahaya ini diserap oleh benda-benda di dalam rumah kaca dan berubah menjadi energi panas, tidak diizinkan untuk melarikan diri. Suhu udara dalam rumah kaca akan melebihi temperatur luar. maka suhu di dalam rumah kaca relatif tinggi dan sesuai untuk karakteristik pertumbuhan kacang kedelai yang optimal.
E.     Kesimpulan dan Saran
1.      Kesimpulan
           Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh suhu, dimana pengaruh rentang suhu berbeda-beda untuk tiap jenis tanaman, ada yang lebih adaptif terhadap lahan kering dan ada juga yang adaptif terhadap lahan basah. Tanaman kacang kedelai adaptif terhadap lahan kering.
2.      Saran
           Praktikan harus lebih bertangungjawab terhadap kegiatan praktikumnya agar mendapat data yang bisa diobservasi sehingga menimbulkan manfaat dalam melakukan kegiatan praktikum Agroekologi.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Pengaruh Suhu Optimum Terhadap Pertumbuhan Tanaman.    http:// http://birohmah.unila.ac.id. Diakses pada 30 Juni 2013.
AVRDC.1992. Study of mechanism of resistance in soybean to beanfly. AVRDC 1991 Progress Report. P 116-119.
Barchia, Muhammad Faiz. 2009. Agroekosistem Tanah Mineral Masam.  UGM Press: Yogya.
Hartati. 2009.  Agri journal. Jember: Universitas Jember Press.
Lakitan, Benyamin. 2007. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Supriono. 2010. Efek Rumah Kaca. http://bdpunib.org. Diakses pada tanggal 30 Juni 20113






                                                                               

IV.  STUDI PENDAHULUAN ANALISIS VEGETASI
(RECONNAISANCE STUDY)
A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang
            Ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Kehadiran vegetasi pada suatu landscape akan memberikan dampak positif bagi keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas. Secara umum peranan vegetasi dalam suatu ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah dan lain-lain. Meskipun secara umum kehadiran vegetasi pada suatu area memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu. Sebagai contoh vegetasi secara umum akan mengurangi laju erosi tanah, tetapi besarnya bergantung struktur dan komposisi tumbuhan yang menyusun formasi vegetasi daerah tersebut.

          Para pakar ekologi memandang vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem, yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor lingkungan dari sejarah dan pada faktor-faktor itu, mudah diukur dan nyata. Dengan demikian analisis vegetasi secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk memperlihatkan informasi yang berguna tentang komponen-komponen lainnya. Dalam abad ke-20 usaha-usaha diarahkan untuk menyederhanakan deskripsi dari vegetasi dengan tujuan untuk untuk meningkatkan keakuratan dan untuk mendapatkan standart dasar dalam evaluasi secara kuantitatif. Pembangunan/pengelolaan potensi sektor pertanian selama ini masih cenderung mengejar peningkatan produktivitas dan kualitas hasil pertanian namun kurang memperhatikan kestabilan dan keberlanjutan. Untuk itu diperlukannya pengetahuan agroekosistem khususnya dalam aspek vegetasi, agar tidak berdampak buruk pada degradasi sumberdaya lahan dan air tapi juga dapat memperbaiki kualitas lingkungan.
2.      Tujuan Praktikum
           Tujuan dari praktikum acara ini adalah untuk pengetahuan kondisi lingkungan secara umum dan mengetahui komposisi vegetasi dan pola sebarannya.
B.     Tinjauan Pustaka
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komponen jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Hutan merupakan komponen habitat terpenting bagi kehidupan oleh karenanya kondisi masyarakat tumbuhan di dalam hutan baik komposisi jenis tumbuhan, dominansi spesies, kerapatan maupun keadaan penutupan tajuknya perlu diukur. Ada berbagai metode yang dapat di gunakan untuk menganalisa vegetasi ini. Diantaranya dengan menggunakan metode kuadran atau sering disebut dengan kuarter. Metode ini cocok digunakan pada individu yang hidup tersebar sehingga untuk melakukan analisa dengan melakukan perhitungan satu persatu akan membutuhkan waktu yang sangat lama, biasanya metode ini digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya (Riyanti 2010).
Pengelolaan potensi pertanian berdasarkan pendekatan agroekosistem merupakan metode yang lebih menyeluruh, sederhana dan mendasar yang meliputi aspek biofisik, sosial-ekonomi, dan kelembagaan. Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komponen jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan (Natassa et.al 2010). Analisis vegetasi merupakan cara yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sebaran berbagai spesies dalam suatu area melaui pengamatan langsung.
Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh danteknik analisa vegetasi yang digunakan. Pengamatan parameter vegetasi berdasarkan bentuk hidup pohon, perdu, serta herba (Sundara, Pandian dan Swamy 2000). Secara umum peranan vegetasi dalam suatu ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologistanah, pengaturan tata air tanah dan lain-lain. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan (Anonim 2009).
Menurut Tjitrosoepomo (2002), menyatakan bahwa analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Ada dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang berlainan. Metode manapun yang dipilih yang penting adalah harus disesuaikan dengan tujuan  kajian, luas atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang agroekologi dari pelaksana (dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistimatik), dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri (Andrie 2011). Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Irwanto 2007).
C.     Metode Praktikum
1.      Waktu dan Tempat Praktikum
            Praktikum acara study pendahuluan analisis vegetasi (reconanaisance study) ini dilaksanakan tanggal 20 April 2013 pada pukul 15.30 – 17.00 bertempat di Bukit Kendil Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
2.      Alat dan BahanAlat dan Bahan
a.       Alat
1)      patok
2)      tali rafia
3)      Meteran
4)      gunting
b.      Bahan        : berbagai macam jenis tumbuhan di Bukit Kendil
3. Cara Kerja
a.       Membuat segitiga phytagoras dengan ukuran 3m x 4m x 5m dengan menggunakan tali raffia dan disetiap ujung sudut diberi patok.
b.      Membuat perpanjangan pada salah satu sisi untuk membentuk sebuah persegi dengan ukuran 5m x 5m, kemudian 5m x 10m, 10m x 10m, 10m x 15m, 15m x 15m, dan 20m x 20m.
c.       Mengamati tumbuhan yang ada didalam petakan yang telah dibuat, kemudian di catat untuk dianalisis termasuk jenis naungan, perdu, atau pohon (ukur diameter jika tumbuhan tersebut memiliki ukuran yang cukup besar).
d.      Jika terjadi pengulangan jenis tumbuhan yang sama dan tidak terdapatnya spesies jenis tumbuhan baru, pengamatan diberhentikan sampai ke petak tersebut karena dianggap vegetasi sudah homogen.
D.    Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1.      Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Hasil Analisis Vegetasi
No.
Luas Petakan
Nama spesies
Tipe Tumbuhan
Diameter Batang
1.

Pohon bodhi
Pohon

2.

Flamboyan
Pohon

3.
5 x 5 m
(unknown1)
Perdu

4.

(unknown2)
Perdu

5.

(unknown3)
Naungan
131 cm
1.
5 x 10 m
(unknown4)
Naungan
125 cm
1.
10 x 10 m
Pohon bodhi
Pohon
24 cm
Sumber: Hasil Pengamatan
2.      Pembahasan
        Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis.
        Untuk dapat mengamati vegetasi pada lahan bukit kendil ini, dilakukan dengan cara pembuatan petak dengan metode kuadrat phytagoras. Pertama membuat segitiga phytagoras dengan ukuran 3 x 4 x 5 m, setelah itu dilakukan pemanjangan sesuai petak yang ditentukan, dan jika terjadi pengulangan spesies dalam suatu petak berikutnya, maka akan dianggap vegetasi sudah homogeny dan tidak perlu dilakukan pengamatan. Pada petak dengan jarak 5 x 5 m, ditemukan spesies pohon bodhi dan flamboyan (tumbuhan masih kecil), dimana merupakan tipe tumbuhan pohon, dan terdapat 3 spesies yang belum diketahui namanya karena kurangnya info dan pengetahuan yang dimiliki. Dua tanaman tersebut termasuk perdu dan satunya termasuk naungan yang memiliki diameter 131 cm.Pada petak ukuran 5 x 10 m ditemukan pengulangan spesies pada spesies bertipe naungan yang tak diketahui namanya, spesies yang ditemukan pada lahan 5 x 10 m ini memiliki diameter 125 cm. pada petak 10 x 10 m, ditemukan spesies Pohon bodhi dengan diameter 24 cm.
        Dari keseluruhan pengamatan, didapat bahwa pada luas petak 5 x 5 m, vegetasi di bukit kendil sudah homogen. Seharusnya bisa lebih bervariatif  lagi karena bukit kendil bukan merupakan pekarangan yang tumbuhannya dibudidaya berdasarkan kehendak pemilik (vegetasi buatan). Hal ini dapat terjadi mungkin disebabkan karena spesies-spesies tersebut sangat adapatif terhadap persaingan antar tanaman, sehingga mereka tetap bisa bertahan hidup.
E.     Kesimpulan dan Saran
1.      Kesimpulan
a.       vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat.
b.      Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan.
c.       Keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.
d.      Bukit kendil yang berada di Fakultas Pertanian UNS memiliki vegetasi homogen pada petak dengan luas 5 x 5 m. Dimana spesies yang paling dominan adalah Pohon bodhi.
2.      Saran
a.       Dalam hal ini, praktikan harus lebih fokus dalam mengamati dan membawa peralatan yang lengkap.
b.      Co-ass harus lebih mampu membimbing para praktikan.


