STUDI ANALISIS PEMBELAJARAN
MENGENAI KUALITAS AIR PADA WADUK
Disusun
oleh:
Nining
Rahayu H0712138
PRODI
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
LATAR
BELAKANG
Waduk merupakan salah satu contoh
perairan tawar buatan yang dibuat dengan cara membendung sungai tertentu dengan
berbagai tujuan seperti sebagai pencegah banjir, pembangkit tenaga listrik,
pensuplai air bagi kebutuhan irigasi pertanian, kegiatan perikanan, budidaya
karamba, dan bahkan untuk kegiatan pariwisata. Dengan demikian keberadaan waduk
telah memberikan manfaat sendiri bagi masyarakat di sekitarnya. Indonesia
memiliki lebih dari 500 waduk, namum status kondisi sebagian besar sudah sangat
memprihatinkan akibat pencemaran (Sumarwoto et
al., 2004 dalam Peni et al.,
2013). Pencemaran yang terjadi di perairan waduk, merupakan masalah penting
yang perlu memperoleh perhatian dari berbagai pihak. Hal ini disebabkan
beragamnya sumber pencemar yang masuk dan terakumulasi di waduk, antara lain
berasal dari kegiatan produktif maupun non produktif di upland (lahan
atas) dari permukiman dan dari kegiatan yang berlangsung di badan perairan
waduk sendiri.
Waduk mempunyai karakteristik yang
berbeda dengan badan air lainnya. Waduk menerima masukan air secara terus
menerus dari sungai yang mengalirinya. Air sungai ini mengandung bahan organik
dan anorganik yang dapat menyuburkan perairan waduk. Pada awal terjadinya
inundasi (pengisian air), terjadi dekomposisi bahan organik berlebihan yang
berasal dari perlakuan sebelum terjadi inundasi. Dengan demikian, jelas sekali
bahwa semua perairan waduk akan mengalami eutrofikasi setelah 1–2 tahun
inundasi karena sebagai hasil dekomposisi bahan organik. Eutrofikasi akan
menyebabkan meningkatnya produksi ikan sebagai kelanjutan dari tropik level
organik dalam suatu ekosistem (Wiadnya et al., 1993).
Suatu perairan dikatakan subur
apabila mengandung banyak unsur hara atau nutrien yang dapat mendukung
kehidupan organisme dalam air terutama fitoplankton dan dapat mempercepat
pertumbuhannya. Fitoplankton menduduki tropik level pertama dalam rantai
makanan, sehingga keberadaannya akan mendukung organisme tropik level selanjutnya.
Fitoplankton merupakan organisme pertama yang terganggu karena adanya beban
masukan yang diterima oleh perairan, hal ini karena fitoplankton adalah
organisme pertama yang memanfaatkan langsung beban masukan tersebut. Oleh
karena itu perubahan yang terjadi dalam perairan sebagai akibat dari adanya
beban masukan yang ada akan menyebabkan perubahan pada komposisi, kelimpahan
dan distribusi dari komunitas fitoplankton. Maka dari itu keberadaan
fitoplankton dapat dijadikan sebagai indikator kondisi kualitas perairan,
selain itu fitoplankton dapat digunakan sebagai indikator perairan karena sifat
hidupnya yang relatif menetap, jangka hidup yang relatif panjang dan mempunyai
toleransi spesifik pada lingkungan
PEMBAHASAN
Waduk
dalam bidang pertanian berfungsi sebagai pemasok kebutuhan air pada tanaman di
saat kondisi iklim lingkungan sudah tidak mendukung dalam penyediaan air
tersebut (biasa terjadi sewaktu musim kemarau). Penyimpanan yang lebih besar
seperti waduk sering digunakan untuk irigasi dan dapat digunakan untuk menambah
persediaan air sungai maupun air tanah. Dimana air yang disimpan adalah
satu-satunya sumber air selama musim tanam, untuk itu kemampuan penyimpanan
harus cukup besar untuk menyediakan kebutuhan air tanaman untuk seluruh musim
(British Columbia 2003). Waduk memiliki
beberapa keuntungan sebagai berikut:
1. mengurangi
limpasan
2. Peningkatan
aliran sungai untuk spesies air
3. Peningkatan
pengelolaan air irigasi
4. Menyediakan
penyimpanan air untuk digunakan kembali
5. Menghindari
operasi irigasi malam hari
6. Konsisten
ketersediaan pasokan air
Kerugian dari kehadiran waduk adalah
sebagai berikut:
1. Zat
terlarut lainnya bisa mencapai air tanah
2. Potensi
efek samping bagi masyarakat satwa liar, tergantung reservoir tapak.
