ACARA I.
A.
Pendahuluan
1. Latar
Belakang
Pada akhir abad ini, para ilmuwan telah menggabungkan
biologi dengan teknologi yang dikenal dengan bioteknologi, yaitu penggunaan
proses biologi untuk penyediaan bahan–bahan bagi manusia. Ilmuwan yang
menggunakan bantuan jasad renik atau mikroorganisme dalam prosesnya tidaklah
sedikit. Mikroorganisme yang akan digunakan terlebih dahulu ditumbuhkan dengan
jumlah yang besar dalam keadaan steril, agar penelitian dapat tetap diulangi
apabila terjadi kontaminasi pada prosesnya. Langkah awal untuk menumbuhkan
mikroorganisme tentu saja adalah pembuatan media pertumbuhan yang baik dan
benar dengan mengetahui kebutuhan dasar yang diperlukan mikroorganisme
tersebut.
Dalam menunjang kegiatan penelitian mikroorganisme tersebut, diperlukannya sikap bekerja secara aseptik (mengutamakan sterilisasi), yang merupakan hal paling utama dalam melakukan pengamatan mikroorganisme. Kesterilan pengguna, alat dan bahan mutlak dibutuhkan karena mikrobia tersebut berukuran sangat kecil, tidak kasat mata, mudah tersebar, dapat hidup dimana saja, hidup dalam koloni campuran (mengutamakan sterilisasi), yang merupakan hal paling utama dalam melakukan
pengamatan mikroorganisme. Kesterilan pengguna, alat dan bahan mutlak
dibutuhkan karena mikrobia tersebut berukuran sangat kecil, tidak kasat mata,
mudah tersebar, dapat hidup dimana saja, hidup dalam koloni campuran maka
dibutuhkan suatu keadaan yang benar-benar steril dalam penelitian untuk
menghindari kontaminasi. Steril merupakan syarat mutlak keberhasilan kerja
dalam laboratorium mirobiologi. Dalam melakukan sterilisasi, diperlukan
teknik-teknik agar sterilisasi dapat dilakukan secara sempurna, dalam arti
tidak ada mikroorganisme lain yang mengkontaminasi media.
Sterilisasi dalam mikrobiologi adalah suatu proses untuk
mematikan semua organisme yang terdapat pada atau di dalam suatu benda. Ketika
untuk pertama kalinya melakukan pemindahan biakan bakteri secara aseptik, dapat
dilakukan dengan salah satu cara sterilisasi, yaitu pembakaran. Namun,
kebanyakan peralatan dan medium yang umum dipakai di dalam pekerjaan
mikrobiologi akan menjadi rusak bila dibakar. Untuk itu terdapat macam-macam
cara sterilisasi yang dapat digunakan berdasarkan keadaan medium yang ingin di
sterilisasi, cara-cara tersebut melalui penggunaan panas, bahan kimia dan
penyaringan atau filtrasi (Siri 1993 dalam Tim Penyusun 2013).
Medium merupakan suatu bahan yang terdiri atas campuran
zat makanan (nutrient) yang berfungsi
sebagai tempat tumbuh mikrobia. Selain untuk menumbuhkan mikorbia, medium dapat
digunakan juga untuk isolasi, memperbanyak, pengujian sifat-sifat fisiologi dan
perhitungan jumlah mikrobia. Syarat-syarat suatu medium harus memenuhi hal-hal
sebagai berikut : mengandung nutrisi yang diperlukan mikrobia, memiliki tekanan
osmosis, pH dan tegangan permukaan yang sesuai, tidak mengandung zat penghambat
(inhibitor) dan steril. Macam-macam
medium dibedakan berdasarkan susunan kimianya, konsistensinyam fungsinya,
tujuan dan lain sebagainya.
2. Tujuan
Praktikum
Tujuan dari praktikum pengenalan alat, bekerja aseptik,
sterilisasi dan pembuatan media adalah sebagai berikut :
a. Mengenal
jenis-jenis peralatan yang digunakan pada laboratorium mikrobiologi dan cara
penggunaannya.
b. Memiliki
keterampilan dasar bekerja secara aseptik.
c. Mengetahui
cara-cara sterilisasi alat-alat.
d. Mengetahui
cara pembuatan media dan fungsi dari masing-masing media.
B.
Tinjauan
Pustaka
Pengetahuan alat merupakan salah satu faktor yang penting untuk
mendukung kegiatan praktikum karena mahasiswa akan menjadi trampil dalam
penggunaan alat-alat (Laila 2006). Peralatan sangat diperlukan dalam
mengumpulkan data atau informasi, terutama data kuantitatif. Dalam menggunakan
peralatan laboratorium, diharapkan memiliki keterampilan, kecermatan, dan
ketelitian agar data yang diperoleh akurat. Oleh sebab itu diperlukannya
mengenal peralatan yang digunakan dalam laboratorium. Pengenalan alat secara
umum mencakup spesifikasi alat, prinsip kerja, dan kegunaan alat (Djoko et al., 2006).
Aseptik
adalah keadaan bebas dari mikroorganisme, sehingga diperlukannya pengetahuan
akan teknin aseptis untuk menunjang keberhasilan praktikum ini. Teknik aseptik
adalah segala upaya yang dilakukan untuk mencegah masuknya mikroorganisme dalam
media yang diteliti. Tindakan aseptis ini meliputi antisepis, desinfeksi, dan
sterilisasi.