DAFTAR PUSTAKA


Andrie. 2011. Ekologi. http://andriecaale.blogspot.com. Diakses tanggal 523    Mei 2013.
Greig-Smith, P. 1983. Quantitative Plant Ecology, Studies in Ecology. Volume 9. Oxford: Blackwell Scientific Publication.
Natassa, dkk. 2010. Analisa Vegetasi dengan Metode Kuadran. http://riyantilathyris.wordpress.com. Diakses tanggal 23 Mei 2013.
Riyanti, 2010. Laporan Analisis Vegetasi. http:// riyantilathyris.wordpress.com. Diakses tanggal 23 Mei 2013.
Suyana, Jaka. Sains Tanah, Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi:Studi Keragaan Agroekosistem Untuk Pengembangan Potensi Pertanian di Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah. Vol. 5 No. 2, Juli 2008. Jurusan Ilmu Tanah FP UNS Surakarta (83-99).
Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung. ITB


                                                           

                    V.  PERSAINGAN ANTARA TANAMAN SEJENIS (INTRASPESIFIK)

A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang
            Di alam bebas tumbuhan tumbuhan tidak bersaing satu sama lain dengan cara fisik seperti binatang, tetapi menggunakan pengaruh terhadap lingkungan tempat hidup. Akar suatu tumbuhan dapat lebih kuat dari yang lain dalam pengambilan unsur pada ruang atau tempat tumbuh yang sama. Persaingan tumbuhan ini merupakan suatu cara bagaimana tumbuhan  tersebut berjuang untuk memperoleh kebutuhannya untuk kelangsungan hidupnya dan untuk bertahan hidup. Apabila pertumbuhan salah satu tumbuhan tersebut baik maka tumbuhan tersebut memenangkan persaingan tersebut.
            Teori ekologi menjelaskan bahwa ketergantungan, keterkaitan antar makhluk hidup dan interaksi dengan lingkungan fisik merupakan kunci harmonisasi kehidupan di dalam suatu ekosistem. Didalamnya mengandung pengertian beragam tipe interaksi dan salah diantaranya adalah kompetisi atau persaingan. Dampak dari peristiwa kompetisi adalah makhluk hidup tetap eksis dalam mempertahankan hidup atau menderita dan akhirnya tidak mampu bertahan melanjutkan siklus hidup. Hal inilah yang akan diamati untuk melihat kenyataan bahwa individu tanaman yang bersaing tetap tumbuh dengan baik atau mengalami kemunduran.
2.      Tujuan Praktikum
            Tujuan dari praktikum acara ini adalah untuk mempelajari pengaruh kerapatan tanaman terhadap pertumbuhan sejenis.
B.     Tinjauan Pustaka

              Kompetisi interspesifik dapat menghasilkan penyesuaian keseimbangan oleh dua spesies atau dari satu populasi menggantikan yang lain. Persaingan terjadi bila kedua individu mempunyai kebutuhan sarana pertumbuhan yang sama sedangkan lingkungan tidak menyediakan kebutuhan tersebut dalam jumlah yang cukup. Persaingan ini akan berakibat negatif atau menghambat pertumbuhan individu-individu yang terlibat (Campbell 2002. Kedelai sangat cocok tumbuh di lahan terbuka, yang terdapat di daerah berhawa panas. Di Indonesia, tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1200 m dpl. Suhu optimal bagi pertumbuhan tanaman kedelai antara 250C – 30o C. Curah hujan berkisar antara 150 mm- 200 mm/ bulan, dengan lama penyinaran matahari 12 jam/ hari dan kelembaban rata- rata 65% (Pitojo 2003). 
       Tanaman kedelai dapat di tanam dengan drainase dan aerasi yang baik. Jenis tanah yang sangat cocok untuk menanam kedelai ialah aluvial, regosol, grumosol, latosol, dan andosol. Nilai pH ideal bagi pertumbuhan kedelai dan bakteri rhizobium adalah 6,0 -  6,8. Apabila nilai pH diatas 7,0 maka kedelai akan mengalami klorosis sehingga tanaman menjadi kerdil dan menguning. Sebelum dilakukan kegiatan penanaman, terlebih dulu diberi pupuk dasar. Pupuk dasar yang digunakan berupa TSP sebanyak 75 kg - 200 kg/ha, KCl dengan anjuran petugas wilayah kerja pertanian setempat. (Winarsi 2010). Tanaman kedelai merupakan sumber protein nabati yang sangat penling untuk meningkatkan gizi masyarakat, dengan demikian tanaman ini perlu diusahakan. Produksi kedelai di Indonrsia masih tergolong rendah, ha1 ini disebabkan karena pengolahan tanah yang kurang tepat, pemupukan yang kurang sempurna, kekeringan, serangan hama penyakit dan gulma serta mutu benih yang kurang baik (Syawal 2007).
30% minyak bebas kolesterol, dan sekitar 40% protein yang sama dengan nilai gizi protein hewani di hasilkan oleh kedelai. Minyak kedelai adalah salah satu dari minyak nabati yang paling terkenal, di mana digunakan secara langsung dalam makanan, mencegah tekanan darah dan arteriosclerosis, kedelai juga mengandung vitamin yang penting bagi tubuh. Beberapa negara di dunia ekstrak kedelai diubah menjadi berbagai jenis makanan seperti susu dan keju (Agroudy et. al 2011). Untuk mempertahankan kandungan BO tanah mineral masam, salah satu usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan menambahkan pupuk kandang seperti kotoran sapi.       
C.    Metode Praktikum
1.      Waktu dan Tempat Praktikum
            Praktikum acara persaingan tanaman sejenis (intraspesifik) ini dilaksanakan tanggal 13 April 2013 pada pukul 15.30 – 17.00 bertempat di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
2.      Alat dan Bahan
a.       Alat
1)      Pollybag diameter 30cm
2)      Meteran
3)      Gembor
b.      Bahan
1)      4 benih kedelai
3.      Cara Kerja      
a.       Menyediakan pollybag diameter 60 cm sejumlah satu buah
b.      Mengisi pollybag dengan media campuran tanah dengan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1 hingga penuh.
c.       Memilih benih kedelai yang baik.
d.      Menanam empat buah benih kedelai pada pollybag.
e.       Meletakkan pollybag di Rumah Kaca C
f.       Menyirami tanaman setiap hari sampai tanaman berumur 6 minggu.
g.      Membandingkan pertumbuhan tinggi tanaman pada tiap jenis tanaman yang memiliki kerapatan berbeda
h.      Melakukan pengujian statistik apabila ada pengarug terhadap pertumbuhan tinggi tanaman.
i.        Melakukan penimbangan biomassa pada saat selesai pengamatan dan gambarkan perbedaan biomassa dari beberapa kerapatan tanam tersebut.
D.    Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1.      Hasil Pengamatan
Tabel 5.1 Tinggi Tanaman Kedelai (Gylcine max) dalam pengamatan persaingan tanaman sejenis
 Minggu ke-
Tinggi Tanaman pada (cm)


Kedelai 1
Kedelai 2
Kedelai 3
Kedelai 4

1
3.5
-
-
-

2
21
2
-
-

3
30
7
-
-

4
61.7
13
-
-

5
94.7
24.5
-
-

6
7
107.8
110.3
45
54
-
-
-
-








Sumber : Hasil Pengamatan


Gambar 5.1 Pertumbuhan kedelai dalam pengamatan persaingan sejenis
2.      Pembahasan
            Pada praktikum acara pengamatan persaingan antara tanaman sejenis (intraspesifik) ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat pertumbuhan antara tanaman kedelai 1 dengan tanaman kedelai 2. dimana pada tanaman kedelai 1 pada minggu pertama tinggi tanaman 3.5 cm, minggu kedua 21 cm, minggu ketiga 30 cm, minggu keempat 61.7 cm, minggu kelima 94.7 cm, minggu keenam 107.8 cm, minggu ketujuh 110.3 cm. pada tanaman kedelai 2, minggu pertama tidak tumbuh lalu dilakukan penyulaman, minggu kedua 2 cm, minggu ketiga 7 cm, minggu keempat 13 cm, minggu kelima 24,5 cm, minggu keenam 45 cm dan minggu ketujuh 54 cm. walaupun tanaman kedelai 2 ditanam seminggu setelah tanaman kedelai 1 tumbuh, tapi jika dilihat dalam grafik, terdapat perbedaan pertambahan tinggi yang cukup signifikan, hal ini membuktikan bahwa terdapatnya persaingan dalam memperoleh nutrisi (makanan) oleh kedua tanaman tersebut, dimana tanaman kedelai 1 lebih dominan dalam persaingan ini.
E.     Kesimpulan dan Saran
1.      Kesimpulan
a.       Beberapa tanaman yang ditumbuhkan dalam satu pot (satu media tumbuh) maka tanaman tersebut akan melakukan persaingan dalam perebutan pengambilan unsur hara dari tanah.
b.      Tanaman kedelai 1 lebih dominan dibanding tanaman kedelai 2
2.      Saran
            Praktikan harus lebih teliti lagi dalam mengerjakan kegiatan praktikum ini agar semua tanaman yang menjadi variable dapat tumbuh dan data yang diobservasi menjadi lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA
Campbell, NA. 2002.
Barchia, Muhammad Faiz. 2009. Agroekosistem Tanah Mineral Masam. UGM Press: Yogya
Khalafalla, M. M,. 2006 Efficient production of Transgenic Soybean (Glycine max [L] Merrill) Plants Mediated Via Whisker – Supersonic (WSS) Method. African Journal Of Biotechnology 5(18).

