MENINGKATKAN HASIL PERTUMBUHAN PADA PERBANYAKAN
TANAMAN SANSEVIERIA SECARA KULTUR JARINGAN
Disusun oleh
Tugas
Pemuliaan Tanaman kelas AT-4A sebagai nilai ujian KD II
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena atas berkah limpahan rahmat dan karunia-Nya lah sehingga penulis dapat
menyelsaikan tugas review pemuliaan tanaman mengenai tanaman Sansivieria ini
dengan tepat waktu. Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Sri
Hartati selaku dosen Pemuliaan Tanaman kelas AT-4A, yang berkenan memberikan
masukan untuk perbaikan makalah ini, para penulis jurnal yang bersedia
membagikan pengetahuannya lewat pemberitaannya di dunia maya, orangtua yang
senantiasa memberikan dukugan agar tetap rajin belajar, juga teman-teman
seperjuangan yang senantiasa selalu menyuntikkan energi semangat untuk pantang
menyerah.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas UKD II
Pemuliaan Tanaman sekaligus untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan para
mahasiswanya, yang bergerak dibidang pertanian agar mempunyai pengetahuan luas,
sehingga dalam pengaplikasiannya di dunia nyata bisa bermanfaat bagi dunia
pertanian, para pelaku pertanian, maupun bagi kemajuan bangsa dan negara.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun guna
perbaikan makalah ini agar lebih baik sehingga dapat lebih bermanfaat bagi
sesama, khususnya pelaku yang menekuni dunia pertanian.
15 Maret 2014
Penulis
LATAR
BELAKANG
Indonesia merupakan negara dengan
kekayaan keanekaragaman hayati nomor 2 didunia setelah Brazil. Sebanyak
5.131.100 keanekaragaman hayati di dunia, 15,3% nya terdapat di Indonesia. Belakangan ini masih ada lagi penemuan tanaman baru
yang belum teridentifikasi jenisnya di sekitar beberapa pedalaman hutan
Indonesia. Keanekeragaman spesies tersebut jika dimanfaatkan dalam segi
pendidikan, kesehatan, ekonomi, kebudayaan maupun pariwisata akan berkontribusi
besar dalam kemajuan bangsa. Kehadiran
tanaman eksotik mampu dijadikan alat penarik wisatwan. Potensi
keanekaragaman hayati yang telah kita gunakan, rata-rata kurang dari 5% dari
potensi yang kita miliki. Selain itu, dari 1.790 paten per tahun, paten yang
dihasilkan dari aplikasi lokal hanya 117,3 saja, padahal potensi yang belum
tereksplorasi masih sangat banyak,” ungkap Dekan Fakultas Kedokteran (FK)
Unpad, Prof. Tri Hanggono, saat mengisi acara Seminar Internasional bertajuk “Biotechnology
Enchancement for Toipical Biodiversity”.
Selain memilki keanekaragaman hayati
yang tinggi, Indonesia juga prospek untuk mengembangkan tanaman-tanaman yang
didatangkan dari luar. Salah satunya adalah Sansevieria atau yang lebih dikenal
sebagai lidah mertua di Indonesia, merupakan tanaman hias yang banyak diminati
karena memiliki nilai daya saing dari segi keindahan, kesehatan, komponen
material maupun kepraktisannya. Dari segi keindahan, Sansivieria memiliki
keanekaragaman bentuk, ukuran dan corak daun yang sedap dipandang, dari segi
kesehatan memiliki daya serap bagus terhadap polutan udara, dari komponen
material Sansevieria memiliki serat daun alami yang bagus untuk pembuatan
komposit, dan dari segi kepraktisan tanaman Sansivieria dapat tumbuh dengan
mudah di halaman rumah maupun di dalam ruangan.
Seiring
kemajuan penelitian mengenai Sansevieria, kegunaan dari tanaman ini pun mulai
beragam, untuk itulah diperlukannya suatu teknik pemuliaan tanaman yang baik
untuk mendapatkan kultivar baru Sansevieria yang lebih menguntungkan menurut
kehendak pelaku pemuliaan tanaman tersebut.
