Pemecahan Masalah terhadap Serangan Busuk Pangkal Batang oleh Jamur G. boninense Pat. pada Perkebunan Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kelapa
sawit (Elaeis guineensis),
merupakan tanaman penghasil minyak tertinggi. Seperti tanaman lain, kelapa
sawit juga rentan terhadap serangan sejumlah penyakit, salah satu penyakit yang
paling penting di kelapa sawit adalah Busuk Pangkal Batang atau Basal Stem
Rot (BSR).
Busuk pangkal batang merupakan penyakit utama
pada kelapa sawit di Indonesia. Penyebab penyakit ini adalah jamur patogenik
dari genus Ganoderma. Beberapa spesies Ganoderma
adalah jamur pembusuk kayu, beberapa jenis bersifat patogen dan merugikan
terhadap tanaman yang bernilai ekonomi tinggi dan tanaman tahunan. Di ekosistem hutan, Ganoderma
memiliki peran ekologis dalam proses pemecahan senyawa lignin pada jaringan
kayu.
Berbagai metode pengendalian mandiri telah banyak
dilakukan, tetapi tidak berhasil dengan baik. Bahan tanaman yang resisten juga
belum tersedia. Pengendalian secara terpadu dan berkelanjutan sangat diperlukan
untuk menunjang keberlangsungan budidaya perkebunan tanaman kelapa sawit.
B.
Perumusan
Masalah
Permasalahan yang dihadapi pada serangan Ganoderma yaitu:
1.
Belum ditemukannya cara penyembuhan penyakit busuk
pangkal batang sehingga perlakuan yang dilakukan untuk pengendaliannya hanya
ditujukan untuk memperpanjang masa hidup tanaman.
2.
Peningkatan serangan penyakit Ganoderma disebabkan oleh tindakan teknis budidaya yang tidak tepat.
3.
Gejala luar awal serangan penyakit sulit
dideteksi sehingga penanganannya sulit dilakukan. Tanaman yang sakit mengalami
pembusukan pada jaringan dalam pangkal batangnya, sehingga dapat mengakibatkan
tanaman mati atau tumbang sebelum waktunya.
C.
Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Mengetahui
berbagai faktor-faktor penyebab munculnya serangan penyakit busuk pangkal
batang pada tanaman kelapa sawit.
2. Mengetahui
apa saja perlakuan yang dapat mencegah serangan penyakit busuk pangkal batang
pada tanaman kelapa sawit.
3. Mengetahui
bagaimana cara permasalah efektif pada serangan penyakit busuk pangkal batang,
sehingga mampu untuk mempertahankan keberlangsungan budidaya tanaman kelapa
sawit.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Analisis
Permasalahan
1.
Karakteristik tanaman perkebunan kelapa
sawit
Pendahuluan Awal tahun 2000, sektor industri kelapa
sawit sebagai salah satu tanaman utama dalam produksi minyak nabati berada di
tahap pengembangan menggiurkan, dengan laju pertumbuhan yang signifikan
dibandingkan dengan tiga tanaman minyak nabati dunia lainnya (kedelai, rapeseed
dan bunga matahari). Laju pertumbuhan kelapa sawit sangat besar dibandingkan
ketiga tanaman tersebut. Produksi minyak kelapa sawit terus mengalami
peningkatan dari sangat kecil pada tahun 1960 sampai menyamai minyak kedelai
sebagai pemasok utama minyak nabati pada awal tahun 2005.
Perkebunan kelapa sawit umumnya ditanam secara
monokultur dengan cover crop berjenis
rumput-rumputan sebagai pelindung tanah. Pergiliran tanaman kelapa sawit
biasanya dalam kurun waktu 3-10 tahun, dengan menggunakan bibit tanam hasil
perbanyakan secara vegetative (untuk mempercepat masa produksi tanam).
2.
Karakteristik jamur
Menurut Agrios (1996) taksonomi
penyakit busuk pangkal batang yaitu:
Species: G. Boninense Pat
Gambar 1. Miselium Jamur G. boninense Pat.