                                    

          VI.  PERSAINGAN ANTARA TANAMAN BERBEDA JENIS (INTRASPESIFIK)

A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang
            Persaingan antar individu terjadi pula pada individu beda jenis. Kondisi ini mengakibatkan pertumbuhan individu yang tidak mampu bersaing mengalami hambatan dan bila tidak ada pengaturan jarak tanam yang sesuai dapat berakibat fatal (dalam artian pertumbuhan tanaman menjadi terhambat). Persaingan antar jenis terjadi karena kebutuhan terhadap unsur hara, air, cahaya yang relatif sama dan terjadi demikian karena tajuk saling meneduhi dan kedua jenis tanaman yang bersaing memiliki system perakaran sejenis.
            Di alam bebas tumbuhan tumbuhan tidak bersaing satu sama lain dengan cara fisik seperti binatang, tetapi menggunakan pengaruh terhadap lingkungan tempat hidup. Akar suatu tumbuhan dapat lebih kuat dari yang lain dalam pengambilan unsur pada ruang atau tempat tumbuh yang sama. Persaingan tumbuhan ini merupakan suatu cara bagaimana tumbuhan  tersebut berjuang untuk memperoleh kebutuhannya untuk kelangsungan hidupnya dan untuk bertahan hidup. Apabila pertumbuhan salah satu tumbuhan tersebut baik maka tumbuhan tersebut memenangkan persaingan tersebut.
2. Tujuan Praktikum
            Tujuan dari praktikum acara ini adalah untuk mempelajari pengaruh kerapatan tanaman terhadap pertumbuhan tanaman yang berbeda jenis.
B.     Tinjauan Pustaka


               Kompetisi adalah interaksi antara dua organisme yang berusaha untuk hal sama. Interaksi kompetisi biasanya interspesifik berpengaruh terhadap pertumbuhan dan proses bertahan hidup oleh dua atau lebih spesies populasi. Interaksi kompetisi biasanya melibatkan ruang lingkup, makanan, nutrisi, cahaya matahari, dan tipe-tipe lain dari interaksi. Kompetisi interspesifik dapat menghasilkan penyesuaian keseimbangan oleh dua spesies atau dari satu populasi menggantikan yang lain. Daun dan akar merupakan bagian yang berperan aktif dalam kompetisi. Akar yang memiliki luas permukaan lebar, daun yang banyak, lebar, dan tersebar di seluruh tubuh tanaman akan meningkatkan kompetisi, akibatnya kompetisi tanaman pun tinggi.
                 Kebutuhan tanaman mengenai unsur hara dan air berbeda maka, tingkat kompetisi tanaman dapat berbeda pada tanaman yang dikombinasi. Perbedaan intensitas kebutuhan zat, perbedaan sistem perakaran (dangkal-dalam) digunakan sebagai dasar diterapkannya sistem tumpang sari. Untuk mendapatkan sistem yang tepat, faktor yang harus diperhatikan yaitu: kombinasi tanaman, penelitian yang telah dilakukan mengenai kombinasi kacang tanah – jagung berproduksi lebih tinggi dari pada kacang tanah – padi (Gunawan et al., 1996).
                 Untuk mempertahankan kandungan BO tanah mineral masam, salah satu usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan menambahkan pupuk kandang seperti kotoran sapi. Varietas tahan merupakan salah satu komponen utama dalam konsep pengendalian hama terpadu, ketahanan tanaman kedelai tidak saja disebabkan faktor biofisik (morfologi) tapi juga faktor biokimia (antibiosis). Tanaman kacang hijau merupakan tanaman C3 yang mempunyai tingkat kejenuhan cahaya lebih rendah disbanding tanaman C4, sehingga tanaman ini mempunyai peluang yang baik untuk dikembangkan pada kondisi intensitas cahaya rendah seperti tumpang sari. Masalah yang selalu dihadapi dalam system tumpang sari adalah adanya persaingan dalam mendapatkan unsur hara, air, ruang tumbuh dan cahaya (Weaver dan Clements 1986).
                 Hasil penelitian pada sistem tumpang sari tanaman pohon dengan kacang hijau, jagung dan pechai, menunjukkan bahwa kacang hijau mempunyai adaptasi lebih baik terhadap penaungan tanaman pohon dibanding dengan jagung dan pechai (Katayama et al., 1998). Menurut sangakkara (1998), persaingan cahaya matahari merupakan salah satu faktor penyebab tingginya penurunan hasil kacang hijau pada sIstem tumpang sari. Usaha untuk mengisi peluang tersebut adalah mengembangkan dan merakit suatu genotip unggul kacang hijau toleran penaungan. Keragaan tanaman kacang hijau dipengaruhi oleh tingkat penaungan, semakin tinggi tingat penaungan, keragaan hasil semakin rendah. Karena berpengaruh ke proses fotokimia juga bentuk dan ukuran tanaman.
C.    Metode Praktikum
1.      Waktu dan Tempat Praktikum
            Praktikum acara persaingan tanaman sejenis (intraspesifik) ini dilaksanakan tanggal 13 April 2013 pada pukul 15.30 – 17.00 bertempat di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
2.      Alat dan Bahan
a.       Alat           :
1)      Pollybag diameter 30cm
2)      Meteran
3)      Gembor
b.      Bahan        :
1)      2 benih kedelai
2)      2 benih kacang hijau
3.      Cara Kerja
a.       Menyediakan pollybag diameter 60 cm sejumlah satu buah
b.      Mengisi pollybag dengan media campuran tanah dengan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1 hingga penuh.
c.       Memilih benih kedelai yang baik.
d.      Menanam dua buah benih kedelai dan dua benih kacang hijau pada pollybag.
e.       Meletakkan pollybag di Rumah Kaca C
f.       Menyirami tanaman setiap hari sampai tanaman berumur 6 minggu.
g.      Membandingkan pertumbuhan tinggi tanaman pada tiap jenis tanaman yang memiliki kerapatan berbeda
h.      Melakukan pengujian statistik apabila ada pengarug terhadap pertumbuhan tinggi tanaman.
i.        Melakukan penimbangan biomassa pada saat selesai pengamatan dan gambarkan perbedaan biomassa dari beberapa kerapatan tanam tersebut.
D.    Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1.      Hasil Pengamatan
Tabel 5.1 Tinggi Tanaman Kedelai (Gylcine max) dalam pengamatan persaingan tanaman sejenis
 Minggu ke-

Tinggi Tanaman (cm)

Kacang Hijau
Jagung


1
21
20


2
32
36


3
45.7
50.4


4
49.6
59.8


5
50.3
81.4


6
60.9
86.3











Sumber : Hasil Pengamatan

Gambar 5.1 Pertumbuhan kedelai dalam pengamatan persaingan berbeda jenis
2.      Pembahasan
            Pada pengamatan praktikum mengenai persaingan antara tanaman berbeda jenis ini terdapat perbedaan pertumbuhan tetapi tidak terlalu signifikan pada praktikum pengamatan persaingan antara tanaman sejenis. Pada tanaman kacang hijau, minggu pertama tinggi tanamannya 21 cm, minggu kedua 32 cm, minggu ketiga 45.7 cm, minggu keempat 49,6 cm, minggu kelima 50,3 cm, dan minggu keenam 60.9 cm. pada tanaman jagung didapat tinggi tanaman pada minggu pertama 20 cm, minggu kedua 36 cm, minggu ketiga 50.4 cm, minggu keempat 59.8 cm, minggu kelima 81.4 cm dan minggu keenam 86.3 cm. perbedaan tinggi tanaman yang tidak terlalu signifikan ini dikarenakan antar tanaman tidak terlalu berebut nutrisi karena kebutuhan masing-masing tanaman akan nutrisi (hara) berbeda-beda baik dalam jumlahnya sehingga antar tanaman dapat tumbuh optimal.
E.     Kesimpulan dan Saran
1.      Kesimpulan
a.       Tanaman jagung lebih dominan dibanding tanaman kacang hijau
b.      Persaingan antar tanaman berbeda jenis tidak terlalu signifikan karena kebutuhan akan nutrisi berbeda jumlahnya sehingga tidak terlalu mengganggu kegiatan pertumbuhan tanaman yang lain.
2.      Saran
            Praktikan seharusnya mempunyai daftar pustaka yang lengkap untuk menunjang kegiatan praktikum agroekologi ini.