PEMBAHASAN
Sansevieria
memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dan mempunyai prospek yang cukup
bagus, karena telah menjadi salah satu komoditas eksport. Permintaan akan komoditas
Sansevieria perlu diimbangi dengan teknik budidaya yang baik guna memenuhi
permintaan pasar domestik dan internasional. Perbanyakan Sansevieria pada
umumnya dilakukan secara vegetatif, seperti: pisah anakan, stek daun, potong
pucuk, cacah daun, cabut pucuk, stek rimpang, dan kultur jaringan (Purwanto
2006 dalam Suharsi dan Namira 2013). Perbanyakan secara vegetatif banyak
dilakukan karena lebih cepat menghasilkan anakan dibandingkan perbanyakan
secara generatif. Selain itu budidaya tanaman Sansevieria memerlukan komposisi
media tanam yang cocok, sehingga dapat memberikan pertumbuhan yang baik.
Seperti
hal yang dikemukakan diatas, untuk itu dilakukan penelitian mengenai mengetahui
komposisi media tanam yang sesuai, konsentrasi ZPT Giberelin (GA3)
dan interaksi antara komposisi media tanam dengan konsentrasi ZPT Giberelin (GA3)
untuk pertumbuhan tunas Sansivieria trifaciata Prain ‘Laurentii’. Bahan tanaman yang digunakan adalah
stek daun Sanseviera trifaciata Prain ‘Laurentii’ jenis daun variegate,
pupuk kandang, kompos, arang sekam, cocopeat, tanah, pasir malang,
polibag, ZPT GA3, fungisida Dithane. Alat yang digunakan
berupa rumah paranet dengan naungan 55% berukuran 10 m x 5 m digunakan sebagai
bangunan tanam, alat-alat untuk menanan stek. Penelitian terdiri dari dua
bagian, bagian pertama adalah stimulasi pertumbuhan akar dan inisiasi tunas
stek daun Sansevieria trifaciata Prain ‘Laurentii’. Bagian kedua adalah
percobaan untuk mengetahui pengaruh komposisi media tanam serta konsentrasi ZPT
GA3 terhadap pertumbuhan tunas dari stek daun Sansevieria
trifaciata Prain ‘Laurentii’. Stek daun dari dua jenis Sansevieria
trifaciata Prain’Laurentii’ jenis daun variegata dan jenis daun
hijau, ditanam untuk menumbuhkan tunasnya selama 13 minggu. Stek daun yang
telah bertunas digunakan sebagai bahan untuk percobaan yang sebenarnya.
Rancangan yang digunakan dalam percobaan adalah Rancangan Kelompok Lengkap
Teracak (RKLT) dua faktor. Faktor pertama adalah jenis komposisi media tanam
dan faktor kedua adalah konsentrasi ZPT GA3. Komposisi media tanam
yang digunakan dalam percobaan terdiri dari tiga jenis yaitu (M1) arang sekam :
tanah : kompos (1:2:1), (M2) pasir malang : tanah : kompos (2:2:1), (M3) cocopeat
: tanah : kompos dengan perbandingan (3:2:1). Konsentrasi ZPT GA3
yang digunakan terdiri dari tiga taraf yaitu (G0) konsentrasi 0 ppm, (G1)
konsentrasi 100 ppm, (G2) konsentrasi 500 ppm. Data yang diperoleh dianalisis
dengan menggunakan uji-F dan uji lanjut yang digunakan adalah uji wilayah
berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5% apabila dalam uji-F menunjukkan pengaruh
nyata.
Hasil
pembahasan dapat disimpulkan sebagai: Komposisi media arang sekam : tanah :
kompos (1:2:1) dan komposisi media pasir malang : tanah : kompos (2 :2 :1) merupakan
media yang baik untuk menstimulasi pertumbuhan tunas pada Sansevieria trifasciata
Prain “Laurentii” jenis variegata. Penggunaan ZPT GA3 hingga
konsentrasi 500 ppm tidak meningkatkan pertumbuhan tunas pada Sansevieria
trifasciata Prain “Laurentii” jenis daun variegata, namun
meningkatkan pertumbuhan akar stek. Perlakuan komposisi media arang sekam
:tanah: kompos (1:2:1) dan GA3 500 ppm paling bagus untuk stimulasi pertumbuhan
tunas Sansevieria trifasciata Prain “Laurentii” jenis daun variegate (Suharsi dan Namira 2013).