Antisepsis adalah upaya pencegahan infeksi dengan membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya. Bahan yang digunakan disebut antiseptik, merupakan bahan yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan kuman, ada yang bersifat sporosidal (membunuh spora) dan non sporosidal, digunakan pada jaringan hidup khusus, yaitu kulit dan selaput lendir.
Antiseptik harus dibedakan dengan obat seperti antibiotik yang dapat membunuh mikroorganisme di dalam tubuh atau dengan desinfektan yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat pada benda mati. Jenis antiseptik yang sering digunakan adalah alkhol 70 %, povidon iodin, chlorhexidine gluconate dan triklosan (Kapten 2013).
Antisepsis adalah upaya pencegahan infeksi dengan membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya. Bahan yang digunakan disebut antiseptik, merupakan bahan yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan kuman, ada yang bersifat sporosidal (membunuh spora) dan non sporosidal, digunakan pada jaringan hidup khusus, yaitu kulit dan selaput lendir.
Antiseptik harus dibedakan dengan obat seperti antibiotik yang dapat membunuh mikroorganisme di dalam tubuh atau dengan desinfektan yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat pada benda mati. Jenis antiseptik yang sering digunakan adalah alkhol 70 %, povidon iodin, chlorhexidine gluconate dan triklosan (Kapten 2013).
Dalam
mikrobiologi, perlakuan sterilisasi rutin dilakukan untuk mengurangi
kontaminasi mikrobia yang tidak diinginkan. Agen yang digunakan dalam membunuh
mikrobia pada proses sterilisasi, bekerja melalui:
1. Denaturasi
protein (enzim) dan asam nukleat
Agen fisik (terutama
panas) dan bahan kimia tertentu dapat mematahkan molekul protein yang
menentukan struktur protein fungsional mengakibatkan denaturasi. Panas juga
mendenaturasi konformasi struktur heliks RNA dan DNA, sementara bahan kimia
seperti enthidium bromide mengganggu transkripsi dan replikasi DNA.
2. Perubahan
permeabilitas membran
Membran plasma terdiri
dari protein dan lipid bilayer, integritas membran plasma sangat penting dalam
organisasi sel dan regulasi transportasi antara sel dan lingkungan berdasarkan
permeabilitas selektif. Beberapa agen merusak lipid dan protein konten membran
sel sehingga merubah permeabilitas membran mengakibatkan kekacauan dalam
transportasi menyebabkan kematian sel (Kango 2010).
Medium pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang
terdiri dari campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme
untuk pertumbuhannya. Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa
molekul-molekul kecil yang dirakit untuk menyusun kompenen sel. Dengan media
pertumbuhan dapat dilakukan isolat mikroorganisme menjadi kultur murni dan juga
memanipulasi komposisi media pertumbuhannya.
Bahan-bahan media
pertumbuhan sebagai berikut :
1. Bahan
dasar
·
Air (H2O) sebagai pelarut
·
Agar (dari rumput laut) yang berfungsi untuk
pemadat media agar sulit didegradasi oleh mikroorganisme pada umumnya dan
mencair pada suhu 45˚C.
2. Nutrisi
atau zat makanan
Media harus mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk
metabolisme sel yaitu berupa unsur makro seperti C, H, O, N, P unsur mikro
seperti Fe, Mg dan unsur pelikan.
3. Bahan
yang sering digunakan dalam pembuatan media, sebagai berikut :
·
Agar
·
Peptone, merupakan produk hidrolisis
protein hewani atau nabati.
·
Meat extract
·
Karbohidrat
Macam-macam sterilisasi
adalah sebagai berikut :
1. Steriisasi
secara mekanik (filtrasi), menggunakan suatu saringan yang berpori-pori sangat
kecil sehingga mikroba tertahan dalam saringan tersebut. Proses ini ditujukan
untuk sterilisasi bahan yang peka panas misalnya larutan enzim dan antibiotik.
2. Sterilisasi
secara fisik, dapat dilakukan dengan :
a. Pemanasan
1) Pemijaran
(dengan api langsung) : membakar alat
pada api secara langsung, contoh alat : jarum inokulum, pinset, batang L, dll.
2) Panas
kering : sterilisasi dengan oven pada suhu 60 - 180˚C. Sterilisasi ini cocok
untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya Erlenmeyer, tabung reaksi, dll.
3) Uap
air panas : konsep ini mirip dengan mengukus, bahan yang mengandung air lebih
tepat menggunakan ini agar tidak terjadi dehidrasi.
4) Uap
air panas bertekanan : menggunakan
autoklaf
b. Penyinaran
dengan UV
3. Sterilisasi
secara kimiawi, biasanya menggunakan senyawa desinfektan antara lain alkohol
(Tim penyusun 2008).
C.