Busuk pangkal batang (basal stem rot) disebabkan oleh jamur Ganoderma boninense (Semangun 2000). Hasil penelitian Abadi (1987) menunjukkan, bahwa penyebab
BPB pada beberapa perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara adalah G. boninense.
Cendawan G. boninense termasuk salah satu kelompok jamur kayu filum
Basidiomycota, Ordo Aphyllophorales, dan famili Ganodermataceae dahulu disebut
Polyporaceae (Alexopoulus et al.,
1996). Di
Indonesia, G. boninense Pat. dapat tumbuh pada pH 3-8.5 dengan
temperatur optimal 30oC dan terganggu pertumbuhannya pada suhu 15oC dan
35oC,
dan tidak dapat tumbuh pada suhu 40oC.
Gambar 1.1 jamur G. boninense Pat. pada
tanaman Kelapa sawit
Ganoderma
boninense adalah kelompok cendawan busuk putih (white rot fungi), cendawan ini bersifat lignolitik (Susanto 2002;
Paterson 2007). Oleh sebab itu, cendawan ini mempunyai aktivitas yang lebih
tinggi dalam mendegradasi lignin dibandingkan kelompok lain. Komponen penyusun
dinding sel tanaman adalah lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Cendawan G.
boninense memperoleh energi utama dari selulosa, setelah lignin berhasil
didegradasi, selain itu karbohidrat seperti zat pati dan pektin, diperoleh
meskipun dalam jumlah kecil (Paterson 2007).
Selulosa
merupakan bagian terbesar yang terdapat dalam dinding sel tanaman, yaitu
berkisar antara 39-55%, kemudian lignin 18-33%, dan hemiselulosa 21-24%
(Martawijaya et al., 2005). Dengan
demikian, untuk dapat menyerang tanaman, cendawan tersebut harus mampu mendegradasi
ketiga komponen tersebut. Lignin merupakan polimer senyawa aromatik yang
membungkus komponen polisakarida (selulosa dan hemiselulosa) dinding kayu baik
secara fisik maupun secara kimiawi, sehingga akan meningkatkan ketahanan kayu
sebagai material komposit yang resisten terhadap serangan mikroorganisme.
Lignin tersusun melalui stuktur kompleks polimer yang menghubungkan tiga unit
monomerik dengan ikatan karbonkarbon dan aril eter. Lignoselulosa pada kelapa
sawit sama halnya seperti selulosa dan hemiselulosa yang berasosiasi dengan
lignin, memiliki kemampuan untuk melindungi tanaman dari serangan
mikroorganisme, meningkatkan ketahanan tanaman, dan memberikan perlindungan
terhadap dinding sel dan jaringan xilem tanaman.
Basidiospora
tidak mempunyai kemampuan parasitik yang cukup tetapi mempunyai kemampuan
saprofitik untuk mengkoloni substrat dan membangun inokulum yang berpotensi
untuk menginfeksi tanaman sehat. Cara penularan utama yang terjadi di lapangan
adalah melalui kontak akar pada tanaman sakit (Turner 1981 cit Hashim 1993).
3.
Tanda gejala serangan
Pada
tanaman yang terserang, belum tentu ditemukan tubuh buah Ganoderma boninense
pada bagian pangkal batang, namun kita dapat pengidentifikasi serangan
lewat daun tombak yang tidak terbuka sebanyak ± 3 daun (Ariffin et al., 2000). Pada tanaman muda gejala
eksternal ditandai dengan menguningnya sebagian besar daun atau pola belang di
beberapa bagian daun yang diikuti klorotik. Daun kuncup yang belum membuka
ukurannya lebih kecil daripada daun normal dan mengalami nekrotik pada bagian
ujungnya. Selain itu tanaman yang terserang juga kelihatan lebih pucat dari
tanaman lain yang ada disekitarnya pertumbuhannya terhambat dan memiliki daun
pedang yang tidak membuka (Ariffin et
al., 2000; Sinaga et al., 2003;
Yanti dan Susanto 2004). Gejala pada tingkat serangan lanjut adalah selain
adanya daun tombak yang tidak terbuka yaitu adanya nekrosis pada daun tua
dimulai dari bagian bawah. Daun-daun tua yang mengalami nekrosis selanjutnya
patah dan tetap menggantung pada pohon. Pada akhirnya tanaman akan mati dan
tumbang. Serangan lebih lanjut dapat mengakibatkan tanaman kelapa sawit
tumbang, karena jaringan kayu pada bagian pangkal batang mengalami pelapukan
(Yanti dan Susanto 2004).
