Melakukan
kegiatan survey permasalahan tanah pada suatu daerah dengan memberikan solusi
baik disertai dengan pustaka acuan.
Hasil Pengamatan
Pengamatan dilakukan di Desa Jetis, Kelurahan Jetis,
Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun. Petani yang diwawancarai Ibu Sumi,
pemilik lahan sawah yang luasnya mencapai tiga petak atau sekitar 3 ha. Tanah
yang digarap dilahannya memiliki warna hitam agak kemerah-merahan dan liat,
dimana lebih cenderung berordo Vertisol. Permasalahan yang dihadapi adalah permasalahan
ketersediaan air yang berpengaruh terhadap pembajakan tanah. Sistem irigasi di
daerah ini merupakan sistem sawah tadah hujan, dimana sewaktu hujan tidak
memadai, mereka bergiliran untuk menggunakan air, pada saat menunggu giliran
ini biasanya sawah dibiarkan begitu saja sampai tersedianya air. Permasalahan
juga ditambah dengan lahan sawah yang terkena dampak hujan abu gunung Kelud
sewaktu meletus pada 14 Febuari 2014. Tanah harus dilakukan tindakan antisipasi
sebelum terjadi masalah yang serius.
Pemecahan Masalah
Tanah
Vertisol termasuk subur, tetapi kekurangan air, pada semua profil tanah
Vertisol dijumpai gejala glei pada lapisan olah dan tapak bajak, karatan besi
dan mangan kurang begitu jelas, dan lapisan tapak bajak kebanyakan tidak
berbentuk karena adanya sifat mengembang dan mengerut (pedoturbasi) sehingga
tapak bajak hancur (Hardjowigeno dan Luthfi 2005).
Bila
tanah kering yang tiba-tiba digenangi air, agregatnya menjadi jenuh air. Udara
didalam pori tanah terdesak keluar oleh air yang bergerak sehingga timbul
letupan-letupan kecil diudara yang menyebabkan terpecahnya agregat atau
gumpalan lebih besar menjadi gumpalan yang lebih kecil (Yoder 1936 dalam
Sanchez 1993). Penanaman padi sawah yang terus menerus dapat menurunkan
kelulusan tanah (mikklesen dan Patrick 1968 dalam Sanchez 1993). Tanah
sebaiknya tidak dibiarkan mengering tanpa perlakuan, sebaiknya diberi pupuk
organik untuk meningkatkan kemampuan tanah dalam mengikat air. Pupuk organik
yang digunakan sebaiknya pupuk hijau berasal dari penguraian sisa jerami maupun
pupuk kandang, hal ini bermaksud untuk mengurangi output hara tanah yang
berlebihan. Pengurangan penggunaan pupuk kimia dapat memperbaiki struktur
maupun tekstur tanah, pupuk kimia yang dipakai secara terus menerus dan berlebihan
justru membuat tanah menjadi sakit dan jelek, dampaknya membuat tanah sulit
dibajak dan tidak mendukung untuk pertumbuhan tanaman dengan baik.
Bila
tanah degenangi, persediaan oksigen menurun sampai mencapai nol dalam waktu
kurang sehari. Laju difusi oksigen udara melalui air atau pori yang berisi air,
10.000 x lebih lambat daripada melalui udara atau pori yang berisi udara.
Bakteri aerob menjadi tidak aktif sedang kan bakteri anaerob dapat berkembang
biak dengan cepat. Telah terekam kehilangan kira-kira 20-300 kg/Na dalam waktu
sebulan setelah penggenangan. Kehilangan ion NH4+ karena
pencucian merupakan mekanisme yang penting dalam tanah tergenang dengan aliran
yang kuat (Patrick dan Mahapatra 1968 dalam Sanchez 1993). Penggenangan
menyebabkan kecukupan dari ketersediaan unsur Mangan karena adanya reduksi
senyawa Mn4+ menjadi Mn2+. Setelah penggenangan, nitrat
cepat hilang dan kandungan NH4+ naik. Bila tanah
mengering, sebagian dari ion NH4+ mengalami nitrifikasi
menjadi NO3-. Pada penggenangan berikutnya, NO3-
itu menghilang karena denitrifikasi atau pencucian.
Padi dapat tumbuh dalam keadaan tergenang karena
kemampuannya mengoksidasi lingkungan perakarannya sendiri. Nilai rata-rata
untuk padi sawah yang digenangi secara terus-menerus di Asia Tenggara tercantum
pada tabel.
Penggunaan
|
Cara pemakaian per tanaman (mm H2O)
|
Pengolahan tanah
|
240
|
Penguapan
|
180-380
|
Pemeluhan
|
200-550
|
Penelusan dan perembesan
|
200-700
|
Jumlah
|
800-1200
|
Sewaktu
tanah tidak digenangi air, jangan dibiarkan terlalu lama terkena sinar
matahari, pengaplikasian mulsa tanaman diperlukan untuk mengurangi evaporasi
maupun kehilangan hara karena penguapan yang berlebihan. Pembuatan embung untuk
menyimpan air sehingga dapat dipakai sewaktu musim kemarau juga bisa dilakukan
untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Efisiensi penggunaan air perlu
ditingkatkan dengan mengurangi penggunaan air berlebihan, mengurangi
kebocoran-kebocoran saluran irigasi, mengurangi cepatnya proses infiltrasi dan
mengurangi kemiringan lahan. Perlakuan konservasi air turut mendukung kemudahan
dan keberhasilan pengolahan tanah (Subagyono 2013).
Dengan
demikian hampir sama dengan komposisi material erupsi Gunung Merapi 2010, yaitu
sebesar 54 % SiO2 dan 18 % Al2O3, sedangkan sisanya adalah sulfur, klorida,
natrium, kalsium, kalium, fosfor, serta besi (Kedaulatan Rakyat, 2010).
Unsur-unsur tersebut sangat bermanfaat bagi pertumbuhan dan hasil
tanaman. Nilai pH abu vukanik Kelud 2014 adalah 5,5-6 dengan daya
hantar listrik 1-2 mS per cm untuk yang belum terkena air hujan dan menjadi pH
6-7 dan daya hantar listrik setelah pencucian oleh hujan sebesar 0,15 mS
per cm, sehingga tidak membahayakan bagi tanaman pertanian. Memang diperlukan
air irigasi atau air hujan untuk mengurangi akibat negatif dari tingginya
kandungan garam (daya hantar listrik) terhadap tanaman pertanian. Tanaman
yang terkena abu vulkanik sebaiknya segera dibersihkan dengan air irigasi atau
air hujan untuk mengurangi dampak negatif terhadap tanaman (Tim Fakultas Pertanian UGM 2014). Abu vulkanik bersifat
mengeras jika terkena air, untuk itu perlu diberi masukan bahan organik lebih
tinggi dari biasanya untuk memperbaiki agregatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hardjowigeno, Sarwono dan M. Lutfi Rayes. 2005. Tanah Sawah. Jawa Timur: BayuMedia Publishing.
Sanchez, A. Pedro. 1993. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Bandung: ITB Press.
Subagyono, Kasdi, Umi Haryati, Sidik Hadi. 2013. Teknologi
Konservasi Air pada Pertanian Lahan
Kering. http://balittanah.litbang.deptan.go.id diakses pada 10
Maret 2014.
Tim Fakultas Pertanian UGM. 2014. Dampak Erupsi Gunung
Kelud Terhadap Lahan Pertanian. http://faperta.ugm.ac.id diakses pad 10
Maret 2014.
Komentar
Posting Komentar