DAFTAR PUSTAKA
AVRDC.1992. Study of mechanism of resistance in soybean to beanfly. AVRDC 1991 Progress Report. P 116-119.
Barchia, Muhammad Faiz. 2009. Agroekosistem Tanah Mineral Masam. UGM Press: Yogya
Katayama, K.,L.U.de la Cruz, S. Sakurai, and K Osumi. 1998. Effect of shelter treeson growth and yield of pechai (Brassica Chinen Sis L), Mungbean (Vigna radiate L) and maize (Zea mays L) JAR Q. 32(2). 139-144.
Sangkara, U.R.1988. Mungbean as a component of annual mixed cropping system. PP. 406-411. In. S. Shanmugasundram (ed). Mungbean. Proc. Of  the second Internasional Symposium. Bnagkok,Thailand. 16-60 November 1987. AVDRC. Shanhua, Tainan.
Titik Sundari, Soemartono, Tohari dan W. Mangoendidjojo. Ilmu Pertanian: Keragaan hasil dan toleransi genotip kacang hijau terhadap penaungan. (12-19)

                                                                                                                                  

                                                       VIII.  ANALISIS SUBSISTEM
(SAWAH, TEGAL, TALUN, PEKRANGAN DAN PERKEBUNAN TEH)
A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang
            Agroekosistem secara teoritis dapat dipahami secara teoritis melalui kuliah agroekosistem dan akan terasa lengkap apabila disertai dengan observasi maupun kondisi sesungguhnya dilapangan. Pemahaman di lapangan sangat diperlukan sehingga secara langsung dapat diamati dan dianalisis seluruh aspek yang termuat di dalam agroekosistem. Sebagai suatu sistem tentu melibatkan beberapa komponen atau subsistem dan setiap subsistem dicirikan oleh tingkat kehadiran individu tumbuhan atau tanaman serta makhluk hidup yang lain termasuk unsur lingkungan fisik maupun sosial yang terlibat didalamnya.
Manusia telah mengubah ekosistem alam secara luas sejak mulai mengenal pemukiman. Meraka mengubah hutan dan padang rumput menjadi lahan  untuk mengusahakan tanaman bahan pangan. Kegiatan manusia tersebut dapat menimbulkan beberapa agroekosistem, baik agroekosistem  dengan diversitas rendah (sawah, tegal dan perkebunan) maupun agroekosistem dengan diversitas tinggi (hutan dan talun). Agroekosistem dicirikan dengan tingginya lapis transfer energi dan nutrisi terutama di grazing food chain dengan demikian hemeostatis kecil. Agroekosistem–agroekosistem tersebut sangat tergantung dengan alam, gangguan ilkim, hama dan penyakit.
Analisis perndekatan dengan zona agroekosistem sangat perlu dilakukan. Analisis ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara karateristik biosifik, pengelolaan sumberdaya alam, dan sosial ekonomi yang ada di zone agroekosistem tersebut, serta dampaknya terhadap lingkungan.
2.      Tujuan Praktikum

