Kesuburan biologi tanah
Balai Penelitian Tanah Departemen Pertanain RI (Agus dan Husen, 2004) menyatakan bahwa pertanian mempunyai "multifungsi" yaitu selain sebagai penyedia bahan pangan, sandang, dan energi bagi kebutuhan manusia juga berperan dalam konservasi dan pelestarian sumberdaya alam, menyangga ekonomi dalam keadaan kritis, memelihara nilai-nilai sosial dan budaya pedesaan serta menjadi penopang keberlanjutan sistem kehidupan yang harmonis sepanjang waktu.
Sampai saat ini kita masih bergantung pada proses Haber-Bosch sebagai satu-satunya cara untuk memproduksi pupuk nitrogen di dunia. Proses Haber-Bosch membutuhkan katalisator magnetit (Fe3O4), Na, Al, dan Ca, dengan suhu diatas 1200 derajat celcius. Proses tersebut sangat boros energi karena untuk membuat 1 kg pupuk N diperlukan energi setara 1,9 liter bensin. Sementara itu kita mengabaikan keberadaan beragam mikroba diazotrof, yang mampu mengikat N2 yang melimpah dari atmosfer pada suhu dan tekanan normal untuk diberikan kepada tanah dan tanaman. Kita mengabaikan peran cacing tanah untuk membuat lubang" pada tanah untuk meningkatkan infiltrasi tanah dan mengendalikan erosi, sementara itu kita merepotkan diri dengan membuat rorak, teras, dan biopori.
Meningkatnya perhatian terhadap biota tanah pada dua dasawarsa terakhir ini disebabkan oleh tuntutan untuk meningkatkan efisiensi pemupukan, meningkatnya kekhawatiran masyarakat terhadap pencemaran lingkungan yang berasal dari kegiatan pertanian, dan peraturan pemerintah di berbagai negara yang mewajibkan para praktisi pertanian untuk mengurangi kehilangan hara khususnya N dari tanah (Abbott and Murphy, 2003).
Aktifitas dan hasil interaksi antar biota tanah tersebut akan mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah, sehingga kesuburan tanah merupakan hasil interaksi antara sifat fisik, sifat kimia dan biologi tanah (Pankhurst and Lynch, 1994).
Interaksi antara biota tanah dengan sifat-sifat tanah yang dipengaruhi oleh pergiliran tanaman, pengolahan tanah, pengelolaan bahan organik, bahan pencemar, pemupukan, pengairan, iklim, dll. akan menentukan daya lenting dan keberlanjutan suatu sistem pertanaman (Eliot and Lynch, 1994).
Pada sistem pertanian intensif, empat masalah pokok yang sering dihadapi petani adalah:
a. Gangguan daur dan ketersediaan hara
b. Menurunnya porositas dan infiltrasi tanah
c. Gangguan fungsi hidrologi
d. Serangan hama dan penyakit tanaman (Giller et al., 1997)
Masukan bahan kimia buatan (pupuk, pestisida dan herbisida) serta energi (pengolahan tanah) dalam pertanian dapat dikurangi apabila praktek pertanian diarahkan untuk menangkap manfaat atau fungsi pelayanan dari keberadaan dan aktifitas biota tanah.
Pemupukan N secara terpadu merupakan pergeseran dari konsep mineral melalui "feeding the plant" secara langsung dengan pupuk N-mineral ke konsep biodinamik "feeding the soil organisms" untuk meningkatkan populasi dan aktifitas biota tanah. Dalam konsep mineral, tanah hanya dianggap sebagai tempat berjangkar akar tanaman, sehingga unsur hara selalu kita berikan dalam bentuk pupuk. Dalam konsep biodinamik, kita mengupayakan agar kehidupan biota tanah selalu terpelihara sehingga fungsi pelayanan dan daur hara dapat berjalan secara sinambung untuk mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman. jadi konsep biodinamik lebih mampu menciptakan kesburan tanah yang berkelanjutan (Swift et al., 2004).
Kriteria unsur hara essensial adalah :
a. Tanaman tidak dapat meneruskan daur hidupnya tanpa ketersediaan unsur hara tersebut.
b. Pengaruh unsur hara tersebut harus spesifik dan tidak dapat diganti dengan unsur hara lain.
c. Pengaruh unsur hara tersebut dalam tanaman haruslah langsung.