3. Membutuhkan
engineering luas dan pekerjaan tanah (Anonim 2010).
Menurut
Suriawiria (1996 dalam Achmad 2011), Indonesia sebagai negara berkembang,
pencemaran oleh air domestik merupakan pencemar terbesar, yaitu sekitar 85%
limbah yang masuk ke badan air. Hal ini karena belum adanya pengolahan limbah
sebelum dibuang ke badan air. Sementara untuk negara maju limbah domestik yang
masuk ke badan air hanya sekitar 15%. Sumber pencemaran dari pertanian berasal
dari penggunaan pupuk dan pestisida. Pupuk yang digunakan tidak seluruhnya
terserap kedalam tanah, namun ada yang terbuang ke sungai. Apabila penggunaan
pupuk urea untuk sekali panen sebanyak 300 kg/Ha; pupuk TSP sebanyak 100 kg/Ha;
kadar kandungan nitrogen (N) di pupuk urea sebesar 45%, dan kandungan fosfor
(P) di pupuk TSP sebesar 20%, dan asumsi limbah pupuk yang masuk ke waduk
sebesar 10%, maka potensi beban pencemaran yang berasal dari pertanian untuk
nitrogen sebesar 469,76 ton/panen dan fosfor sebesar 69,6 ton/panen. Tingginya
konsentrasi nutrientt yang masuk ke waduk menyebabkan terjadinya
penyuburan air (eutrofikasi), dan dampaknya terjadi pertumbuhan dengan cepat
tanaman air di permukaan waduk, seperti eceng gondok dan lain-lain (Achmad
2011).
Penyuburan air (eutrofikasi) di
waduk Batujai mengakibatkan sekitar 30% dari total luas waduk telah tertutup
oleh tanaman air, khususnya didominasi oleh tanaman eceng gondok (Eichornia
crassipes) dapat dilihat pada (Gambar 1). Akibat lain dari penyuburan air
oleh tanaman adalah terjadinya pendangkalan waduk yang sangat cepat, dan
memengaruhi masuknya cahaya matahari ke dalam air, sehingga kadar oksigen
menjadi rendah. Menurut penelitian Agus (2004 dalam Achmad 2011) pendangkalan
di waduk Batujai juga disebabkan oleh erosi (sedimentasi) dari permukaan tanah.
Sekarang kedalaman waduk Batujai tinggal 6 - 8 m, yang sebelumnya sekitar 10
-12 m.