4.
Mekanisme infeksi jamur
Agar timbul penyakit, patogen harus berhubungan
dengan jaringan tumbuhan yang hidup dan berkembang di dalamnya. Aktivitas
patogen dalam badan tumbuhan terutama bersifat kimiawi (Semangun 2000). Ganoderma menular ke tanaman sehat bila
akar tanaman sehat bersinggungan dengan tunggul-tunggul pohon yang sakit.
Akar-akar tanaman kelapa sawit yang muda tertarik kepada tunggul yang membusuk
karena kaya akan hara dan mempunyai kelembapan tinggi (Semangun 2000). Agar dapat menginfeksi akar tanaman
sehat, cendawan harus mempunyai bekal makanan (food base) yang cukup (Semangun
2000).
Gejala yang khas, sebelum terbentuknya tubuh buah
jamur, adalah adanya pembusukan pada pangkal batang. Penyakit ini menyebabkan busuk kering pada jaringan
dalam. Pada penampang bagian batang yang terserang akan tampak berwarna coklat
muda dengan jalur-jalur tidak teratur yang berwarna lebih gelap. Lambat atau
cepat Ganoderma penyebab penyakit ini membentuk tubuh buah
basidiokarp, pada pangkal batang atau kadang-kadang pada akar sakit di dekat
batang. Tubuh buah hanya dibentuk setelah penyakit berkembang cukup lanjut,
sesudah tampaknya gejala pada daun. Tubuh buah yang paling muda dibentuk di dekat tepi bagian yang membusuk
(Semangun 2000). Tubuh buah jamur ini dapat berumur sampai beberapa tahun
(Susanto 2005).
Pada tanaman yang terserang tampak tubuh buah
jamur yang mula-mula tampak sebagai suatu bongkol kecil berwarna putih, pada
pangkal pelapah daun atau pada batang antara puntung-puntung pelepah daun. Tubuh buah terus berkembang menjadi berbentuk
kipas tebal.
5. Faktor-faktor
yang mempengaruhi
a. Teknik
penanaman
Letak kebun tidak terlalu
berpengaruh sebab penyakit ini banyak ditemui di daerah pantai maupun daerah
pedalaman. Laporan awal menyebutkan bahwa penyakit BPB banyak terjadi pada
daerah pantai, tetapi laporan terakhir menyebutkan bahwa BPB banyak terjadi di
daerah pantai maupun daerah pedalaman.
Sinaga et al., (2003) mengemukakan, bahwa penyakit BPB ini sudah merupakan
ancaman bagi berbagai perkebunan kelapa sawit di Indonesia, terutama pada kebun
yang telah mengalami peremajaan berulang, bahkan pada kebun yang telah
mengalami peremajaan tiga kali dengan tanaman belum menghasilkan (TBM),
kejadian penyakit sudah terjadi hingga 11%. Hasil penelitiannya menunjukkan,
semakin sering kebun sawit mengalami peremajaan atau pada areal pertanaman
kelapa sawit sebelumnya ditanami dengan kopi, karet atau tanaman lain, maka
semakin rendah keragaman, kelimpahan, dan pemerataan agens biokontrol yang
ditemukan. Berkurangnya keberadaan, keragaman, dan kelimpahan agens antagonis
(kurang dari 105 cfu/g tanah) akan menyebabkan tingginya kejadian penyakit BPB.
Penyakit BPB dapat menyebabkan kehilangan hasil secara langsung erhadap
minyak sawit dan penurunan bobot tandan buah segar (Susanto et al., 2005). Kerusakan yang ditimbulkan dapat mencapai
80% (Yulianti 2001) hingga 100%, bahkan dapat menyebabkan kematian pada tanaman
yang terserang (Abadi 1987).