Metodologi
Praktikum
1. Waktu
dan Tempat Praktikum
a. Hari,
tangal : Jum’at, 11 Oktober 2013
b. Waktu : 08.40 – 10.40
c. Tempat : Laboratorium Biologi Tanah,
Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret
2. Alat
a. Pengenalan
Alat
1) LAF
(Laminar Air Flow)
2) Autoklaf
3) Oven
4) Inkubator
5) Mikroskop
stereo
6) Mikroskop
inokuler
7) Centrifuge
(model baru)
8)
Shaker
9)
Vortex
10) Centrifuge
(model lama)
11) Hot plate stirrer
12) Ancounter
13) Beaker glass
14) Chip
15) Erlenmeyer
16) Gelas
ukur
17) Hematosimeter
18) Jarum
ose
19) Kaca
preparat
20) Labu
takar
21) Lampu
Bunsen
22) Kaca
Pembesar
23) Mikropipet
24) Mortar
25) Alu
26) Pipet
klasik
27) Pipet
tetes
28) Saringan
mikoriza 250 mikron
29) Saringan
mikoriza 90 mikron
30) Saringan
mikoriza 60 mikron
31) Spatula
32) Tabung
reaksi
33) Pinset
34) Tip
35) Alat
tulis
36) Kamera
b. Bekerja
Secara Aseptik dan Sterilisasi
1) Botol
sprayer besar
2) Lampu
Bunsen
3) Korek
api
4) Lap
kain
5) Tisu
kasar (merk towel)
6) Nampan
7) Label
8) Pipet
tetes
9) Sarung
tangan karet
10) Masker
c. Pembuatan
Media
1) Timbangan
analitik
2) Stirrer
3) Erlenmeyer
4)
Beaker
glass
5) Petridish
6)
Hot
plate stirrer
3. Bahan
a. Pengenalan
Alat
b. Bekerja
Secara Aseptik dan Sterilisasi
a) 1
L alkohol 70 %
c. Pembuatan
Media
1) Pembuatan
Medium Nutrient Agar
a) beef extract
3 gr
b) Peptone
5 gr
c) Agar
15 gr
d) Aquadest
1000 ml
e) NaCl
5 gr
2) Pembuatan
Medium Potato Dextrose
a) Kentang
3 gr
b) Peptone
5 gr
c) Agar
15 gr
d) Aquadest
1000 ml
4. Cara
Kerja
a. Pengenalan
Alat
1)
Memperhatikan setiap alat-alat
laboratorium yang dijelaskan oleh Co-assisten.
2)
Mencatat bagian-bagian dari alat-alat
laboratorium beserta kegunaan masing-masing bagian alatnya maupun kegunaan
alatnya.
3)
Mendokumentasikan dengan kamera setiap
alat-alat lab yang dijelaskan.
4)
Menulis hasil pengamatan dan menggambar
masing-masing alat laboratorium tersebut pada logbook.
b. Bekerja
Secara Aseptik dan Sterilisasi
1) Menggunakan
sarung tangan beserta masker untuk tiap praktikan.
2) Menyemprot
meja praktikum dengan alkohol.
3) Melap
meja praktikum dengan lap kain dengan gerakan satu arah agar benar-benar bersih
dari mikroorganisme.
4) Menyemprotkan
alkohol pada tangan.
5) Meletakkan
alat-alat praktikum di meja praktikum.
6) Menyemprotkan
alkohol pada permukaan alat-alat tersebut. kemudian dilap dengan tisu.
7) Menyemprotkan
kembali alkohol pada tangan.
c. Pembuatan
Media
1) Pembuatan
medium NA
a) Memotong
kentang menjadi bagian-bagian yang kecil-kecil, kemudian menimbangnya dengan
timbangan analitis.
b) Melarutkan
agar dengan 500 ml aquadest dengan cara
mengaduknya secara konstan dan diberi panas, menggunakan alat hot plate stirrer (jangan sampai
overheat, karena akan larutan akan terbentuk busa dan memuai sehingga tumpah).
c) Melarutkan
peptone dan beef extract dengan 500 ml aquadest, cukup dengan pengadukan sampai
larut.
d) Larutan
peptone dan beef extract dimasukkan ke dalam larutan agar dan diaduk sampai
homogen.
e) Media
(larutan tersebut) dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan di sterilisasi
dengan autoklaf.
f) Menuangkan
media steril tersebut ke cawan petri steril secara aseptis. Jika diinginkan
media tegak atau miring pada poin c, media langsug di tuang ke tabung kemudian
di sterilisasi.
2) Pembuatan
medium PDA
a) Memotong
kentang menjadi kecil-kecil, kemudian menimbangnya dengan timbangan analitis.
b) Merebus
kentang dalam 500 ml aquadest selama 1-3 jam sampai lunak, kemudian diambil
ekstraknya dengan menyaring dan memerasnya menggunakan kertas saring labu dan
di tamping di beaker glass baru.
c) Agar
dilarutkan dengan stirrer dalam 50 ml aquades, kemudian setelah larut dapat
ditambahkan dekstrosa dan dihomogenkan lagi.
d) Setelah
semua larut, ekstrak kentang dan agar-dekstrosa di campur dan dihomogenkan.
e) Media
dituang ke dalam Erlenmeyer atau ke tabung reaksi kemudian siap untuk di
sterilisasi.
D.
Hasil
Pengamatan dan Pembahasan
1. Hasil
Pengamatan
Tabel 1.1 Pengenalan Alat-Alat Laboratorium
No.
|
Foto
|
Keterangan
|
1.
|
LAF (Laminar Air Flow)
|
Berfungsi
untuk penerapan bekerja secara aseptis.