(Gambar
1. Permukaan Waduk Batujai ditumbuhi oleh eceng gondok)
Cara perhitungan beban pencemaran
ini didasarkan atas pengukuran debit sungai dan konsentrasi limbah di muara
sungai berdasarkan persamaan (Mitsch dan Goesselink 1993 dalam Peni et al., 2013):
BP = Q x C
Keterangan:
BP = beban pencemaran
pertahun (ton/tahun)
Q = debit sungai (m3/detik)
C = konsentrasi limbah (mg/liter)
Penghitungan
beban pencemaran bertujuan untuk
mengetahui dan mengidentiikasi sumber pencemaran, jenis pencemar
dan besarnya beban pencemar yang masuk ke perairan waduk. Untuk mengkonversi
beban limbah ke dalam ton/tahun dikalikan dengan 10-6 x3600 x 24 x 360. Analisis
data besarnya beban limbah yang
berasal
dari kegiatan KJA dilakukan dengan metode pendugaan total bahan
organic (Marganof
2007 dalam Peni et al., 2013) dengan
persamaan:
O = TU x TFW
Keterangan:
O = total output bahan
organik partikel
TU = total pakan yang
tidak dikonsumsi
TFW = total limbah feses
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas air yang akan mempengaruhi hasil produktivitas pertanian adalah
sebagai berikut:
1. Suhu
air
Suhu
air mempunyai pengaruh yang nyata terhadap proses pertukaran atau metabolisme
makhluk hidup, berpengaruh terhadap kadar oksigen yang terlarut adalam air,
berat jenis, viskositas dan densitas air, juga berpengaruh terhadap kelarutan
gas dan unsur-unsur dalam air. Suhu perairan dipengaruhi oleh intensitas cahaya
yang masuk kedalam air. Secara langsung maupun tidak langsung, suhu berperan
dalam ekologi dan distribusi plankton baik fitoplankton maupun zooplankton
(Subarijanti 1994 dalam Apridayanti 2008). Efek langsung yaitu toleransi
organisme terhadap keadaan suhu, sedangkan efek tidak langsung yaitu melalui
lingkungan misalnya dengan kenaikan suhu air sampai batas tertentu akan
menurunkan kelarutan oksigen (Sudaryanti 1989 dalam Apridayanti 2008).
2. Kekeruhan
Kekeruhan
diartikan sebagai intensitas kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh
bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh adanya
partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik
terlarut, bakteri, plankton dan organism lainnya. Kekeruhan perairan
menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang
diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan
yang terjadi pada perairan tergenang seperti waduk lebih banyak disebabkan oleh
bahan tersuspensi berupa koloid dan parikel-partikel halus. Kekeruhan
mempengaruhi penetrasi cahaya matahari yang masuk ke badan perairan, sehingga
dapat menghalangi proses fotosintesis dan produksi primer perairan. Kekeruhan
biasanya terdiri dari partikel anorganik yang berasal dari erosi dari DAS dan
resuspensi sedimen di dasar waduk. Kekeruhan memiliki korelasi positif dengan
padatan tersuspensi, yaitu semakin tinggi nilai kekeruhan maka semakin tinggi
pula nilai padatan tersuspensi (Marganof 2007 dalam Peni et al., 2013).
3. Kecerahan
merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan
menggunakan secchi disk (Effendi 2003 dalam dalam Peni et al., 2013). Kecerahan perairan sangat
dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat terlarut,
partikel-partikel dan warna air. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa
oleh aliran sungai dapat mengakibatkan tingkat kecerahan air waduk menjadi
rendah, sehingga dapat menurunkan nilai produktivitas perairan. Parameter
kecerahan dapat untuk mengetahui sampai dimana proses asimilasi dapat
berlangsung di dalam air. Air yang tidak terlampau keruh dan tidak terlampau
jernih baik untuk kehidupan ikan. Kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang
disebabkan oleh jasad renik atau plankton.
4. Total
Suspended Solid (TSS) suatu contoh air adalah jumlah
bobot bahan yang tersuspensi dalam suatu volume air tertentu, dengan satuan mg
per liter (Sastrawijaya 2000). Padatan tersuspensi terdiri dari komponen
terendapkan, bahan melayang dan komponen tersuspensi koloid. Padatan
tersuspensi mengandung bahan anorganik dan bahan organik. Bahan anorganik
antara lain berupa liat dan butiran pasir, sedangkan bahan organik berupa
sisa-sisa tumbuhan dan padatan biologi lainnya seperti sel alga, bakteri dan
sebagainya (Marganof 2007 dalam Peni et
al., 2013), dapat pula berasal dari kotoran hewan, kotoran manusia, lumpur
dan limbah industri (Sastrawijaya 2000 dalam Peni et al., 2013).