Unsur hara essensial meliputi, N, P, K, Ca, Mg, S, Na, Si, Fe, Mn, Zn, Cu, Mo, B, Cl, dan Co.
Senyawa hasil interaksi berbagai biota tanah (biotin, thiamin, niasin, pantotenat, kolin, inositol, piridoksin, r-asam aminobensoat, N-asam metil nikotinat) tersebut tidak tergolong unsur hara essensial namun keberadaannya akan mempengaruhi kebugaran tanaman dan kualitas produk yang dihasilkan (Giri et.al., 2005).
Mitos bahwa penambahan seresah berkualitas tinggi (nisbah kandungan C/N rendah, kandungan polifenol dan lignin rendah) akan atau menanam pohon penaung yang menghasilkan guguran seresah berkualitas tinggi akan selalu meningkatkan keharaan tanah dan pertumbuhan tanaman tampaknya tidak sepenuhnya benar. Seresah berkualitas tinggi akan cepat terdekomposisi sehingga apabila laju mineralisasi seresah lebih besar daripada kemampuan serapan akar tanaman maka sebagian besar unsur hara yang termineralisasi akan hilang terlindi.
Pustaka:
Abbot,L.K. and Murphy,D.V. 2003. What is Soil Biological Fertility?. In: Soil Biological Fertility. Abbot,LK. and Murphy,D.V. (eds). Kluwer Academic Publishers. Netherlands. 1 - 15
Elliot,E.T. and JM.Lynch. 1994. Biodiversity and Soil Resilience. Dalam: Soil Resilience and Sustainable Land Use. D.J. Greenland and I.Szabolcs (eds.). Cab International.
Giller,K.E., Beare,M.H. Lavelle,P., Izac,A.M.N., and Swift,M.J. 1997. Agricultural intensification, soil biodiversity and agroecosystem function. Applied Soil Ecology. 6. 3 - 16
Agus,F dan Husein,E. 2004. Multifungsi Pertanian. Konsep Modere dalam memahami pertanian secara utuh, adil dan bijaksana. Balai Penelitian Tanah. Bogor. halaman.
Balai Penelitian Tanah Departemen Pertanain RI (Agus dan Husen, 2004) menyatakan bahwa pertanian mempunyai "multifungsi" yaitu selain sebagai penyedia bahan pangan, sandang, dan energi bagi kebutuhan manusia juga berperan dalam konservasi dan pelestarian sumberdaya alam, menyangga ekonomi dalam keadaan kritis, memelihara nilai-nilai sosial dan budaya pedesaan serta menjadi penopang keberlanjutan sistem kehidupan yang harmonis sepanjang waktu.
Sampai saat ini kita masih bergantung pada proses Haber-Bosch sebagai satu-satunya cara untuk memproduksi pupuk nitrogen di dunia. Proses Haber-Bosch membutuhkan katalisator magnetit (Fe3O4), Na, Al, dan Ca, dengan suhu diatas 1200 derajat celcius. Proses tersebut sangat boros energi karena untuk membuat 1 kg pupuk N diperlukan energi setara 1,9 liter bensin. Sementara itu kita mengabaikan keberadaan beragam mikroba diazotrof, yang mampu mengikat N2 yang melimpah dari atmosfer pada suhu dan tekanan normal untuk diberikan kepada tanah dan tanaman. Kita mengabaikan peran cacing tanah untuk membuat lubang" pada tanah untuk meningkatkan infiltrasi tanah dan mengendalikan erosi, sementara itu kita merepotkan diri dengan membuat rorak, teras, dan biopori.
Meningkatnya perhatian terhadap biota tanah pada dua dasawarsa terakhir ini disebabkan oleh tuntutan untuk meningkatkan efisiensi pemupukan, meningkatnya kekhawatiran masyarakat terhadap pencemaran lingkungan yang berasal dari kegiatan pertanian, dan peraturan pemerintah di berbagai negara yang mewajibkan para praktisi pertanian untuk mengurangi kehilangan hara khususnya N dari tanah (Abbott and Murphy, 2003).
Aktifitas dan hasil interaksi antar biota tanah tersebut akan mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah, sehingga kesuburan tanah merupakan hasil interaksi antara sifat fisik, sifat kimia dan biologi tanah (Pankhurst and Lynch, 1994).