Bagian-bagian
:
a. Lampu
UV
b. Lampu
neon
c. Lampu
blower
|
2.
|
Autoklaf
|
Berfungsi
untuk mensterilkan dengan menggunakan uap air panas bertekanan.
Bagian-bagian
:
a. Tombol
timer
b. Tombol
on-off
c. Katup
pengeluaran uap
d. Pengukur
tekanan
e. Termometer
|
3.
|
Oven
|
Berfungsi
untuk mensterilkan dengan cara panas kering.
|
4.
|
Inkubator
|
Berfungsi
untuk menginkubasi atau memeram mikroba pada suhu yang terkontrol.
Bagian-bagian
:
a. Pengatur
suhu
b. Pengatur
waktu
|
5.
|
Mikroskop stereo
|
Berfungsi
untuk melihat objek yang membutuhkan perbesaran yang tidak terlalu besar,
biasanya digunakan untuk mengamati secara detail bentuk koloni dan jamur.
Bagian-bagian
:
a. Lensa
okuler
b. Cincin
pengatur diopter
c. Sekrup
pengatur perbesaran
d. Sekrup
pengatur focus
e. Pelat
tempat specimen diletakkan
f. Penjepit
preparat
|
6.
|
Mikroskop inokuler
|
Berfungsi
untuk melihat objek dalam suatu cairan, missal alga dan mikoriza.
|
7.
|
Centrifuge
|
Berfungsi
untuk memisahkan larutan berdasarkan berat molekulnya.
|
8.
|
Shaker
|
Berfungsi
untuk menghomogenkan suatu larutan.
|
9.
|
Vortex
|
Berfungsi untuk
menghomogenkan suatu larutan.
|
10.
|
Centrifuge
|
Berfungsi untuk
menghomogenkan suatu larutan.
|
11.
|
Hot plate stirrer
|
Berfungsi untuk
menghomogenkan suatu larutan dengan pengadukan dan pemanasan.
|
12.
|
Colony
counter
|
Berfungsi untuk
mempermudah dalam perhitungan koloni mikroba yang tumbuh setelah diinkubasi
di dalam cawan.
|
13.
|
Beker gelas
|
Berfungsi
untuk preparasi media-media, menampung aquadest, dll.
|
14.
|
Chip
|
Berfungsi
untuk mengambil suatu cairan dengan mikropipet.
|
15.
|
Erlenmeyer
|
Berfungsi
untuk menampung larutan, bahan atau cairan. Dapat digunakan untuk meracik dan
menghomogenkan bahan-bahan komposisi media, menampung aquadest, kultivasi
mikroba dalam kultur cair, dll.
|
16.
|
Gelas ukur
|
Berfungsi
untuk mengukur volume suatu cairan.
|
17.
|
Hematosimeter
|
Berfungsi
untuk mengidentifikasi kerapatan suatu mikrobia.
|
18.
|
Jarum ose
|
Berfungsi
untuk memindahkan biakan untuk ditanam/ditumbuhkan ke media baru.
|
19.
|
Kaca preparat
|
|
20.
|
Labu takar
|
Berfungsi
untuk menampung suatu larutan.
|
21.
|
Lampu Bunsen
|
Berfungsi
untuk menciptakan kondisi steril pada alat-alat praktikum
|
22.
|
Kaca pembesar
|
Berfungsi
untuk melihat objek yang kecil dengan perbesaran yang tidak sebesar
mikroskop.
|
23.
|
Mikropipet dan Tip
|
Berfungsi
untuk memindahkan cairan yang bervolume cukup kecil.
Bagian-bagian
:
a.
Thumb
Knob
b.
Nozzle
|
24.
|
Mortar dan alu
|
Berfungsi untuk
menghancurkan materi cuplikan.
|
25.
|
Pinset
|
Berfungsi
untuk mengambil benda dengan cara menjepitnya.
|
26.
|
Pipet klasik
|
Berfungsi
untuk memindahkan larutan dengan volume yang diketahui.
|
27.
|
Saringan
tiga tingkat
|
Berfungsi
untuk menyaring mikrobia.
|
28.
|
Spatula
|
Berfungsi
untuk memindahkan medium.
|
29.
|
Tabung
reaksi
|
Berfungsi
untuk uji biolomiawi dan menumbuhkan mikroba.
|
30.
|
Pipet
tetes
|
Berfungsi
untuk memindahkan larutan dengan volume yang tidak diketahui.
|
31.
|
Cawan
Petri (Petri Dish)
|
Berfungsi
untuk membiakkan (kultivasi) mikroorganisme.
Bagian-bagian
:
a. Bagian bawah (alas)
b. Bagian
atas (penutup)
|
32.
|
Batang
L
|
Berfungsi
untuk menyebarkan cairan di permukaan agar bakteri tersuspensi dalam cairan
tersebut tersebar merata.
|
33.
|
Dryglaski
|
Sumber : Logbook
2. Pembahasan
Praktikan diperkenalkan berbagai macam alat-alat
laboratorium dan di beri pemahaman mengenai bagian-bagian yang menyusun alat
tersebut serta penggunaannya dan pemanfaatan dari alat tersebut. Masing-masing
alat mempunyai cara kerja khusus yang spesifik untuk kegiatan tertentu,
sehingga kita bisa mengambil tindakan pemilihan alat yang tepat untuk menunjang
kegiatan praktikum mikrobiologi pertanian ini, misalnya ketika kita ingin
mensterilkan alat-alat laboratorium yang terbuat dari kaca (contoh: pipet
klasik, Erlenmeyer, petridish, dll), sterilisasi lebih baik menggunakan oven.