Tabel
1. Klasifikasi Padatan di Perairan Berdasarkan Ukuran Diameter
Klasifikasi padatan
|
Ukuran diameter (μm)
|
Ukuran diameter (mm)
|
Padatan terlarut
|
<10-3
|
<10-6
|
Koloid
|
10-3
|
10-6 – 10-3
|
Padatan tersuspensi
|
>1
|
>10-3
|
Sumber:
APHA 1985
TSS dapat meningkatkan
nilai kekeruhan, yang selanjutnya akan menghambat penetrasi cahaya matahari ke
kolom air dan akhirnya berpengaruh terhadap proses fotosintesis (Effendi 2003
dalam Apridayanti 2013).
5. Warna
air mempunyai hubungan dengan kualitas perairan. Warna perairan dipengaruhi
oleh adanya padatan terlarut dan padatan tersupensi (Sastrawijaya 2000).
6. Derajat
keasaman
merupakan
gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen dalam perairan. Derajad keasaman
menunjukkan suasana air tersebut apakah masih asam ataukah basa. Adanya unsur karbonat,
bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya
asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan.
Sejalan dengan pernyataan tersebut Mahida (1993 dalam Peni et al., 2013) menyatakan bahwa limbah buangan industri dan rumah
tangga dapat mempengaruhi nilai pH perairan. Derajat keasaman mempunyai
pengaruh yang besar terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan air, sehingga sering
dipergunakan sebagai petunjuk untuk untuk menyatakan baik buruknya keadaan air
sebagai lingkungan hidup biota air. Fluktuasi pH sangat dipengaruhi oleh proses
respirasi, karena gas karbondioksida yang dihasilkannya. Semakin banyak
karbondioksida yang dihasilkan dari proses respirasi, maka pH akan semakin
rendah. Namun sebaliknya jika aktivitas fotosintesis semakin tinggi maka akan
menyebabkan pH semakin tinggi (Kordi 2000 dalam Apridayanti 2013).
7. Oksigen
terlarut
dapat
tersedia dengan kadar bervariasi yang dipengaruhi oleh suhu, salinitas,
turbulensi air dan tekanan atmosir. Selain diperlukan untuk
kelangsungan hidup organisme di perairan, oksigen juga diperlukan
dalam proses dekomposisi senyawa-senyawa organik menjadi senyawa anorganik.
Sumber oksigen terlarut terutama berasal dari difusi oksigen yang terdapat di
atmosfer. Difusi oksigen ke dalam air terjadi secara langsung pada kondisi stagnant
(diam) atau karena agitasi (pergolakan massa air) akibat adanya gelombang atau
angin (Marganof 2007 dalam Peni et al.,
2013). Fluktuasi harian oksigen dapat mempengaruhi parameter kimia yang lain.
8. BOD
(Biological Oxygen Demand)
merupakan
salah satu indikator pencemaran organik pada suatu perairan. Bahan
organik akan distabilkan secara biologis dengan melibatkan mikroba
melalui sistem oksidasi aerobik atau anaerobik, maka jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan
organik yang ada di dalam perairan tersebut dinamakan dengan BOD (Wardhana 2001
dalam Peni et al., 2013). Oksidasi
aerobik dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan
sampai pada tingkat terendah bahkan anaerob, sehingga dalam hal ini baketri
yang bersifat anaerob akan menggantikan peran dari bakteri yang bersifat
aerobik dalam mengoksidasi bahan organik dengan cara oksidasi anaerobik.
Perairan dengan nilai BOD tinggi mengindikasikan bahwa bahan pencemar yang ada
dalam perairan tersebut juga tinggi, yang menunjukkan semakin besarnya bahan
organik yang terdekomposisi menggunakan sejumlah oksigen di perairan.
9. Nilai
COD (Chemical Oxygen Demand)
menunjukkan
banyaknya oksigen yang diperlukan oleh oksidator kalium dikromat untuk
mengoksidasi zat-zat organik yang terkandung dalam air limbah menjadi
karbondioksida dan uap air. Nilai COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh
zat-zat organik yang secara alamiah dapat tidak dapat dioksidasi melalui proses
mikrobiologi dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Bakteri
dapat mengoksidasi zat organik menjadi CO2 dan H2O.