         Tujuan dari praktikum acara ini adalah sebagai berikut:
a.       Memperkenalkan mahasiswa dengan tipe lahan persawahan untuk kepentingan produksi pertanian
b.      Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang perlunya pengelolaan sawah dengan memperhitungkan kaidah-kaidah lingkungan
c.       Meningkatkan kecerdasan mahasiswa dengan kesadaran dan pikiran logis dari apa yang mereka lihat di lapangan dengan teori dan kajian yang selama ini diperoleh di kelas saat tatap muka.
B.     Tinjauan Pustaka
1.      Subsistem Persawahan
Sawah adalah pertanian yang dilaksanakan di tanah yang basah atau dengan pengairan. Bersawah merupakan cara bertani yang lebih baik daripada cara yang lain, bahkan merupakan cara yang sempurna karena tanah dipersiapkan lebih dahulu, yaitu dengan dibajak, diairi secara teratur, dan dipupuk (Rustiadi 2007). Sawah bukaan baru dapat berasal dari lahan kering yang digenangi atau lahan basah yang dijadikan sawah. Hara N, P, K, Ca, dan Mg merupakan pembatas pertumbuhan dan hasil padi pada lahan sawah bukaan baru. Hara N, P dan K merupakan pembatas pertumbuhan dan hasil padi pada ultisol (Widowati et al., 1997).
 Lahan untuk sawah bukaan baru umumnya mempunyai status kesuburan tanah yang rendah dan sangat rendah. Tanah-tanah di daerah bahan induknya volkan tetapi umumnya volkan tua dengan perkembangan lanjut, oleh sebab itu miskin hara, dengan kejenuhan basa rendah bahkan sangat rendah. Kandungan bahan organik, hara N, P, K dan KTK umumnya rendah (Suharta dan Sukardi 1994). Tanah yang baik untuk areal persawahan ialah tanah yang memberikan kondisi tumbuh tanaman padi. Kondisi yang baik untuk perumbuhan tanaman padi sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu posisi topografi yang berkaitan dengan kondisi hidrologi, porositas tanah yang rendah dan tingkat kemasaman tanah yang netral, sumber air alam, serta kanopinas modifikasi sistem alam oleh kegiatan manusia (Hanafiah 2005).
Lapangan produksi ada bermacam – macam antara lain adalah lahan terbuka yang terdiri dari beberapa sub rgani anatara lain sawah, tegalan, kebun buah, kebun sayur. Sawah sendiri terdiri dari beberapa macam, antara lain adalahsawah berpengairan teknis, setengah teknis dan tadah hujan. Perbedaan antara sawah dan tegalan adalah; di lokasi sawah, terdapat pematang namun pada tegalan tidak ditemukan pematang (Supriyono 2002). Padi sawah tidak hanya memberikan respon yang lebih baik pada kondisi aerob dibandingkan dengan anaerob, namun sekaligus pada kondisi aerob dapat meningkatkan produktivitasnya. Pemberian bahan organik, khususnya dari kotoran sapi ke lahan sawah sebaiknya pada kondisi aerob (tidak tergenang). Teknik budidaya padi sawah secara aerobik di samping meningkatkan produktivitasnya, sekaligus meningkatkan efisiensi penggunaan air dan produktivitas air (Sumardi 2007).
2.      Subsistem Tegal
Tegal adalah suatu lahan yang kering tanpa adanya pengairan. Pertanian tegalan adalah cara bertani yang secara tetap tanpa pengairan. Pertanian tegalan dikerjakan secara tetap dan intensif dengan bermacam-macam tanaman secara bergantian antara palawija (seperti jagung, kacang tanah, ketela pohon) dan padi gogorancah. (Pratiwi 2004). Untuk menyuburkannya, biasanya tanah ditanami orok-orok (Crotalaria striata) sebagai pupuk hijau. Selain untuk tanaman pangan, di sekitar terdapat bermacam-macam pohon besar seperti pohon mahoni, pohon akasia, pohon johar, pohon sengon, pohon mangga, pohon petai, petai cina, jambu air, dll). Sehingga subsistem tegalan memiliki diversitas/keanekaragaman tinggi (Anonim 2005).
Hampir sama dengan subsistem tegal. Perbedaan antara tegal dan talun hanya pada luasnya saja. Pekarangan itu sendiri adalah bentuk pertanian dengan memanfaatkan pekarangan halaman sekitar rumah. Biasanya lahan pertanian pekarangan diberi batas/pagar. Jenis tanaman yang diusahakan pada lahan ini antara lain jagung, kedelai, kacang tanah, sayur-sayuran, kelapa dan buah-buahan. Cara bertanam saja hanya memanfaatkan lahan yang ada di sekitar rumah (biasanya dimiliki oleh penduduk desa). Namun memiliki tanaman yang jenis keanekaragaman tinggi (Anonim 2009). Perbedaan antara sawah dan tegalan adalah di lahan sawah terdapat pematang, tapi di tegalan tidak ditemukan (Supriyono 2002).
Tegalan letaknya terpisah dengan halaman sekitar rumah. Tegalan sangat tergantung pada turunnya air hujan. Tegalan biasanya diusahakan pada  daerah yang belum  mengenal sistem irigasi atau daerah yang tidak memungkinkan dibangun saluran irigasi. Permukaan tanah tegalan tidak selalu datar. Pada musim kemarau keadaan tanahnya terlalu kering sehingga tidak ditanami (Anonim 2009).
Pola tanam yang diterapkan dilahan tegal adalah sistem campuran lahan kering , sehingga sumber air hanya dari hujan saja. Sistem tanamanya streep croping untuk efesiensi konversi energi dan pola tanam antara tanaman yang satu dengan tanaman yang lain sama umur. Pengolahan tanah agar tidak terjadi erosi maka dibuat terasering (Anonim 2009).
3.      Subsistem Talun
           Talun adalah salah satu sistem agroforestry yang khas, ditanami dengan campuran tanaman tahunan/kayu dan tanaman musiman, dimana strukturnya menyerupai hutan, secara umum ditemui di luar pemukiman dan hanya sedikit yang berada di dalam pemukiman (Yanto 2008). Pada ekosistem talun biasanya berupa lahan pekarangan yang berdekatan dengan tempat tinggal petani dan jenis tanamannya antara lain pohon karet, aren, langsat, kelapa, kopi, kakao, melinjo, singkong, bayam, kacang panjang, dll (Anonim 2009).
Secara garis besar, talun dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu talun permanen dan talun tidak permanen (talun-kebun). Pada talun permanen, tidak ditemukan adanya pergiliran tanaman dan pohon-pohonnya rapat dengan kanopi menutupi area, sehingga cahaya yang tembus sedikit dan hanya sedikit tanaman toleran yang ditanam. Pada talun yang pohonnya jarang, cahya bisa banyak tembus, sehingga tanaman musiman tumbuh dan dapat ditemukan ditemuakan, talun seperti itu disebut juga “Kebun Campuran”. Pada talun tidak permanen, ditemukan adanya pergiliran tanaman, biasanya terdiri dari tiga fase, yaitu kebun, kebun campuran, dan talun (Widagda 2000).
Mendefinisikan talun sebagai sistem tradisional yang mempunyai aneka fungsi selain fungsi produksi, dimana dalam sistem ini terdapat kombinasi tanaman pertanian semusim dengan pepohonan. Talun umumnya mempunyai batas-batas kepemilikan yang jelas dan ditemukan di sekitar daerah pemukiman  (Widagda 2000). Talun dari sudut komposisi dan pola struktur vegetasi, banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor biofisik dan sosial ekonomi, baik secara lokal maupun daerah. Biasanya talun ditanami tanaman rumahan (yang diperlukan untuk memasak dan kebutuhan sendiri sehari-hari) seperti sayur (cabai, terong, bayam), buah-buahan (mangga, jambu biji, jambu air, sawo, rambutan), tanaman apotek hidup (jahe, kencur, kunci, temulawak, lengkuas, kunyit) dan bunga-bunga (Parikesit 2001)
Berbeda dengan tegal, talun lebih sempit dikarenakan lahan keringnya hanya pada pekarangan di sekitar rumah (biasanya dimiliki oleh penduduk pedesaan yang masih memiliki pekarangan yang cukup luas). Cara bertaninya hanya memanfaatkan kebun atau pekarangan yang ada di sekeliling rumah (Anonim 2006).
4.      Subsistem Pekarangan
Pekarangan adalah areal tanah yang biasanya berdekatan dengan sebuah bangunan. Tanah ini dapat diplester, dipakai untuk berkebun, ditanami bunga atau terkadang memiliki kolam. Pekarangan bisa berada di depan, di belakang, disamping sebuah bangunan, tergantung besar sisa tanah yang tersedia setelah dipakai untuk bangunan utamanya (Anonim 2009). Lahan pekarangan beserta isinya merupakan satu kesatuan kehidupan yang saling menguntungkan. Sebagian dari tanaman dimanfaatkan untuk pakan ternak, dan sebagian lagi untuk manusia, sedangkan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk kandang untuk menyuburkan tanah pekarnagn. Dengan demikian, hubungan antara tanah, tanaman, hewan piaraan, ikan dan manusia sebagai unit-unit di pekaranagn merupakan satu kesatuan terpadu (Pratiwi 2004).
Pekarangan adalah sebidang tanah yang terletak di sekitar rumah dan umumnya berpagar keliling. Di atas lahan pekarangan tumbuh berbagai ragam tanaman. Bentuk dan pola tanaman pekarangan tidak dapat disamakan, bergantung pada luas tanah, tinggi tempat, iklim, jarak dari kota, jenis tanaman. Pada lahan pekarangan tersebut biasanya dipelihara ikan dalam kolom , dan hewan piaraaan seperti ayam, itik, kambing, domba, kelinci, sapi dan kerbau. Keragaman tumbuhan dan bintang piaraan inilah yang menciptakan pelestarian lingkungan hidup pada pekarangan (Lunda 1994).
Sistem agroforestri kompleks, merupakan suatu sistem pertanian menetap yang berisi banyak jenis tanaman (berbasis pohon) yang ditanam dan dirawat dengan pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan. Di dalam sistem ini tercakup beraneka jenis komponen seperti pepohonan, perdu, tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah banyak. Kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun hutan sekunder. Sistem agroforestri kompleks dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Pekarangan berbasis pepohonan
b. Agroforesty kompleks (Van Noordwijk et al., 1995).
               Kecenderungan kembali ke alam telah melanda dunia. Hampir semua orang mengalami kejenuhan mengonsumsi pestisida kimiawi yang ternyata memang bisa menimbulkan aneka penyakit. Karenanya, kini mulai marak dilakukan penanaman sayuran secara organik. Oleh karena itu, diperlukan tata cara menanam, merawat, dan memanen sayuran organik di pekarangan rumah dengan cara yang benar (Endro 2009). Saat ini sudah sangat jarang rumah yang memiliki pekarangan yang luas. Namun, hal itu tidak berarti tidak bisa memanfaatkan pekarangan rumah kita yang sempit. Oleh karena itu, diperlukan cara memilih tanaman yang bermafaat untuk mengisi pekarangan, baik lahannya luas atau sempit. Adanya tanaman pekarangan yang dipilih akan membuat halaman rumah menjadi lebih sejuk dan menyenangkan untuk dipandang mata (Eman, 2009).
5.      Subsistem Perkebunan Teh
           Subsistem perkebunan berupa lahan luas yang hanya terdapat satu komoditas pertanian yang diusahakan dan permanen. System perkebunan perlu diutamakan tata rumah tangga yang sedikit atau sama sekali tertutup dimana di dalamnya terdapat suatu satuan unit tanah yang luas. Tanaman yang diusahakan biasanya kelapa sawit, karet, teh, kopi,dll (Beukering, 1981). Tanaman Teh (Camellian sp) merupakan tumbuhan berdaun hijau yang termasuk dalam keluarga Camellia yang berasal dari Cina, Tibet, dan India bagian Utara. Ada dua varietas utama tanaman the, varietas berdaun kecil, dikenal sebagai Camellia sinensis, yang tumbuh dengan baik di daerah pegunungan tunggi berhawa dingin di Cina tengah dan Jepang. Varietas berdaun lebar, dikenal sebagai Camellia assamica, yang tumbuh paling baik di daerah beriklim tropis yang lembab, di India bagian utara dan Szechuan dan propinsi Yunnan di Cina. Tanaman teh mempunyai daun berwarna hijau gelap, mengkilap, berukuran kecil, dan berbunga putih. Penanaman Tanaman teh terutama tumbuh di daerah tropis, memerlukan curah hujan hingga 1000-1250 mm per tahun, dengan temperature ideal antara 10 hingga 30 derajat celcius. Tanaman teh tumbuh pada permukaan laut hingga 2400 meter. Pohon teh mampu menghasilkan teh yang bagus selama 50-70 tahun, namun setelah 50 tahun hasil produksinya menurun. Pada saat tersebut pohon yang sudah tua sudah saatnya digantikan dengan pohon yang masih muda yang telah ditumbuhkan di perkebunan untuk pembiakan tanaman muda.
           Perkebunan merupakan usaha penanaman tumbuhan secara teratur sesuai dengan ilmu pertanian dan mengutamakan tanaman perdagangan. Perkebunan penting bagi bahan ekspor dan bahan industri. Jenis-jenis tanaman perkebunan khususnya di Indonesia antara lain karet, kelapa sawit, kopi, teh, tembakau, tebu, kelapa, cokelat, kina, kapas, cengkih (Soerjani 2007). Pada sistem pengairan, pertanian lahan kering, kondisi topogragfi memegang peranan cukup penting dalam penyediaan air, serta menentukan cara dan fasilitas pengairan. Sumber – sumber air biasanya berada pada bagian yang paling rendah, sehingga air perlu dinaikkan terlebih dahulu agar pendistribusiannya merata dengan baik. Oleh karena itu, pengairan pada lahan kering dapat berhasil dan efektif pada wilayah yang datar datar – berombak (Kurnia 2004).
           Perkebunan mempunyai kedudukan yang penting di dalam pengembangan pertanian baik pada tingkat nasional maupun regional. Perkembangan kegiatan perkebunan di Provinsi Riau menujukkan trend yang semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari semakin luasnya lahan perkebunan dan meningkatnya produksi rata-rata pertahun, dengan komoditas utama kelapa sawit, kelapa, karet, kakao dan tanaman lainnya. Peluang pengembangan tanaman perkebunan semakin memberikan harapan, hal ini berkaitan dengan semakin kuatnya dukungan pemerintah terhadap usaha perkebunan rakyat, tumbuhnya berbagai industri yang membutuhkan bahan baku dari produk perkebunan dan semakin luasnya pangsa pasar produk perkebunan (Anonim 2009).
           Sistem perkebunan, baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar yang dulu milik swasta asing dan sekarang kebanyakan perusahaan negara, berkembang karena kebutuhan tanaman ekspor. Dimulai dengan bahan-bahan ekspor seperti karet, kopi, teh, dan coklat yang merupakan hasil utama, sampai sekarang sistem perkebunan berkembang dengan manajemen yang industri pertanian (Anonim 2005). Subsistem perkebunan berupa lahan luas yang hanya terdapat satu komoditas pertanian yang diusahakan dan permanen. Sistem perkebunan perlu diutamakan tata rumah tangga yang sedikit atau sama sekali tertutup dimana di dalamnya terdapat suatu satuan unit tanah yang luas. Tanaman yang diusahakan biasanya kelapa sawit, karet, teh, kopi,dll (Faris 2007).
           Perkebunan merupakan usaha penanaman tumbuhan secara teratur sesuai dengan ilmu pertanian dan mengutamakan tanaman perdagangan. Perkebunan penting bagi bahan ekspor dan bahan industri. Jenis tanaman perkebunan khususnya di Indonesia antara lain karet, kelapa sawit, kopi, teh, tembakau, tebu, kelapa, cokelat, kina, kapas, cengkih (Soerjani 2007). Perkebunan mempunyai kedudukan yang penting di dalam pengembangan pertanian baik pada tingkat nasional maupun regional. Perkembangan kegiatan perkebunan di Provinsi Riau menujukkan trend yang semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari semakin luasnya lahan perkebunan dan meningkatnya produksi rata-rata pertahun, dengan komoditas utama kelapa sawit, kelapa, karet, kakao dan tanaman lainnya. Peluang pengembangan tanaman perkebunan semakin memberikan harapan, hal ini berkaitan dengan semakin kuatnya dukungan pemerintah terhadap usaha perkebunan rakyat, tumbuhnya berbagai industri yang membutuhkan bahan baku dari produk perkebunan dan semakin luasnya pangsa pasar produk perkebunan (Anonim 2009).
Praktek agrikultur dengan intensitas rendah seperti perladangan berpindah, pekarangan tradisional, talun, rotasi lahan, menyisakan banyak proses ekosistem alami dan komposisi tumbuhan, hewan dan mikroorganisme. Sistem dengan intensitas tinggi, termasuk perkebunan modern yang seragam dan peternakan besar, mungkin merubah ekosistem secara keseluruhan sehingga sedikit sekali biota dan keistimewaan bentang alam sebelumnya yang tersisa (Karyono 2000).
C.    Metode Praktikum
1.      Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Analisis beberapa Tipe Agroekosistem ini diadakan pada hari Minggu, tanggal 05 Mei 2013 dengan 5 subsistem, yaitu :
a.       Sub sistem Sawah diadakan di Dusun Pompongan, Desa Bejen, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Karanganyar.
b.      Sub sistem Pekarangan diadakan di Desa Pompongan, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Karanganyar.
c.       Sub sistem Tegal diadakan di Desa Puntuk Rejo Dusun Ngerantin, Kecamatan Ngargoyoso.
d.      Sub sistem Talun diadakan di Desa , Kecamatan , Kabupaten Karanganyar.
e.       Sub sistem Perkebunan Teh di Dusun Ulono Kecamatan Kemuning, Kabupaten Kemuning, Karanganyar.
2.      Alat dan Bahan
a.       Alat
1)      Kamera digital
2)      Meteran
3)      pH meter
4)      Klinometer
5)      Hygrometer
6)      Lightmeter
b.      Bahan
1)      Berbagai jenis vegetasi, yaitu vegetasi sawah, vegetasi talun, vegetasi kebun, vegetasi pekarangan dan vegetasi tegal.
3.      Cara Kerja
a.       Menentukan Lokasi Pengamatan.
b.      Melakukan pengamatan dan pengukuran tehadap kelembaban tanah, kelembaban udara, Ph tanah, intensitas cahaya dan suhu udara.
c.       Menentukan denah pola tanam dan cara pengelolaan lahan.
D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1. Subsistem Sawah
a.       Hasil Pengamatan
Tabel 7.1 Hasil pengamatan analisis subsistem sawah
No.
Deskripsi
Keterangan
1.
Alamat
Pongpongan kecamatan Karanganyar
2.
Kemiringan lereng
3% (hampir datar)
3.
Luas
1 petak =  1/3 ha
4.
Longitude
110o  59’ 10,4” BT
5.
Latitude
07°36’ 35,4” LS
6.
Letak dan tinggi tempat
254 mdpl
7.
Kelembaban Tanah
10 %
8.
Kelembaban udara
45 %
9.
pH
7
10
Intensitas cahaya
      Lux
11.
Pola tanaman
Monokultur
12.
Input
a.       Pupuk       : Urea, ZA, SP-36, Phonska
b.      Bibit padi : IR64   
c.       Pestisida   : Perselot dan   walang, RIDcrop
d.      Irigasi seminggu sekali
12.
Output
Gabah dan jerami (untuk kompos dan pakan ternak)
13
14.
15.
16.