Nodul adalah gumpalan sel meristematik
yang berisi, padat, sel-sel independen bulat, yang mengambil bagian dalam sel
internal yang konsisten dan diferensiasi jaringan. Tujuan dari percobaan ini adalah
pembentukan kultur kalus dari cakram daun dan regenerasi beberapa tunas dari
nodul atau massa kalus. Pemeliharaan jangka panjang potensi regeneratif budaya
ini juga ditentukan.
Tahap dalam penelitian ini dapat
dijelaskan sebagai berikut, eksplan
dicuci di bawah air mengalir selama 30 menit diikuti oleh 1 % Bavistin selama
30 menit, dicelupkan ke dalam 5% (v/v)
Teepol (Qualigens, Mumbai, India ) selama 10 menit, kemudian dibilas dengan air
suling steril ganda (DDW) dan dipindahkan ke 70% etanol selama 30 s. Jaringan
sumber yang permukaan disterilkan dengan 0,1% (m/v) HgCl2 selama 7 menit dan
dicuci di steril DDW. Bagian
basal 5-6 cm daun dewasa disterilkan diiris ke disk (5 mm tebal) dan
digunakan sebagai eksplan untuk induksi kalus dan nodul. Media kultur untuk
induksi kalus dan nodulasi berikutnya terdiri dari Murashige dan Skoog garam, 3
% sukrosa dan baik asam indole - 3 - butirat ( IBA ; 1 - 15 M) , atau asam 2,4-
dichlorophenoxyacetic (2 ,4-D, 1-15
M) atau asam 2,4,5-trichlorophenoxyacetic (2,4,5-T; 0,1-1,5 M). pH medium telah disesuaikan
menjadi 5,8 sebelum penambahan 0,8 % (m/v) agar. Semua bahan kimia yang
digunakan adalah kelas analitis (Sigma atau Merck). Medium dibagikan dalam
tabung kultur 50 cm3 atau termos 150 cm3. Media yang
diautoklaf pada suhu 121°C dan 1,06 kg cm - 2 tekanan selama 20 menit. Nodul
yang berkembang pada disk daun yang dipotong dan dipindahkan ke media segar.
Kultur saham yang diperoleh secara rutin sub - kultur pada interval bulanan
untuk perkalian. Nodul dikembangkan pada 2,4-D dan 2,4,5-T dan kalus dikembangkan
pada IBA digunakan sebagai awal jaringan untuk percobaan regenerasi.
Hasil percobaan didapat, kalus
berlimpah pada cakram daun dicapai pada Murashige dan Skoog (MS ) ditambah
dengan 10 uM indole -3- butyric acid (IBA), sedangkan frekuensi tinggi nodulasi
diinduksi pada asam 2,4- dichlorophenoxyacetic (2,4- D) dan 2,4,5 - asam
trichlorophenoxyacetic (2,4,5–T)
berisi media. Kemampuan regenerasi tunas dari jaringan berbudaya terjadi pada
berbagai tingkat di semua media. Melalui kultur kalus maksimum 17,6 ± 0,14
pucuk per budaya dibentuk pada medium yang mengandung 5μM 6-benziladenin (BA)
dan 2 M α-naphthaleneacetic acid (NAA). Di antara budaya bintil, yang 2,4- D
yang dihasilkan nodul lebih proliferatif dan regeneratif dibandingkan dengan
nodul 2,4,5-T diinduksi dan maksimal 25 ± 0,16 pucuk per budaya diproduksi pada
medium yang mengandung 5 BA M ditambah 1 M NAA. Tunas regenerasi berhasil
berakar pada setengah kekuatan semi-padat MS medium yang mengandung 5 uM IBA
dengan jumlah rata-rata 3,5 ± 0,18 akar dan panjang akar 6,5 ± 0,14 cm.
Kemampuan regeneratif dari jaringan kalus stabil upto satu tahun, sedangkan
nodul mempertahankan totipotensi
untuk menumbuhkan pada media optimal bahkan setelah 3 tahun dari subkultur. Bagian histologis nodul mengkonfirmasi anatomi
khas menunjukkan unsur-unsur vaskular pada bundel dengan baik ditandai korteks
dan epidermis penutup (Shahzad et al., 2002).
Salah
satu teknik perbanyakan alternatif yang dapat menghasilkan bibit dalam jumlah
banyak dalam waktu relatif cepat adalah perbanyakan secara in vitro.