Di Indonesia serangan BPB awalnya
rendah pada tanaman kelapa sawit berumur 7 tahun, selanjutnya serangan
meningkat sebesar 40% ketika tanaman kelapa sawit mencapai usia 12 tahun
(Ariffin et al. 2000). Pada lahan generasi keempat serangan BPB terjadi lebih
awal dan menyerang tanaman berumur 1 hingga 2 tahun (Sinaga et al. 2003).
b. Status
hara
Kerusakan tanaman akibat serangan
patogen akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya daur pertanaman dalam
suatu kebun. Hal ini terjadi karena substrat bagi Ganoderma akan semakin
tersedia atau inokulum semakin tinggi populasinya.
Luka pada tanaman berperan sebagai
titik mula atau membantu tempat masuknya Ganoderma ke tanaman. Luka pada
tanaman ini dapat disebabkan oleh faktor biologis misalnya gigitan tikus,
tupai, babi hutan, dan serangga. Faktor yang kedua adalah luka mekanis,
misalnya akibat parang, cangkul ataupun alat berat. Tanaman yang lemah akan
mudah terserang patogen. Lemahnya tanaman ini dapat disebabkan karena kurangnya
hara bagi tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebun yang dipupuk dengan
unsur hara makro seperti nitrogen (N), potassium (P), dan kalium (K) dapat
meningkatkan kesehatan tanaman. Akan tetapi kekurangan akan unsur hara mikro
seperti boron (B) dan tembaga (Cu) serta magnesium (Mg) dapat meningkatkan
kejadian penyakit (Ariffin et al. 2000).
Tekstur tanah pesisir
yang liat, kadar Na dan Mg yang tinggi dan kekurangan hara tertentu dapat
meningkatkan insiden di lapangan (Turner 1981).
c. Jenis
tanaman
d. Sistem
perkebunan
Sebenarnya,
perkembangan epidemi suatu patogen yang cepat pada ekosistem monokultur bukan
sesuatu kejadian yang baru, karena ekosistem monokultur yang memiliki ragam
populasi rendah memang rentan terhadap berbagai macam tekanan lingkungan.
Apalagi dalam intensifikasi dan ekstesifikasi tanaman sawit di areal yang
sangat luas, dipastikan ada suatu mata rantai ekosistem Ganoderma. yang
berperan penting dalam menjaga keseimbangan populasinya di alam hilang.
Akibatnya, perkembangan populasi Ganoderma patogen di areal perkebunan sawit
menjadi tidak terkendali. Dengan istilah lain, lahan yang ditanami kelapa sawit
sebenarnya merupakan lahan yang sakit. Sehingga setahan dan sesuci apapun
kelapa sawit yang dibudidayakan, dapat dipastikan akan terserang Ganoderma.
Jadi akar masalah Ganoderma bukan pada tahan tidaknya kelapa sawit yang
ditanam, tetapi lebih pada permasalahan ekologi (Priyatno 2012).
e. Umur
tanaman
Penyakit busuk pangkal batang kelapa
sawit awalnya menyerang tanaman tua berumur lebih dari 25 tahun, tetapi
sekarang ini dapat menyerang tanaman yang berumur 5-15 tahun (Ariffin et al., 2000). Serangan Ganoderma pada
kelapa sawit meningkat sejalan dengan semakin tuanya umur tanaman. Hal ini
menunjukkan kecenderungan bahwa umur tanaman mempengaruhi tingkat perkembangan
penyakit. Umur tanaman yang semakin dewasa, akan membuat sistem perakarannya
semakin panjang sehingga tingkat probabilitas terjadinya inokulasi dengan
inokulum semakin tinggi (Susanto 2002).
Patogen penyebab penyakit BPB dapat
menginfeksi tanaman kelapa sawit lebih cepat 12 hingga 24 bulan setelah tanam
dengan tingkat serangan yang lebih berat pada tanaman berumur 4 hingga 5 tahun
terutama pada lahan generasi kedua dan ketiga (Ariffin et al., 2000).
f. Jenis
tanah
Studi yang dilakukan di Malaysia
menunjukkan bahwa Ganoderma yang ada di areal kebun, tidak berasal dari
penyebaran basidiospora dari satu kebun ke kebun yang lain. Basidiospora yang
dihasilkan tubuh buah tidak dapat menyebabkan terjadinya infeksi langsung pada
tanaman kelapa sawit sehat, tetapi mempunyai kemampuan saprofitik untuk
mengkoloni substrat dan membangun inokulum yang berpotensi untuk menginfeksi
tanaman sehat (Paterson 2007).