17.
Pengolahan tanah
Hara
Jarak tanam
Batas-batas



Vegetasi
Menggunakan traktor
Terbuka
26-25 cm
Utara   : Jalan Raya
Barat   : Bejen
Timur   : Rumah Makan
Selatan            : Perumahan
Padi, Pohon Jati
Sumber: Laporan Sementara


b.      Pembahasan
      Pada subsistem sawah yang telah diteliti pada daerah Karanganyar. Diperoleh letak astronomis 110059’10,4” BT 07036’35,4” LS. Ketinggian tempat adalah 254 meter m dpl dengan kemiringan lahan 7 %. Topografinya datar, pH tanah sekitar 7 dengan kelembaban tanah 10% dan kelembapan udara 45%. Luas daerah sekitar 3 hektar. Intensitas cahaya sekitar  lux. Pola tanam pada sawah (tampak pada gambar 7.1) secara monokultur. Jenis tanaman yang diusahakannya yaitu padi jenis IR 64. Tanah dikelola menggunakan peralatan-peralatan seperti cangkul, traktor, sabit. Input tanaman berasal dari berbagai macam. Pupuk berasal dari urea, ZA, phonska dan pupuk organik. Pengairan menggunakan sistem irigasi yang bersumber dari mata air sungai dan waduk serta pengairan ini juga mengandalkan curah hujan. Benih berasal dari hasil panen sebelumnya yang disemai dan diseleksi terlebih dahulu. Penggunaan pupuk anorganik lebih dominan jika dibandingkan dengan pupuk organiknya. Sehingga tanah di daerah ini semakin rawan terkena hama penyakit.
      Output padi di panen sekitar 3 kali dalam setahun. Hasil yang diperoleh dari sawah tersebutt mencapai kurang lebih 2,680 ton/ha dalam bentuk gabah. Sisa tanamannya digunakan masyarakat untuk pakan ternak dan untuk pupuk kompos. Meskipun begitu, sawah tersebut mempunyai siklus hara terbuka karena memiliki jumlah kehilangan hara yang besar.
2.      Subsistem Tegal
a.       Hasil Pengamatan
Tabel 7.2. Hasil pengamatan analisis subsistem tegal
No.
Deskripsi
Keterangan
1.
Alamat
Desa Puntuk Rejo, Dusun Ngranten, kec Ngargoyoso
2.
Kemiringan lereng
% (hampir datar)
3.
Luas
  m2
4.
Longitude
111o  06’ 43,7” BT
5.
Latitude
07°37’ 15,0” LS
6.
Letak dan tinggi tempat
883 mdpl
7.
Kelembaban Tanah
30 %
8.
Kelembaban udara
42 %
9.
pH
7
10
Intensitas cahaya
16.770 lux
11.
Pola tanaman
Tidak teratur
12.
Input
a.       Pupuk                   : kandang (organik) dan Urea
b.      Fungisida : Curacron dan dithane
12.
Output
a.       Hasil : Buah dan umbi
b.      Sisa tanaman : Daun yang jatuh
13
14.
15.
16.



17.
Pengolahan tanah
Hara
Jarak tanam
Batas-batas



Vegetasi
Cangkul
Terbuka
Tergantung tanaman
Utara               : Djrogo
Barat               : Djorogo
Timur               : Gantengan
Selatan                        :  Ngeranten
seledri, cabai, wortel, buncis, dan ketela rambat.
Sumber : laporan sementara.

b.      Pembahasan
      Lokasi pengamatan tegal dilakukan di salah satu desa yang bernama desa Puntuk Rejo, Dusun Ngeranten, Kecamatan  Karanganyar. Tegal hampir sama dengan pekarangan  namun letaknya jauh dari rumah penduduk. Lahan ini berada pada ketinggian 875 m dpl serta memiliki letak geografis  111o06’43,7 BT dan 7° 37’15,0’LS. Memliki pH 7 dengan kemiringan..%. Lahan ini juga memiliki kelembapan udara dan tanah masing-masing 60% dan 30%. Suhu udara 30o serta intensitas cahaya adalah 16770 lux.
      Perbedaan tegal dan pekarangan selain dari jaraknya dari rumah pemiliknya juga terletak pada pemanfaatan output. Pada tegal hasilnya dijual, karena pada umumnya tegal lebih luas daripada pekarangan. Sedangkan pada pekarangan hasilnya lebih variatif dan digunakan untuk kebutuhan sehari – hari. Tanaman yang dibudidaya di tegal biasanya merupakan tanaman musiman dan di tanam secara tumpang sari agar lebih meningkatkan hasil produktivitas. Perawatannya terdapat penggemburan tanah dengan cangkul, pemetakan jarak tanaman yang teratur dan rapi, pemberian pupuk dan pestisida yang rutin dan sesuai dosis. Jika panen tiba, biasanya para tengkulak datang ke tempat panen untuk membeli atau petaninya membawa hasil panennya ke pasar atau tempat pengepul setempat.
3.      Subsistem Talun
a.       Hasil Pengamatan
Tabel 7.3 Hasil pengamatan analisis subsistem talun
No.
Deskripsi
Keterangan
1.
Alamat
Ds. Ngipikmbangsari, Karangpandan
2.
Kemiringan lereng
  % (miring)
3.
Luas
  m2
4.
Longitude
111o  01’ 16,11” BT
5.
Latitude
07°37’ 08,4” LS
6.
Letak dan tinggi tempat
340 mdpl
7.
Kelembaban Tanah
20 %
8.
Kelembaban udara
40 %
9.
pH
6,3
10
Intensitas cahaya
5600 lux
11.
Pola tanaman
Tidak teratur
12.
Input
a.       Pupuk : kandang
12.
Output
a.       Hasil : Buah, umbi, rumput,
b.      Sisa tanaman : Daun yang jatuh, sisa kayu
13
14.
15.
16.