Teknik ini memungkinkan dihasilkannya banyak tunas dari eksplan yang berukuran
kecil, dan jika tunas yang berakar diaklimatisasi maka akan dihasilkan bibit
tanaman dalam jumlah banyak (Kalimuthu et al., 2007; Ali et al.,
2008 dalam Yusnita et al., 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh benziladenin (BA)
terhadap pembentukan tunas dan pengaruh asam indolbutirat dan campuran media
terhadap pengakaran ex vitro dan aklimatisasi Sansevieria trifasciata
‘Lorentii’.
Penelitian
menggunakan bahan tanaman yang digunakan sebagai eksplan diambil dari daun
termuda yang sudah berkembang penuh yang dipotong setengah bagian daun bagian
atas. Sterilisasi eksplan diawali dengan mencuci potongan daun dengan air
mengalir selama 20 menit. Daun dipotong-potong menjadi 3-4 bagian (± 3-4 cm),
dikocok dalam larutan NaOCl 0.26% selama 15 menit, dan dibilas dengan air
keran. Selanjutnya sterilisasi dilakukan di dalam laminar air flow cabinet (LAFC),
yaitu merendam-kocok potongan daun dalam NaOCl 0.53% selama 15 menit lalu
dibilas dengan akuades steril tiga kali. Daun lalu dipotong dengan ukuran 0.8
cm x 0.8 cm untuk digunakan sebagai eksplan. Media yang digunakan adalah media
inisiasi kalus dan media perlakuan penginduksi tunas. Keduanya menggunakan
garam-garam makro dan mikro MS (Murashige dan Skoog, 1962) dengan 30 g L-1
sukrosa, 0.1 mg L-1 thiamin-HCl, 0.5 mg L-1
piridoksin-HCl, 0.5 mg L-1 asam nikotinat, 2 mg L-1
glisin dan 100 mg L-1 mio-inositol. Media inisiasi kalus adalah MS
dengan 0.25 mg L-1 2,4-D. Media perlakuan adalah media MS yang
ditambah dengan berbagai konsentrasi BA (0, 0.5, 1, 2, dan 5 mg L-1).
Media diatur pH-nya menjadi 5.8 sebelum ditambahkan 7 g L-1 bubuk
agar. Media dididihkan, lalu dimasukkan ke dalam botol-botol kultur 250 ml,
sebanyak 30 ml per botol
Potongan daun sebagai eksplan
berasal dari daun muda yang sudah tumbuh penuh, disterilisasi, dan dikulturkan
selama 2 minggu pada media Murashige and Skoog (MS) yang mengandung 0.25 mg L-1
2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D), lalu disubkultur ke media tanpa zat
pengatur tumbuh selama 2 minggu, selanjutnya dipindahkan ke media MS yang
mengandung BA (0, 0.5, 1, 2, dan 5 mg L-1). Hasil percobaan
menunjukkan, tunas adventif muncul melalui pembentukan kalus terlebih dahulu.
Konsentrasi BA yang efektif untuk pembentukan tunas adalah 2 mg L-1,
yaitu dihasilkan 4.5 tunas per eksplan dalam 3 bulan dan 11.1 tunas per eksplan
dalam waktu 4 bulan. Aplikasi 2000 ppm IBA dan media arang sekam+kompos (1:1) menghasilkan
jumlah akar terbanyak dengan panjang dan bobot basah rata-rata tertinggi, namun
metode pengakaran ex vitro tidak berpengaruh terhadap keberhasilan
aklimatisasi. Rata-rata persen tanaman hidup pada waktu aklimatisasi adalah 96%
dan tidak menghasilkan perbedaan pertumbuhan akibat perlakuan media dan IBA
(Yusnita et al., 2013).