Interaksi antara biota tanah dengan sifat-sifat tanah yang dipengaruhi oleh pergiliran tanaman, pengolahan tanah, pengelolaan bahan organik, bahan pencemar, pemupukan, pengairan, iklim, dll. akan menentukan daya lenting dan keberlanjutan suatu sistem pertanaman (Eliot and Lynch, 1994).
Pada sistem pertanian intensif, empat masalah pokok yang sering dihadapi petani adalah:
a. Gangguan daur dan ketersediaan hara
b. Menurunnya porositas dan infiltrasi tanah
c. Gangguan fungsi hidrologi
d. Serangan hama dan penyakit tanaman (Giller et al., 1997)
Masukan bahan kimia buatan (pupuk, pestisida dan herbisida) serta energi (pengolahan tanah) dalam pertanian dapat dikurangi apabila praktek pertanian diarahkan untuk menangkap manfaat atau fungsi pelayanan dari keberadaan dan aktifitas biota tanah.
Pemupukan N secara terpadu merupakan pergeseran dari konsep mineral melalui "feeding the plant" secara langsung dengan pupuk N-mineral ke konsep biodinamik "feeding the soil organisms" untuk meningkatkan populasi dan aktifitas biota tanah. Dalam konsep mineral, tanah hanya dianggap sebagai tempat berjangkar akar tanaman, sehingga unsur hara selalu kita berikan dalam bentuk pupuk. Dalam konsep biodinamik, kita mengupayakan agar kehidupan biota tanah selalu terpelihara sehingga fungsi pelayanan dan daur hara dapat berjalan secara sinambung untuk mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman. jadi konsep biodinamik lebih mampu menciptakan kesburan tanah yang berkelanjutan (Swift et al., 2004).
Kriteria unsur hara essensial adalah :
a. Tanaman tidak dapat meneruskan daur hidupnya tanpa ketersediaan unsur hara tersebut.
b. Pengaruh unsur hara tersebut harus spesifik dan tidak dapat diganti dengan unsur hara lain.
c. Pengaruh unsur hara tersebut dalam tanaman haruslah langsung.
Unsur hara essensial meliputi, N, P, K, Ca, Mg, S, Na, Si, Fe, Mn, Zn, Cu, Mo, B, Cl, dan Co.
Senyawa hasil interaksi berbagai biota tanah (biotin, thiamin, niasin, pantotenat, kolin, inositol, piridoksin, r-asam aminobensoat, N-asam metil nikotinat) tersebut tidak tergolong unsur hara essensial namun keberadaannya akan mempengaruhi kebugaran tanaman dan kualitas produk yang dihasilkan (Giri et.al., 2005).
Mitos bahwa penambahan seresah berkualitas tinggi (nisbah kandungan C/N rendah, kandungan polifenol dan lignin rendah) akan atau menanam pohon penaung yang menghasilkan guguran seresah berkualitas tinggi akan selalu meningkatkan keharaan tanah dan pertumbuhan tanaman tampaknya tidak sepenuhnya benar. Seresah berkualitas tinggi akan cepat terdekomposisi sehingga apabila laju mineralisasi seresah lebih besar daripada kemampuan serapan akar tanaman maka sebagian besar unsur hara yang termineralisasi akan hilang terlindi.
Pustaka:
Abbot,L.K. and Murphy,D.V. 2003. What is Soil Biological Fertility?. In: Soil Biological Fertility. Abbot,LK. and Murphy,D.V. (eds). Kluwer Academic Publishers. Netherlands. 1 - 15
Elliot,E.T. and JM.Lynch. 1994. Biodiversity and Soil Resilience. Dalam: Soil Resilience and Sustainable Land Use. D.J. Greenland and I.Szabolcs (eds.). Cab International.
Giller,K.E., Beare,M.H. Lavelle,P., Izac,A.M.N., and Swift,M.J. 1997. Agricultural intensification, soil biodiversity and agroecosystem function. Applied Soil Ecology. 6. 3 - 16
Agus,F dan Husein,E. 2004. Multifungsi Pertanian. Konsep Modere dalam memahami pertanian secara utuh, adil dan bijaksana. Balai Penelitian Tanah. Bogor. halaman.
Komentar
Posting Komentar