Untuk jarum ose dapat dilakukan pembakaran secara langsung dengan menggunakan
lampu Bunsen.
Praktikan
selama melaksanakan kegiatan praktikum, diharuskan dapat bekerja secara
aseptik, yang merupakan sikap mengutamakan kesterilan dalam kegiatan
praktikumnya. Sterilisasi pada saat
bekerja di laboratorium perlu dilaksanakan agar pengaruh kontaminasi
dari mikroorganisme yang tidak diinginkan dapat diperkecil, sehingga
keberhasilan praktikum dapat dicapai. Proses sterilisasi itu sendiri menggunakan
senyawa kimia berupa alkohol 70%, dengan cara menyemprotkan pada permukaan meja
praktikum, permukaan alat-alat praktikum dan kedua tangan praktikan.
Untuk
dapat mengembangbiakkan mikroorganisme diperlukannya suatu medium. Medium
merupakan suatu media untuk menumbuhkan mikrobia, isolasi, memperbanyak jumlah,
menguji sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah mikroba. Medium yang
digunakan tersebut harus sesuai susunanya dengan kebutuhan jenis-jenis
mikroorganisme yang bersangkutan. untuk menumbuhkan mikroorganisme yang kita
inginkan, yang pertama harus dilakukan adalah memahami kebutuhan dasarnya
kemudian memformulasikan suatu medium atau bahan yang akan digunakan. Berdasarkan konsistensi ataupun
kepadatannya, medium terbagi tiga bagian, yaitu :
1. Medium cair yaitu media yang tidak
mengandung agar, contohnya adalah NB (Nutrient Broth), LB (Lactose
Broth).
2. Medium setengah padat, yaitu media
yang mengandung agar 0,3-0,4% sehingga menjadi sedikit kenyal, tidak padat,
tidak begitu cair. Media semi solid dibuat dengan tujuan supaya pertumbuhan
mikroba dapat menyebar ke seluruh media tetapi tidak mengalami percampuran
sempurna jika tergoyang. Misalnya bakteri yang tumbuh pada media NfB (Nitrogen
free Bromthymol Blue) semi-solid akan membentuk cincin
hijau kebiruan di bawah permukaan media, jika media ini cair maka cincin ini
dapat dengan mudah hancur.
3. Medium padat, yaitu media yang
mengandung agar 15% sehingga setelah dingin media menjadi padat. Contoh : endo
agar, PDA, Nutrient agar.
Berdasarkan fungsinya, medium
terbagi menjadi empat bagian, yaitu :
1. Medium umum, yaitu medium yang dapat
ditumbuhi berbagai jenis mikroorganisme. Contoh : NA (nutrient agar) umum untuk bakteri, PDA (potato dextrose agar) dan tauge umum untuk jamur.
2. Medium selektif, yaitu medium yang
hanya ditunbuhi jenis mikroba tertentu. Contoh : medium SSA untuk bakteri
Salmonella dan Shigella.
3. Medium diferensial, yaitu medium
yang hanya ditumbuhi berbagai jenis mikroba, salah satu jenis memberikan cirri
yang khas sehingga dapat segera diketahui berbeda dari yang lain. Contoh : Blood
Agar, EMB agar, dll.
4. Medium pengaya, yaitu medium
yang kaya akan nutrient tertentu sehingga dapat menumbuhkan dan memperbanyak
sel dengan cepat. Contoh: medium Tetrathionat Broth, dll (Manurung 2011).
Kegiatan
pembuatan media yang dilakukan praktikan, ada dua macam media, yaitu media NA (Nutrient Agar) yang bahan dasarnya
berupa ekstrak daging, media ini berfungsi untuk menumbuhkan/mengisolasi
bakteri. Medium yang kedua adalah media PDA (Potato Dextrose Agar) yang bahan
dasarnya berupa kentang, media ini berfungsi untuk menumbuhkan/mengisolasi
jamur.
E.
Kesimpulan
dan Saran
1. Kesimpulan
a. Bekerja
secara aseptik sangat diperlukan untuk diterapkan agar keberhasilan praktikum
dapat dicapai.
b. Sterilisasi
tidak membunuh semua mikroorganisme namun memperkecil kontaminasi
mikroorganisme yang tidak diinginkan.
c. Media
NA digunakan untuk mengembang-biakkan bakteri sedang media PDA digunakan untuk
mengembang-biakkan jamur.
2. Saran
a. Penyediaan
alat untuk masing-masing kelompok tidak digunakan untuk satu shift agar terjadi
efisiensi penghematan waktu.
b. Alat-alat
besar yang akan dipergunakan untuk acara pengenalan alat berada sedang tidak
digunakan oleh praktikan luar lainnya sehingga praktikan mikrobiologi pertanian
dapat mengetahui secara dalam dan rinci dari alat tersebut.
c. Praktikan
harus aktif bertanya dan lebih fokus dalam praktikum, supaya pertukaran
informasi yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu di kampus.
d. Praktikan
harus lebih bersungguh-sungguh dalam pembuatan draft.
e. Co-assisten
menampung setiap pertanyaan praktikan sehingga tidak ada lagi pertanyaan yang
tidak terjawab.