Tujuan
dari penelitian ini adalah perbandingan antara apikal, tengah dan bawah bagian
tanaman ular (Sansevieria trifasciata
L.) daun untuk membentuk meristemoids. Efek dari tiga bagian yang berbeda dari
daun dalam menanggapi 2,4-D dan kinetin terhadap pembentukan meristemoids dan
NAA dan IBA akar formasi di pabrik ular diselidiki. Menggunakan 2,4-D untuk
pembentukan meristemoids sangat penting. Dalam media kultur ditambah dengan
kinetin (Kin) atau media tanpa ZPT tidak ada apapun menembak menjamur setelah
dua bulan. Tingkat proliferasi yang tinggi diamati di media ditambah dengan
0,35 mg l 2,4-D atau dan kemudian 0,4 mg l Kin. Bagian yang berbeda dari
leafhad tidak ada pengaruh yang signifikan pada in vitro menembak tingkat
proliferasi dan panjang tunas rata-rata. Paling sering rooting diamati ketika
planlet dicelupkan ke dalam 2000 mg l IBA selama 3 detik. Planlet berakar
dipindahkan ke campuran perlite dan gambut, dipertahankan di bawah tenda
kelembaban tinggi. Kemudian Planlet dipindahkan ke kondisi rumah kaca dengan
kematian kurang dari 5%.
Segmen
daun rumah kaca tumbuh Sansevieria
trifasciata L. dikumpulkan dan dicuci dengan air keran selama 10 menit dan
kemudian dipindahkan ke aliran udara kabinet dan permukaan disterilkan dengan
70 % etanol selama 1 detik dan kemudian tenggelam dalam 10 % Clorox (mengandung
5,25% sodium hypochlorite) selama 10 menit dan kemudian dibilas tiga kali
dengan air suling steril dan dipotong-potong 1 cm . Segmen tersebut dipilih
dari apikal, tengah dan bawah bagian daun. Eksplan dikultur pada media MS yang
mengandung 30 gl sukrosa dan 5 gl agar. Sampel primer yang terus menerus pada
media MS ditambah dengan 0,15 , 0,25 dan 0,35 mg l 2,4-D, dan setelah 20 hari
dipindahkan ke medium yang mengandung 0,3 mg l kinetin untuk proliferasi tunas Total jumlah eksplan untuk setiap perlakuan
adalah 16. PH media diatur pada 5,8 (dengan HCl 0,1 N) sebelum yang diautoklaf
selama 15 menit pada 121˚C dan tekanan 1,5 kg cm. Kultur dipertahankan pada 25
± 5˚C di terus terang (20 ìmol ms) dan kemudian eksplan disubkultur setiap 30
hari pada medium MS ditambah dengan 0,5 mg l kinetin. Dalam meristemoids tahap
induksi tiga konsentrasi dari 0,15 , 0,25 dan 0,35 mg l 2,4- D dan menembak
tahap pembentukan 0,3 mg l kinetin digunakan. Dalam tahap rooting tunas 3 cm
panjang yang dipotong dan dipindahkan ke setengah kekuatan MS medium yang mengandung
0.5 -1 mg l NA . Dalam satu eksplan pengobatan juga cepat dicelupkan ke dalam
2000 mg l IBA selama 3 detik sebelum kultur. Data dianalisis dengan menggunakan
software statistik MSTAT-C dan uji Tukey digunakan untuk menunjukkan perbedaan
yang signifikan (P=0,05). Delapan ulangan digunakan untuk setiap perlakuan dan
masing-masing ulangan termasuk dua eksplan.
Hasil
yang didapat adalah prosedur sterilisasi
sangat efektif, 100% budaya terbukti bersih. Proliferasi tunas dan multiplikasi
diamati dalam waktu hampir 50 hari. Menggunakan bagian bawah daun untuk
pembentukan kalus betterthan bagian apikal. Pembentukan kalus diamati
sebelumnya dalam segmen bawah daun. Menggunakan 0,35 mg l 2,4-D efektif pada
peningkatan laju proliferasi tunas dan panjang tunas, bagaimanapun, menggunakan
0,15 dan 0,25 mg l 2,4-D tidak efektif. Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa
bagian-bagian yang berbeda dari daun memiliki tidak ada dampak yang signifikan
terhadap proliferasi tunas dan rata-rata panjang tunas tapi bawah bagian daun
konsentrasi 0,35 mg l 2,4-D disebabkan 4,28 ( tingkat proliferasi ) dan 1,53 cm
( panjang tunas rata-rata) setelah 4,5 bulan. Seragam dan rooting cepat
diperoleh dengan mencelupkan planlet pada tahun 2000 mg l IBA. Namun, perbedaan
lainnya ditemukan dalam panjang akar rata-rata dan angka pada planlet diobati
dengan NAA vs metode cepat mencelupkan. Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa
tanaman ular tidak perlu subkultur sebelum dua bulan dalam kondisi in vitro.