Demikian juga untuk jenis tanah,
laporan awal menyatakan bahwa penyakit BPB jarang ditemukan di tanah gambut dan
serangan berat banyak terjadi pada tanah laterit. Namun sekarang, serangan
Ganoderma dapat terjadi pada semua jenis tanah antara lain: podsolik,
hidromorfik, alluvial, dan tanah gambut.
Pernyataan ini diperkuat oleh
Subronto et al., (2003) bahwa pada
lahan generasi pertama serangan penyakit ini sangat rendah, dengan bertambahnya
generasi tanam berikutnya maka persentase serangan akan semakin tinggi, dan
gejala penyakit sudah dapat terlihat pada awal pertumbuhan tanaman.
g. Makhluk
biota penyebar
Basidiospora berpengaruh secara
nyata terhadap epidemiologi penyakit, tetapi tidak meningkatkan kejadian
penyakit. Basidiospora dibebaskan dan disebarkan oleh bantuan angin. Penyebaran
spora juga dibantu oleh kumbang Oryctes rhinoceros yang larvanya banyak
ditemukan pada batang kelapa sawit yang membusuk.
h. Keadaan
alam
B.
Pemecahan
Masalah
Untuk
menekan perkembangan BPB melalui pendekatan ekologis, pertanyaan kunci yang
mesti dijawab adalah keseimbangan ekologis seperti apa yang mampu menekan
perkembangan Ganoderma di dalam perkebunan kelapa sawit? Apa yang dijadikan
parameter untuk menentukan suatu lahan kelapa sawit itu sehat atau sakit, dan
bagaimana cara menentukannya? Jawaban atas pertanyaan ini akan dapat menemukan
mata rantai yang hilang dalam ekosistem Ganoderma yang menyebabkan perkembangan
jamur menjadi tidak terkendali. Penemuan mata
rantai ini sangat penting untuk memperbaiki kondisi ekosistem Ganoderma
yang lebih seimbang. Tetapi penelitian ke arah sana sepertinya tidak pernah
dilakukan. Hal ini yang menyebabkan aplikasi beberapa metode pengendalian
Ganoderma yang dikembangkan melalui pendekatan ekologis dengan memanfaatkan
agensia biokontrol masih dilakukan dengan paradigma lama, yaitu aplikasi agen
biokontrol dilakukan seperti halnya aplikasi fungisida, sehingga tidak
membuahkan hasil yang maksimal.
Identifikasi
kondisi ekologis yang seimbang untuk menekan perkembangan Ganoderma dapat
dilakukan dengan pendekatan metagenomik. Metagenomik merupakan teknologi yang
memiliki potensi aplikasi yang tinggi dalam pemahaman tentang habitat dan peran
ekologi mikroba di dalam suatu ekosistem. Pendekatan metagenomik dilakukan
untuk menganalisis populasi mikroba tanpa pengulturan. Dalam suatu ekosistem,
jumlah mikroba yang dapat dikulturkan kurang dari 1%, sedangkan sisanya (99%)
adalah mikroba unculturable. Dari
jumlah yang kurang dari 1% itupun biasanya bukan merupakan strain-strain yang
dominan di lingkungannya, namun mampu tumbuh cepat pada media yang kaya
nutrisi, aerob, dan suhu moderat. Oleh karena itu, analisis ekosistem mikroba
yang dilakukan dengan metode isolasi tidak mampu menggambarkan kondisi
sebenarnya dari ekosistem tersebut.