Djoko
Arisworo, Yusa, Nana Sutresna. 2006. Ilmu
Pengetahuan Alam (Fisika, Biologi,
Kimia). (online), (http//:books.google.co.id diakses pada 15 November 2013).
Kango,
Naveen. 2010. Text Book of Microbiology. New Delhi: I.K. International Publishing House Pvt. Ltd. (online), (http//:books.google.co.id diakses pada 17
November 2013).
Kapten.
2013. Tindakan Aseptis.
http//:bedahminor.com diakses pada 15 November
2013.
Laila,
Khusucida, 2006. Krelasi Antara
Pengetahuan Alat Praktikum dengan Psikomotorik
Siswa kelas XII IPA SMAN 11 Semarang. Semarang : Universitas Negeri Semarang PRESS.
Manurung,
Pebrin, 2011. Pembahasan Pembuatan Media.
http://breanmanurung.files.wordpress.com.
Diakses pada 30 Oktober 2013.
Tim
penyusun, 2008. Petunjuk Praktikum
Mikrobiologi Dasar. Purwokerto : Universitas
Jenderal Soedirman, (online) (http:// http://webcache.googleusercontent.com diakses pada 31
Oktober 2013).
Tim
penyusun, 2013. Buku Petunjuk Praktikum
Mikrobiologi Pertanian. Surakarta
: UNS PRESS.
II.
A.
Pendahuluan
1. Latar
Belakang
Keanekaragaman
hayati yang ada di alam meliputi beberapa tingkatan, yaitu
ekosistem, spesies, dan di dalam
spesies atau genetik. Spesies Kingdom tumbuhan dan
hewan merupakan makhluk hidup dari
golongan Eukaryota (memiliki banyak sel) secara bersama-sama membentuk suatu
komunitas. Selain spesies dari kedua kingdom tersebut,
masih terdapat spesies dari beberapa
kingdom yang lain seperti Eumycota, Protozoa dan Chromista, maupun makhluk hidup lain
yang masuk dalam golongan Prokaryota (bersel tunggal). Kelompok mahluk hidup
ini bersama lingkungan fisiknya secara menyatu membentuk ekosistem dengan
keanekaragamannya. Oleh karena itu, spesies terkecil sekalipun yang berukuran
kasat mata yang terdapat di alam jangan sampai terabaikan karena manusia banyak
belum tahu manfaat dari spesies tersebut. Jamur dan bakteri merupakan beberapa
kelompok spesies yang memiliki ukuran terkecil. Peran kedua kingdom ini di alam
memiliki berbagai macam manfaat dalam rantai makanan, seperti sebagai pengurai,
dekomposer tanah, pengikat unsur di atas permukaan tanah, bahan makanan spesies
kingdom lain, patogen penyakit, maupun penghambat pertumbuhan spesies jamur dan
bakteri lain yang dapat dimanfaatkan sebagai agens hayati ( Roeslan 2012).
23
|
Isolasi
merupakan cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba tertentu dari
lingkungan, sehingga diperoleh kultur murni atau biakkan murni. Kultur murni
ialah kultur yang sel-sel mikrobanya berasal dari pembelahan dari satu sel
tunggal. Beberapa cara yang dilakukan untuk mengisolasi mikrooraganisme antara
cara goresan (streak plate), cara
taburan/tuang (pour plate), cara
sebar (spread plate), cara pengenceran ( dilution
plate) serta micromanipulator.
2. Tujuan
Praktikum
Tujuan dari praktikum analisa mikrobiologi untuk bakteri
dan fungi ini adalah sebagai berikut:
a. Mahasiswa
mampu mengisolasi dan menghitung jumlah koloni jamur dan bakteri.
b. Mahasiswa
mampu melakukan purifikasi jamur dan bakteri.
c. Mahasiswa
mampu membedakan jamur dan bakteri, berdasarkan kenampakan morfologi koloninya.
d. Mahasiswa
mampu melakukan pegukuran massa pada bakteri dan fungi serta analisa
diferensiasi pada bakteri.
B.
Tinjauan
Pustaka
Pewarnaan gram adalah salah satu
teknik pewarnaan diferensial yang paling penting dan paling luas digunakan
untuk bakteri. Bakteri yang diwarnai dengan metode gram ini dibagi menjadi dua
kelompok, salah satu diantaranya bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (Pelczar dan Chan 1986).
Pada pewarnaan
gram, bakteri yang telah difiksasi dengan panas sehingga membentuk noda pada
kaca objek diwarnai dengan pewarna basa yaitu crystal violet. Karena warna ungu mewarnai seluruh sel, maka
pewarna ini disebut pewarna primer. Selanjutnya noda dicuci dan pada noda
spesimen ditetesi iodin yang merupakan mordant. Setelah iodin dicuci, baik
bakteri Gram Positif maupun Gram Negatif tampak berwarna ungu. Selanjutnya noda
spesimen dicuci dengan alkohol yang merupakan decolorizing agent (senyawa peluntur warna) yang pada spesies
bakteri tertentu dapat menghilangkan warna ungu dari sel. Setelah alkohol
dicuci, noda spesimen diwarnai kembali dengan safranin yang merupakan pewarna
basa berwarna merah. Bakteri yang tetap berwarna ungu digolongkan ke dalam Gram
Positif, sedangkan bakteri yang berwarna merah digoongkan ke
dalam Gram Negatif
(Suriawiria
1999).