17.
Pengolahan tanah
Hara
Jarak tanam
Batas-batas



Vegetasi
Cangkul
Tertutup
Tidak teratur
Utara   : selarejo
Barat   : Tempel
Timur   : Ndegok
Selatan            :  Lemah bang
sengon, mangga, pisang, jati, rumput, asem, mahoni, ketela pohon, dan melinjo.
Sumber : laporan sementara.

b.      Pembahasan
      Pengamatan subsistem talun dilaksanakan di Desa Ngipikbangsari, Kecamatan Karanganyar. Berdasarkan keterangan hasil pengukuran dari GPS, diketahui bahwa lokasi pengamatan berada pada ketinggian 370 mdpl, serta memiliki letak geografis yang berada pada 111o 01’16,1’ BT dan 7° 37’08,4’ LS. Talun ini mempunyai tingkat kemiringan   %. Selain hal tersebut, dari hasil pengukuran intensitas cahaya diketahui untuk tempat ternaungi intensitas cahayanya sebesar 5600 lux.
      Tanaman yang terdapat di talun ini adalah asem melinjo, dan palawija seperti ketela pohon. Jarak tanam yang diterapkan cukup teratur meskipun agak tidak rapi. Input yang diberikan kepada talun berupa pupuk organik. Pupuk organik berasal dari daun yang rontok yang dibiarkan begitu saja sehingga bisa menjadi pupuk bagi tanaman, sedangkan hijauan dari tanaman waru digunakan sebagai pakan ternak yang kemudian kotoran hewan tersebut digunakan sebagai pupuk. Sehingga yang terjadi adalah daur siklik karena hasil yang ditanam pada akhirnya juga dikembalikan lagi ke tanah yang sama. Output yang dihasilkan dari lahan berupa pisang, mangga,  ketela pohon atau singkong. Komoditi pada sengon dapat menghasilkan kayu yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Begitu pula dengan mangga yang dapat digunakan untuk kayu bakar.
4.      Subsistem Pekarangan
a.       Hasil Pengamatan
Tabel. 7.4. Hasil pengamatan analisis subsistem pekarangan
No.
Deskripsi
Keterangan
1.
Alamat
Desa Pongpongan, Kecamatan Karanganyar
2.
Kemiringan lereng
   % (agak miring)
3.
Luas
   Ha
4.
Longitude
111o  01’ 16,9” BT
5.
Latitude
07°37’ 08,4” LS
6.
Letak dan tinggi tempat
370 mdpl
7.
Kelembaban Tanah
20 %
8.
Kelembaban udara
40 %
9.
pH
6,5
10
Intensitas cahaya
76.800 lux
11.
Pola tanaman
Polikultur, Tumpang sari
12.
Input
Pupuk  TSP
12.
Output
Hasil : ketela rambat, buah naga, dan mangga
13
14.
15.
16.



17.
Pengolahan tanah
Hara
Jarak tanam
Batas-batas



Vegetasi
Tidak Intensif
Tertutup
20 x 20 cm
Utara   : pekarangan
Barat   : rumah
Timur   : rumah
Selatan            :  rumah
Tanaman buah naga, ketela rambat, pohon mangga.
Sumber: Laporan Sementara

b.      Pembahasan
      Pengamatan subsistem pekarangan dilaksanakan di Desa Pongpongan, Kecamatan Karanganyar. Berdasarkan keterangan hasil pengukuran dari GPS, diketahui bahwa lokasi pengamatan berada pada ketinggian 370 mdpl, serta memiliki letak geografis yang berada pada 111o 01’16,9’ BT dan 7° 37’08,4’ LS. Talun ini mempunyai tingkat kemiringan  %. Selain hal tersebut, dari hasil pengukuran intensitas cahaya diketahui untuk tempat ternaungi intensitas cahayanya sebesar 76.800 lux.
      Pada pekarangan, tanaman yang dibudidayakan biasanya yang mengandung manfaat, baik dari segi keindahan, untuk konsumsi sampai untuk obat. Pada praktikum kali ini, tanaman yang dibudidayakan di pekarangan berupa tanaman buah naga, mangga dan ketela rambat, dimana ditanam secara tumpang sari. Pemeliharaannya pun tidak seintensif pada subsistem sawah, hanya cukup disiram setiap pagi dan sore, jika diperlukan dapat diberi pupuk (biasanya diberikan saat tanaman tampak tidak sehat).
5.      Subsistem Perkebunan Teh
a.       Hasil Pengamatan
Tabel. 7.5 Hasil pengamatan analisis subsistem perkebunan teh
No.
Deskripsi
Keterangan
1.
Alamat
Kemuning, Ngargoyoso, Karanganyar
2.
Kemiringan lereng
16% (agak miring)
3.
Luas
1 ha
4.
Longitude
111o  07’ 28,6” BT
5.
Latitude
07°36’ 07,3” LS
6.
Letak dan tinggi tempat
944 mdpl
7.
Kelembaban Tanah
25 %
8.
Kelembaban udara
54 %
9.
pH
7
10
Intensitas cahaya
13.300 lux
11.
Pola tanaman
Monokultur
12.
Input
Pupuk  kimia  
12.
Output
Hasil : daun teh
13
14.
15.
16.



17.
Pengolahan tanah
Hara
Jarak tanam
Batas-batas



Vegetasi
Tidak Intensif
Tertutup
50 x 50 cm
Utara   : perumahan
Barat   : kebun teh
Timur   : kebun teh
Selatan            :  perumahan
Tanaman teh 
Sumber: Laporan Sementara