Kalium dikromat dapat mengoksidasi lebih banyak lagi, sehingga manghasilkan nilai
COD yang lebih tinggi dari BOD air yang sama (Sastrawijaya 2000).
10. Amoniak merupakan senyawa
nitrogen yang berubah menjadi ion NH4 pada pH rendah. Amoniak
berasal dari limbah domestik dan limbah pakan ikan. Ammonia di perairan waduk
dapat berasal dari nitrogen organik dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam
tanah dan air berasal dari dekomposisi bahan organik oleh mikroba dan jamur.
Selain itu, ammoniak juga berasal
dari denitriikasi pada
dekomposisi limbah oleh mikroba pada kondisi anaerob
(Sastrawijaya 2000 dalam Peni et al.,
2013). Nitrit merupakan
senyawa nitrogen beracun yang biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat
sedikit (Marganof 2007 dalam Peni et al.,
2013). Di perairan, fosfor tidak ditemukan dalam keadaan bebas melainkan dalam
bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa
organik berupa partikulat. Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat
dimanfaatkan oleh tumbuhan dan merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan,
sehingga menjadi faktor pembatas yang mempengaruhi produktivitas perairan.
Fosfat yang terdapat di perairan bersumber dari air buangan penduduk (limbah
rumah tangga) berupa deterjen, residu hasil pertanian (pupuk), limbah industri,
hancuran bahan organik dan mineral fosfat. Umumnya kandungan fosfat dalam
perairan alami sangat kecil dan tidak pernah melampaui 0,1 mg/l, kecuali bila
ada penambahan dari luar oleh faktor antropogenik seperti dari sisa pakan ikan
dan limbah pertanian (Marganof 2007 dalam Peni et al., 2013).
11. Parameter
mikrobiologi yang diukur untuk mengetahui kualits perairan adalah Fecal
Coliform dan total Coliform. Bakteri Coliform dapat digunakan
sebagai indikator adanya pencemaran feses atau kotoran manusia dan hewan di
dalam perairan. Golongan bakteri ini umumnya terdapat di dalam feses manusia
dan hewan. Oleh sebab itu keberadaannya di dalam air tidak dikehendaki, baik
ditinjau dari segi kesehatan, estetika, kebersihan maupun kemungkinan
terjadinya infeksi yang berbahaya. Beberapa jenis penyakit dapat ditularkan
oleh bakteri coliform melalui air, terutama penyakit perut seperti
tipus, kolera dan disentri (Suriawiria 1993).
Menurut John (1995 dalam Samino
et al., 2004), keuntungan penggunaan
sifat fisika dan kimia suatu perairan untuk memantau kualitas air adalah karena
memiliki nilai yang sederhana dan dapat ditentukan pada waktu tertentu,
sedangkan kelemahannya adalah bahwa hasil pengukuran tersebut hanyalah
menggambarkan keadaan sesaat dan tidak dapat memberikan gambaran tentang
kondisi ekosistem secara keseluruhan. Bahan kimia di dalam air mempunyai
fluktuasi yang besar dalam waktu yang relatif pendek sehingga pengukuran sifat
kimia air meskipun dilakukan sesering mungkin tetap belum dapat mencerminkan
kadar yang ada, selain itu dalam analisa kimia belum termasuk di dalamnya
penghitungan kecepatan transformasi bahan kimia tersebut oleh organisme.
Kelemahan-kelemahan tersebut dapat dieliminir dengan menggunakan metode
pengukuran parameter biologi, sehingga untuk memperkirakan tingkat pencemaran
akibat beban masukan bahan toksik di perairan dapat digunakan metode biologi.