Perbedaan warna antara bakteri Gram Negatif dan bakteri
Gram Positif disebabkan oleh adanya perbedaan struktur pada dinding sel nya.
Dinding Gram Positif mengandung banyak peptidoglikan, sedangkan
dinding bakteri Gram Negatif banyak mengandung lipopolisakarida (Suriawiria 1999).
Pewarna yang
digunakan antara lain : kristal violet sebagai gram A, iodine sebagai gram B,
alkohol sebagai gram C, serta safranin sebagai gram D.
Bakteri tahan asam merupakan bakteri yang kandungan lemaknya sangat tebal
sehingga tidak bisa diwarnai dengan reaksi pewarnaan biasa, tetapi harus dengan
pewarnaan tahan asam. Kelompok bakteri ini disebut bakteri tahan asam (BTA)
karena dapat mempertahankan zat warna pertama sewaktu dicuci dengan larutan
pemucat (Pelczar & Chan 1986). Pada umumnya bakteri bersifat tembus
cahaya, hal ini disebabkan karena banyak bakteri yang tidak mempunyai zat warna
(Waluyo 2007).
Pewarnaan atau pengecatan terhadap mikroba banyak dilakukan baik secara
langsung (bersama bahan yang ada) ataupun secara tidak langsung (melalui biakan
murni). Tujuan dari pewarnaan tersebut ialah untuk :
1. Mempermudah melihat bentuk jasad, baik bakteri, ragi, ataupun fungi.
2. Memperjelas ukuran dan bentuk jasad.
3. Melihat struktur luar dan kalau memungkinkan juga struktur dalam jasad.
4. Melihat reaksi jasad terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat-sifat
fisik dan kimia yang ada akan dapat diketahui (Suriawiria
1999).
Ada tiga macam prosedur pewarnaan, yaitu pewarnaan sederhana (simple stain), pewarnaan diferensial (differential strain), dan pewarnaan
khusus (special strain) (Pratiwi 2008). Pada pewarnaan
sederhana hanya digunakan satu macam zat warna untuk meningkatkan kontras
antara mikroorganisme dan sekelilingnya. Prosedur Pewarnaan sederhana mudah dan
cepat, sehingga pewarnaan ini sering digunakan untuk melihat bentuk ukuran dan
penataan pada mikoorganisme bakteri pada bakteri dikenal bentu yang bulat
(coccus), batang (basil), dan spiral (Lay 1994).
C.
Metodologi
Praktikum
1. Waktu
dan Tempat Praktikum
a. Hari,
tanggal : Jum’at, 8 Oktober 2013
b. Waktu : 08.40 – 11.00
c. Tempat : Laboratorium Biologi Tanah,
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
2. Alat
a. Lampu
Bunsen
b. Alumunium
foil
c. Jarum
ose
d.
Dryglaski
e. Tabung
reaksi
f. Pipet
g. Erlemeyer
h. Inkubator
i.
Cawan petri
j.
Kertas Label
k.
Hand
colony counter
l.
Spidol
m. Jarum
inokulasi
n. Kaca
preparat
o. Bak
pewarna
p. Mikroskop
q. Pinset
3. Bahan
a. Samplel
tanah
b. Mikrobia
dari bagian tubuh
c. Sampel
buah segar
d. Sampel
buah busuk
e. Sampel
air mineral
f. Sampel
kertas
g. Alkohol
h. Media
NA
i.
Media PDA
j.
Aquades
k. Garam
fisiologis
l.
Seperangkat pewarna gram (ungu Kristal,
larutan iodium gram, alkohol 95%, safranin)
4. Cara
Kerja
a. Bakteri
1) Identifikasi,
Perhitungan populasi dan Purifikasi
a) Memasukkan
10 gram bahan ke dalam 90 ml garam fisiologis, lalu di gojog hingga homogen
(pengenceran 10-1)
b) Mengambil
1 ml larutan 10-1, memasukkan ke dalam 9 ml garam fisiologis, lalu
di gogjog hingga homogen (pengenceran 10-3), lakukan pengulangan
sampai pengenceran 10-5.
c) Mengisolasi
mikrobia ke dalam media NA dengan cara berikut:
Ø mengambil
0,1 ml larutan 10-5 dan tuangkan ke dalam media NA, kemudian ratakan
larutan tersebut ke dalam media menggunakan drygassky
steril.
Ø Melakukan
hal yang sama terhadap semua pengenceran.
d) Menginkubasi
isolat-isolat tersebut pada suhu kamar, dengan posisi petridish terbalik selama
3 hari, kemudian amati koloni-koloni dari mikrobia yang tumbuh.
e) Menghitung
jumlah koloni yang tumbuh dengan menggunakan hand colony counter dan mengidentifikasi morfologi koloni yang
terbentuk.
f) Mengambil
1 koloni untuk ditumbuhkan lagi ke media agar miring dengan metode zig-zag.
g) Menumbuhkan
satu koloni bakteri dalam petridish dengan metode goresan kuadran (Streak quadrant).
h) Melakukan
isolasi mikrobia dari bahan sampel lainnya.