Pada tahap aklimatisasi, beberapa daun dapat menjadi melengkung tapi daun baru
akan menghasilkan dari pusat plantlet. Planlet dapat menghasilkan akar tanpa
pengobatan hormonal tetapi pertumbuhan tanaman regulator akan mempercepat
rooting (Sarmast et al., 2009).
KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat
diambil dari review beberapa jurnal terkait perbanyakan tanaman Sansevieria
dengan cara kultur jaringan adalah sebagai berikut:
1.
Komposisi media arang sekam : tanah : kompos (1:2:1) dan komposisi media
pasir malang : tanah : kompos (2 :2 :1) merupakan media yang baik untuk
menstimulasi pertumbuhan tunas pada Sansevieria trifasciata Prain
“Laurentii” jenis variegata.
2.
Penggunaan ZPT GA3 hingga konsentrasi 500 ppm tidak meningkatkan
pertumbuhan tunas pada Sansevieria trifasciata Prain “Laurentii” jenis
daun variegata, namun meningkatkan pertumbuhan akar stek.
3.
Perlakuan komposisi media arang sekam :tanah: kompos (1:2:1) dan GA3 500
ppm paling bagus untuk stimulasi pertumbuhan tunas Sansevieria trifasciata Prain
“Laurentii” jenis daun variegate.
4.
Pada percoban regenerasi tunas dari eksplan daun S. trifasciata melalui
organogenesis tidak langsung, yaitu melalui terbentuknya kalus. Penambahan 2 mg
L-1 BA ke dalam media induksi tunas menghasilkan jumlah tunas
terbanyak yaitu 4.5 tunas pada umur 3 bulan dan 11.1 tunas per eksplan pada
umur 4 bulan. Pemberian 2,000 ppm IBA pada dasar tunas dan penggunaan media
arang sekam: kompos (1:1) untuk pengakaran ex vitro menghasilkan jumlah
akar sekunder, panjang dan bobot akar terbaik, tetapi tidak berpengaruh
terhadap keberhasilan aklimatisasi, tinggi tanaman dan jumlah daun pada
planlet.
5.
Tunas regenerasi
berhasil berakar pada setengah kekuatan semi-padat MS medium yang mengandung 5
uM IBA dengan jumlah rata-rata 3,5 ± 0,18 akar dan panjang akar 6,5 ± 0,14 cm.
Kemampuan regeneratif dari jaringan kalus stabil sampai satu tahun, sedangkan nodul
mempertahankan totipotensi
untuk menumbuhkan pada media optimal bahkan setelah 3 tahun dari subkultur.
DAFTAR
PUSTAKA
Sarmast, M.K.,
Salehi, M. and Salehi, H. 2009. The Potential of Different Parts of Sansevieria trifasciata L. Leaf for Meristemoids
Production. Australian Journal of Basic and Applied Sciences,
3(3): 2506-2509, 2009. http://ajbasweb.com
diakses pada 22 Maret 2014.
Shahzad A, N. Ahmad, M.A. Rather, M.K. Husain, M. Anis. 2002. Improved shoot regeneration
system through leaf derived callus and nodule culture of Sansevieria cylindrical. Biologia Plantarum 53 (4): 745-749,
2009. http://researchget.net
diakses pada 14 Maret 2014.
Suharsi,
Tatiek Kartika dan Namira. 2013. Pertumbuhan Tunas Sansevieria trifaciata Prain ‘Laurentii’ pada
Beberapa Komposisi Media Tanam dan Konsentrasi
GA3. Bul. Agrohorti 1 (1) : 89 - 93
(2013). http://portalgaruda.org
diakses pada15 Maret 2104.
Yusnita,
Triani Wahyuningsih, Puji Sulistiana, dan Dwi Hapsoro. 2013. Perbanyakan In Vitro Sansevieria
trifasciata ‘Lorentii’: Regenerasi Tunas, Pengakaran,
dan Aklimatisasi Planlet. J. Agron.
Indonesia 41 (1) : 70 - 76 (2013).
http://portalgaruda.org diakses pada 15 maret 2013.
Komentar
Posting Komentar