b.      Pembahasan
      Area perkebunan teh yang terletak di kebun teh Kemuning, Karanganyar berada pada posisi 111o  07’ 28,6” BT dan 07°36’ 07,3” LS . Ketinggian tempatnya 944 m dpl dengan kemiringan 7%. pH tanah 7 dan kelembaban tanah dan udara adalah 25% dan 54%. Suhu rata-rata 290C. Pola tanamnya monokultur, jarak tanamnya teratur 50 x 50 cm. Input di lahan perkebunan ini adalah pemupukan yang dilakukan 2 kali setahun pada awal dan akhir musim hujan dengan dosis menurut balai penelitian. Pemberantasan hama menggunakan obat-obatan pestisida. Sedangkan Outputnya adalah daun teh. Daun teh  yang dihasilkan sebelum di jual atau dimanfaatkan menjadi teh harus di keringkan sampai batas tertentu, setelah itu baru diolah menjadi teh yang biasa dikonsumsi. Berdasarkan rantai makanan (siklus hara) subsistem perkebunan tergolong siklus siklik atau tertutup, karena tanah dibiarkan tidak diolah secara teknis, pupuk dari seresah pohon-pohon besar yang terdekomposisi menjadi bahan organik.
      Pengolahan dan pengeringan tanah dilakukan secara berkala. Pengolahan tanah bertujuan untuk menggemburkan tanah sedangkan pengeringan tanah bertujuan untuk membunuh/mengurangi jasad renik yang ada pada tanah. Pola tanamnya monokultur sehingga diversitasnya rendah mengakibatkan stabilitas juga rendah. Karena rentan terhadap gangguan hama dan penyakit maka perlu tambahan input berupa pestisida.
E.     Kesimpulan dan Saran
1.      Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum Analisis Subsistem Persawahan dapat disimpulkan bahwa :
a.       Tiap subsistem mempunyai cara tersendiri dalam pengolahan lahan dan memiliki siklus hara tersendiri pula.
b.      Pada subsistem sawah, tanah dikelola menggunakan peralatan-peralatan seperti cangkul, traktor, sabit. Input tanaman berasal dari berbagai macam. Pupuk berasal dari urea, ZA, phonska dan pupuk organik. Pengairan menggunakan sistem irigasi yang bersumber dari mata air sungai dan waduk serta pengairan ini juga mengandalkan curah hujan. Benih berasal dari hasil panen sebelumnya yang disemai dan diseleksi terlebih dahulu.
c.       Talun merupakan gabungan dari tegal dan pekarangan, jarak tanam yang diterapkan cukup teratur meskipun agak tidak rapi. Input yang diberikan kepada talun berupa pupuk organik. Pupuk organik berasal dari daun yang rontok yang dibiarkan begitu saja sehingga bisa menjadi pupuk bagi tanaman, sedangkan hijauan dari tanaman waru digunakan sebagai pakan ternak yang kemudian kotoran hewan tersebut digunakan sebagai pupuk. Sehingga yang terjadi adalah daur siklik karena hasil yang ditanam pada akhirnya juga dikembalikan lagi ke tanah yang sama.
d.      Talun banyak ditanami tanaman musiman dan tahunan yang kayunya dapat dimanfaatkan untuk bahan bangunan maupun untuk kayu bakar.
e.       Tegal banyak ditanami tanaman holtikultura, pada tegal hasilnya dijual, karena pada umumnya tegal lebih luas daripada pekarangan. Sedangkan pada pekarangan hasilnya lebih variatif dan digunakan untuk kebutuhan sehari – hari. Tanaman yang dibudidaya di tegal biasanya merupakan tanaman musiman dan di tanam secara tumpang sari agar lebih meningkatkan hasil produktivitas.
f.       Pada pekarangan, tanaman yang dibudidayakan biasanya yang mengandung manfaat, baik dari segi keindahan, untuk konsumsi sampai untuk obat. Pada praktikum kali ini, tanaman yang dibudidayakan di pekarangan berupa tanaman buah naga, mangga dan ketela rambat, dimana ditanam secara tumpang sari. Pemeliharaannya pun tidak seintensif pada subsistem sawah, hanya cukup disiram setiap pagi dan sore, jika diperlukan dapat diberi pupuk (biasanya diberikan saat tanaman tampak tidak sehat).
g.      Berdasarkan rantai makanan (siklus hara) subsistem perkebunan tergolong siklus siklik atau tertutup.
h.      Perkebunan memiliki diversitas rendah karena penerapan monokultur, pengolahan dan pengeringan tanah dilakukan secara berkala. Pengolahan tanah bertujuan untuk menggemburkan tanah sedangkan pengeringan tanah bertujuan untuk membunuh/mengurangi jasad renik yang ada pada tanah. Pola tanamnya monokultur sehingga diversitasnya rendah mengakibatkan stabilitas juga rendah. Karena rentan terhadap gangguan hama dan penyakit maka perlu tambahan input berupa pestisida.
2.      Saran
            Saran untuk Praktikum Analisis Subsistem ini adalah kepada praktikan agar serius dalam mengikuti rangkaian praktikum dan Co.ass lebih memperjelas setiap penjelasan tentang subsistem.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Sumber Daya Lahan Pertanian. Jurnal Agrosains 1(1) : 66-67. Balitbang. Bogor.
Anonim. 2009. Pentingnya Perkebunan di Indonesia. www.indonesia.go.id. Diakses pada tanggal 3 Mei 2013
Barchia, Faris. 2007. Subsistem dan Pengaruh. IKIP Semarang : Semarang Press
Anonim,2009. Subsistem. www.pustaka-deptan.go.id. Diakses pada tanggal 3 Mei  2013.
Beukering. 1981. Keragaman dan Analisis Pengkajian Sistem Usaha Tani   Berbasis Padi di Kabupaten Lamongan. Jurnal Teknologi dan Informasi. 3(1): 43-47.
Lunda.1994.    Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pekarangan Untuk Warung Hidup Di Desa Girigondo Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo. Semarang:Universitas Diponegoro.
Hanafiah. 2005. Tanah Sawah.  http://repository.usu.ac.id. Diakses pada tanggal  02 Mei 2013.
Karyono, 2000. Menejemen Agroekosistem. http://www.foxitsoftware.com. Diakses pada tanggal 3 Mei 2013.
Kurnia, 2004. Lahan Kering. http://repository.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 3 Mei 2013
Kurnia, Undang. 2004. Prospek Pengairan Pertanian  Tanaman Semusim Lahan Kering. Balai Penelitian  Tanah.  Bogor.  Jurnal  Litbang Pertanian
Michon, G. and H. de Foresta. 1999. Agro-forests: incorporating a forest vision in agroforestry. CRC Press, Lewis Publishers: 381-406.
Noordwijk,van et al.1995. Sistem Agroforesty. http://www.worldagroforestry.org. Diakses pada tanggal 3 Mei 2013.

Pratiwi, D.A (dkk). 2004. Biologi SMA. Erlangga. Jakarta.

Rustiadi. 2007. Tanah Pekarangan. www. acehforum.ac.id. Diakses pada tanggal  02 Mei 2013.
Setiawan, Arie. 2011. Laporan penelitian kebun teh. http://www.slideshare.net. Diakses pada tanggal 3 Mei 2013. 
Soerjani. 2007. Lingkungan Hidup. Jakarta:Universitas Indonesia Press
Suharta, N, Alkasuma, dan H. Suhendra. 1994. Karakteristik tanah dan penyebarannya di daerah irigasi Air Kasie II, Lubuk Linggau, Sumatera Selatan. Bogor.
Suparyono dan Setyono. 1997. Tanah Sawah. http://repository.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 3 Mei 2013.
Supriyono. 2002. Agroekosistem Sawah dan Tegal. Jurnal Pengantar Ilmu Pertanian. 5(3) : 48-51
Supriyono. 2002. Pengantar Ilmu Pertanian. Surakarta:UNS Press
Widowati. 2000. Pengaruh pengolahan tanah, pengairan terputus, dan pemupukan terhadap produktivitas lahan sawah bukaan baru pada Inceptisols dan Ultisols Muarabeliti dan Tatakarya. Jurnal Tanah dan Iklim 18: 29-38.



LAMPIRAN


  
(Gambar 7.1 Analisis subsistem sawah)      

 (Gambar 7.2 Analisis subsistem talun) 

 
(Gambar 7.3 Analisis subsistem tegal)    


 (Gambar 7.4 Analisis subsistem pekarangan)
(Gambar 7.5 Analisis subsistem perkebunan teh)  

Komentar

  1. mending DAPUSnya jangan ning, tar enakan yg ngopas, tinggal ngopas kalo udah ada DAPUSnya, hehhe

    BalasHapus
  2. kok kamu tau sar blog ku yang satu ini
    justru blog ku tuh harus ada dapusnya sar, biar terpercaya dan sesuatu ga di cantumin dapusnya kasian penemunya, nanti yang ditulis nama w lagi
    (Nining 2013)
    hehe, dapet gelar ja blm og

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas Perhitungan Nilai Erosi

Contoh soal: Dari hasil penelitian di suatu daerah penelitian, diketahui bahwa daerah penelitian tersebut terbagi menjadi 3 satuan peta lahan (SPL) dengan sifat-sifat   sbb: Sifat tanah SPL 1 SPL 2 SPL 3 Pasir (%) 35 40 45 Pasir sgt halus(%) 15 20 20 Debu (%) 40 30 25 Lempung (%) 10 10 10 BO (%) 5 (rendah) 6 (rendah) 4 (rendah) Permeabilitas (cm/jam) 35 (kode 1) 10 (kode 3) 20 (kode 2) Struktur Granuler halus (kode 2) Granuler halus (kode 2) Granuler halus (kode 2) Panjang Lereng rata-rata (m) 20 18 17 Kemiringan Lereng rata-rata(%) 24 13 15 Penggunaan lahan Pinus Kentang

Laporan Praktikum Konservasi Tanah dan Air

HALAMAN PENGESAHAN             Laporan praktikum Konservasi Tanah dan Air ini telah diselesaikan dan disahkan Disusun Oleh: NINING RAHAYU    H0 7121 38 KELOMPOK 10 Konservasi Tanah dan Air AT-5B Telah dinyatakan memenuhi syarat dan disahkan Pada tangga l : ___________________ Menyetujui,      Dosen Pembimbing           Dr. Ir. Jaka Suyana, M.Si.          NIP. 196408121988031002 Co -Assisten Arwa Farida L NIM H 0711018 KATA PENGANTAR Puji syukur pen yusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Konservasi Tanah dan Air ini tepat pada waktunya tanpa halangan suatu apapun. Laporan praktikum Konservasi Tanah dan Air ini dibuat bertujuan untuk melengkapi nilai mata kuliah Konservasi Tanah dan Air, serta untuk menambah pengetahuan tentang Konservasi Tanah dan Air. Dalam penyusunan laporan

Laporan Praktikum Kultur Jaringan

                                                                            ACARA I STERILISASI ALAT, PEMBUATAN LARUTAN STOK DAN PEMBUATAN MEDIA A.     Pendahuluan 1.       Latar Belakang             Kultur jaringan tanaman adalah suatu metode atau teknik mengisolasi bagian tanaman (protplasma, sel, jaringan, dan organ) dan menumbuhkannya pada media buatan dalam kondisi aseptik di dalam ruang yang terkontrol sehingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman lengkap. Kultur jaringan mengandung dua prinsip yaitu bahan tanam yang bersifat totipotensi dan budidaya yang terkendali. Penggunaan bahan totipotensi saja tidak cukup mendukung keberhasilan kegiatan dalam kultur jaringan, keadaan media tanam, lingkungan tumbuh (kelembaban, temperatur dan cahaya) serta sterilitas mutlak harus terjamin.              Salah satu pembatas dalam keberhasilan kultur jaringan adal