Metagenomik
dikembangkan berdasarkan kemajuan terkini bidang biologi molekuler dan
bioinformatika yang mempunyai peran sangat penting dalam manajemen data biologi
molekul dan informasi genetika. Teknologi ini dapat berperan penting dalam
menjawab berbagai masalah yang berkaitan dengan ekologi mikroba dan penemuan
aplikasi bioteknologi baru lainnya yang bermanfaat. Ada tiga manfaat penting
yang diperoleh dari analisis metagenomik ekosistem Ganoderma, yaitu, (1)
pemahaman tentang struktur habitat dan ekologi Ganoderma yang optimum atau
seimbang; (2) penentuan strategi bioremediasi yang tepat untuk menjaga
keseimbangan struktur habitat dan ekologi Ganoderma; dan (3) bioprospeksi,
biokatalis, dan senyawa bioaktif yang berperan penting dalam menjaga
keseimbangan ekosistem Ganoderma
Busuk pangkal batang kelapa sawit dapat dikendalikan dengan
menerapkan berbagai komponen pengendalian yang telah tersedia saat ini.
Aplikasinya secara terpadu dan berkelanjutan dapat memberikan hasil pengendalian yang lebih baik. Berikut
merupakan berbagai sistem kegiatan yang diaplikasikan dalam mengurangi serangan
busuk pangkal batang.
1.
Monitoring Penyakit
Monitoring
penyakit merupakan aspek pengendalian yang penting, dapat memberikan informasi
mengenai kasus, tingkat penyakit dan penyebaran dilapangan, dan
perkembangannya. Monitoring dilakukan mulai 6 bulan sejak tanam, tiap 6/12
bulan tergantung riwayat vegetasi kebun. Kegiatan yang dilakukan pada
monitoring yaitu;
a. Memeriksa semua tanaman disekitar
wilayah infeksi.
b. Tanaman-tanaman sakit yang telah
mengandung fruktifikasi jamur Ganoderma
dicatat, diberi tanda dengan cat kuning berupa tanda silang (x) pada batang
yang menghadap ke jalan panen.
c. Tanaman yang telah tumbang dan titik
bekas tanaman yang telah kosong dicatat.
d. Peta penyakit per blok dibuat pada
setiap kali monitoring.
2.
Pengendalian Secara Kultur Teknis
a. Sanitasi pada saat peremajaan
Sanitasi pada saat peremajaan merupakan metode pengendalian
utama, dimaksudkan untuk mengurangi inokulum potensial. Kegiatan ini dilakukan
pada areal tanam ulang eks kelapa sawit dimana sisa-sisa tanaman dibiarkan di
tanah. Kegiatan ini menggunakan ekskavator hidrolik dengan satu bucket pemotong yang telah dimodifikasi.
Cara ini dapat mengurangi kasus busuk pangkal batang sebesar 60% hingga tahun
ke-15. Kegiatan yang dilakukan dengan tanaman dan akar-akar padat dari bekas
tanaman yang telah mati sebelumnya juga dikeluarkan dari dalam tanah dan
dihancurkan, kemudian semua jaringan yang telah kering dibakar sesempurna
mungkin, selanjutnya lahan diolah dengan cara membajak dan membalikkan tanah.
b. Sanitasi tegakan
Sanitasi tegakan bertujuan untuk mengendalikan penularan
sekunder dari penyakit dan mengurangi terbawanya inokulum ke generasi tanaman
berikutnya. Dengan cara ini kasus Ganoderma
25% lebih rendah dibandingkan dengan tidak dilakukan. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan yaitu; menginventarisir tanaman-tanaman sakit secara periodik, yang
bergejala berat ditumbang dan dicincang, bole dan akar padat dikeluarkan dari
dalam tanah dengan ekskavator, Jaringan cincangan diletakkan pada tumpukan
pelepah ditengah gawangan mati agar membusuk secara alami, dan penyisipan boleh
dilakukan jika umur tanaman <12 tahun.
3.
Pengendalian kimiawi
Untuk pengobatan tanaman sakit dengan gejala awal dapat
digunakan dazomet (fumigan) sebanyak 400 gr/pohon melalui 8 lubang pada pangkal
batang, diberi air 25 ml/lubang. Pemupukan hara makro lengkap (N, P, K, dan Mg)
dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap Ganoderma (13,88%), tanpa pupuk lengkap ketahanan menurun (21,74%),
dan serangan tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa N dan Mg (32,24%).