Perubahan yang terjadi dalam perairan sebagai akibat adanya bahan pencemar akan
menyebabkan perubahan pada komposisi, kelimpahan dan distribusi dari komunitas
yang ada, dalam hal ini fitoplankton.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai
berikut:
a. Waduk
dalam bidang pertanian berfungsi sebagai pemasok kebutuhan air pada tanaman di
saat kondisi iklim lingkungan sudah tidak mendukung dalam penyediaan air
tersebut (biasa terjadi sewaktu musim kemarau).
b. Waduk
mempunyai karakteristik yang berbeda dengan badan air lainnya. Waduk menerima
masukan air secara terus menerus dari sungai yang mengalirinya. Air sungai ini
mengandung bahan organik dan anorganik yang dapat menyuburkan perairan waduk.
c. Cara
perhitungan beban pencemaran pada waduk dapat diukur dengan menggunakan
pengukuran debit sungai dan konsentrasi limbah di muara sungai berdasarkan
persamaan (Mitsch dan Goesselink 1993 dalam Peni et al., 2013): BP = Q x
C.
d. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas air adalah suhu air, tingkat kecerahan, kekeruhan, TSS,
warna air, derajat keasaman, oksigen terlarut, nilai BOD, nilai COD,
unsur-unsur terlarut dan parameter biologi.
e. keuntungan
penggunaan sifat fisika dan kimia suatu perairan untuk memantau kualitas air
adalah karena memiliki nilai yang sederhana dan dapat ditentukan pada waktu
tertentu, sedangkan kelemahannya adalah bahwa hasil pengukuran tersebut
hanyalah menggambarkan keadaan sesaat dan tidak dapat memberikan gambaran
tentang kondisi ekosistem secara keseluruhan.
2.
Saran
Saran yang dapat disampaikan dari hasil
pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Perlu
dilakukan pengendalian pencemaran limbah domestik, pertanian, dan peternakan
yang masuk ke badan air yang dapat memengaruhi kualitas dan kuantitas dari
waduk Batujai.
b. Penanggulangan
eceng gondok di waduk Batujai dengan cara memanfaatkan ikan koan /grass carp (Clenophoryngodon
idella) seperti yang dilakukan di danau Laut Tawar di Aceh dan Danau
Kerinci di Provinsi Jambi ataupun memanfaatkan eceng gondok untuk dijadikan
bahan kerajinan tangan seperti dilakukan oleh masyarakat di sekitar Rawa
Pening, Salatiga.
c. Pemerintah
dalam hal ini PJT hendaknya secara periodik memantau kualitas waduk dengan
memperluas area sampling. Data kualitas perairan waduk dari tahun ke tahun dan
kondisi eksisting dapat digunakan untuk membuat model pengendalian pencemaran
perairan di waduk tersebut, sehingga diperoleh sebuah kebijakan pengendalian
pencemaran perairan secara tepat.
d. Upaya
monitoring kualitas air yang dilakukan sebaiknya tidak hanya dengan menggunakan
metode fisika dan kimia tetapi juga melibatkan metode biologi sehingga hasil
yang diperoleh lebih mencerminkan kondisi perairan yang sesungguhnya.
e. Perlu
adanya pengawasan dan penindakkan yang tegas terhadap
berbagai
aktivitas yang sekiranya dapat merusak keseimbangan
ekosistem
waduk
DAFTAR PUSTAKA
Achmad,
Firdaus. 2011. Dampak Pencemaran Lingkungan Kota Praya Terhadap Kualitas Air Waduk Batujai. Buletin Geologi Tata Lingkungan Vol.
21 No. 2 Agustus 2011: 69 – 82.
Bandung: Pusat Litbang Sumber Daya Air.
Anonim.
2010. Farm Water Quality Planning Management Practice. Irrigation Storage
Reservoir #436. Natural Resources Conservation Service: University of California Cooperative Extension.
Apridayanti,
Eka. 2008. Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Perairan Waduk Lahor Kabupaten
Malang Jawa Timur. Tesis
Program Magister Ilmu Lingkungan.
Semarang: Universitas Diponegoro.
British Columbia. 2003. Farm Water Storage. Ministry of Agriculture, Food and Fisheries No. 510.100-1 Agdex:
754 August 2003.
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail dan Pranoto. 2013.
Kualitas Dan Beban Pencemaran Perairan
Waduk Gajah Mungkur. Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Komentar
Posting Komentar