5. Pengendalian
hayati
a. Kultivar resisten
E. oleifera rentan terhadap Ganoderma, tetapi hibrida dari E. oleifera dan E. guineensis menunjukkan tingkat kerentanan yang beragam. Ada
kolerasi antara kandungan tannin dan fenol pada tanaman dengan infeksi, dimana
tanaman-tanaman sakit mempunyai total fenol dan tannin lebih rendah
dibandingkan dengan tanaman sehat. Bahan tanaman yang resisten belum ditemukan
dan masih terus diteliti.
b. Rotasi tanaman
Areal-areal terserang berat Ganoderma di daerah pesisir dapat dirotasi dengan tanaman semusim
seperti padi, jagung, dan kacang tanah selama 1-2 tahun, selanjutnya ditanam
ulang dengan tanaman kelapa sawit. Rotasi dengan tanaman nenas tidak dianjurkan
karena akan meningkatkan serangan Ganoderma
pada tanaman ulang.
c. Penggunaan jamur antagonis
Beberapa genera jamur tanah yang antagonistik terhadap G.bonineense sudah dikenal, antara lain Trichoderma, Gliocladium, Penicillium, dan Aspergillus, tetapi yang paling potensial
adalah Trichoderma. Mekanisme dari
antagonismenya bisa berupa kompetisi, mikoparasitisme, antibiosi yang
menyebabkan lisis pada hifa Ganoderma
sehingga pertumbuhan patogen tersebut terhambat atau terhenti sama sekali.
Jamur antagonis membutuhkan suasana asam dengan kisaran pH
3,5-5,5 untuk pertumbuhan, perkembangan, dan aktivitasnya. Jamur ini mudah
dibiakkan pada media buatan seperti tepung sekam padi + pasir atau sekam saja. Penyaluran
limbah cair pabrik kelapa sawit di areal tanaman, dapat mendorong perkembangan
dan aktivitas jamur-jamur antagonis di tanah.
d. Penggenangan (flood-fallow)
Penggenangan merupakan cara pengendalian paling kuno tetapi
penting dalam pengendalian patogen-patogen tular tanah. Penggenangan
menyebabkan keadaan menjadi anaerob sehingga mikroorganisme tanah yang aerob
seperti Ganoderma menjadi lemah dan
mati. Untuk menginaktifkan Ganoderma pada
bole kelapa sawit diperlukan perendaman ≥ 3 bulan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari
pembuatan makalah mengenai Pemecahan masalah terhadap serangan Busuk pangkal batang oleh jamur G. boninense Pat.
pada perkebunan tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis), adalah sebagai berikut:
- Tindakan pengendalian penyakit busuk pangkal batang hanya mampu untuk memperpanjang umur tanaman.
- Pengendalian efektif penyakit busuk pangkal dilakukan dengan teknik pengendalian terpadu.
B. Saran
Penulis
menyarankan penelitian mengenai penyakit busuk pangkal batang oleh jamur G.
boninense Pat. pada tanaman Kelapa sawit harus ditingkatkan, terutama
mengenai gejala dini pada awal serangan dan pendekatan secara ekologis dengan
memperhatikan keseimbangan rantai makanan pada areal perkebunan tanaman kelapa
sawit
DAFTAR
PUSTAKA
Priyatno, Tri Puji. 2012. Pendekatan ekologis mengatasi penyakit busuk
pangkal batang Ganoderma pada Kelapa Sawit. Agroinovasi XLIII(3472): Edisi 5 –
11, Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian.
Risanda, Dede. 2008. Program Studi Hama Dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Semangun, H. 2000. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Susanto. 2005. Pengurangan laju
infeksi penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma
boninense) di perkebunan kelapa sawit melalui pemanfaatan lubang tanam
besar dan agensia hayati Trichoderma sp. pp : III (1-19). Pertemuan Teknis
Kelapa Sawit 2005, 13-14 Sep 2005 di Yogyakarta. Pusat Penelitian Kelapa Sawit,
Medan.
Komentar
Posting Komentar