2) Pewarnaan
Gram
a) Melakukan
konfirmasi (penyesuaian) antara mikrobia yang tumbuh pada isolasi yang pertama
dan terakhir.
b) Menyiapkan
olesan bakteri pada kaca preparat dan memfiksasi dengan panas.
c) Meletakkan
kaca preparat diatas rak kawat pada bak pewarna.
d) Menggenangi
olesan bakteri dengan pewarna primer (ungu Kristal) selama 1 menit.
e) Memiringkan
kaca preparat menggunakan pinset dan membuang kelebihan ungu Kristal dan
membilas menngunakan aquades.
f) Meniriskan
kaca preparat dan meletakkan di atas kawat pada bak pewarna.
g) Menggenangi
olesan dengan iodium gram selama 2 menit.
h) Memiringkan
kaca preparat untuk membuang kelebihan iodium dan bilas dengan aquades.Mencuci
olesan dengan pemucat warna yaitu alkohol 95%, tetes demi tetes selama 30 detik
sampai zat warna ungu kristal menjadi tidak terlihat.
i)
Mencuci dengan aquades kemudian
meniriskan dan mengembalikkan diatas rak kawat bak pewarna.
j)
Menggenangi olesan dengan pewarna
tandingan yaitu safranin selama 30 detik, dan memiringkan kaca preparat untuk
membuang kelebihan safranin kemudian membilas dengan aquades.
k) Meniriskan
kaca preparat dan menyerap kelebihan air menggunakan kertas serap, kemudian
mengamati dengan mikoskop.
b. Fungi
1) Melakukan
teknik pengenceran bertingkat seperti pada poin a, namun menggunakan medium
PDA.
2) Menginkubasi
isolate-isolat tersebut pada suhu kamar, dengan posisi petridish terbalik,
selama 3 hari, kemudian amati koloni-koloni dan mikrobia yang tumbuh.
3) Menghitung
jumlah koloni yang tumbuh menggunakan hand
colony counter dan mengidentifikasi morfologi koloni yang ada.
4) Mengambil
1 koloni untuk ditumbuhkan lagi ke media agar miring dengan metode zig-zag.
5) Menumbuhkan
satu koloni bakteri dalam petridish dengan menggunakan goresan kuadran.
6) Melakukan
identifikasi koloni mikrobia yang tumbuh.
7) Melakukan
konfirmasi (penyesuaian) antara mikrobia yang tumbuh pada isolasi yang pertama
dengan yang terakhir.
8) Melakukan
isolasi mikrobia dari bahan sampel lainnya.
D.
Hasil
Pengamatan dan Pembahasan
1. Hasil
Pengamatan
Tabel 2.1 Hasil Isolasi dan Identifikasi Mikroba
No
|
Media
|
Asal
Mikroba
|
Foto
|
Keterangan
|
1.
|
PDA
|
Kertas
HVS
Daun
tidak dicuci
Air
tanah
Air
ades
|
Ukuran
: sedang
Bentuk
: tak beraturan
Elevasi
: berbukit-bukit
Margin
: berombak
Jumlah
koloni: 3
Terjadi
kontaminasi
Ukuran
: besar
Bentuk
: berbenang-benang
Elevasi
: seperti kawah
Margin
: licin
Jumlah
koloni:2
Terajadi
kontaminasi
Ukuran
: sedang
Bentuk
: irregular
Elevasi
: raised
Margin
: serrate
Jumlah
koloni: 9
Terjadi
kontaminasi
Ukuran
: kecil
Bentuk
: bundar
Elevasi
: cembung
Margin
: licin
Jumlah
koloni: 20
Terjadi
kontaminasi
|
|
2.
|
NA
|
Kertas
HVS
Daun
Air
tanah
Air
Ades
|
Ukuran
: sedang
Bentuk
: berbenang-benang
Elevasi
: berbukit-bukit
Margin
: berlekuk
Jumlah
koloni:2
Tidak
terjadi kontaminasi
Ukuran
: besar
Bentuk
: tidak beraturan
Elevasi
: berbukit
Margin
: berlekuk
Jumlah
koloni: 2
Tidak
terjadi kontaminasi
Ukuran
: besar
Bentuk
: tak beraturan, menyebar
Elevasi
: berbukit-bukit
Margin
: berlekuk
Jumlah
koloni: 2
Tidak
terjadi kontaminasi
Ukuran
: kecil
Bentuk
: bundar
Elevasi
: cembung
Margin
: licin
Jumlah
koloni: 20
Tidak
terjadi kontaminasi
|
Sumber
: Logbook
Tabel
2.2 Hasil Inokulasi Mikroba pada Media Miring
No.
|
Media
|
Asal
Mikroba
|
Foto
|
Keterangan
|
1.
|
PDA
|
Daun
tidak dicuci
|
Tidak
terjadi kontaminasi
|
|
2.
|
NA
|
Air
tanah
Air
Ades
Daun
tidak dicuci
Kertas
|
Tidak
terjadi kontaminasi
Tidak
terjadi kontaminasi
Tidak
terjadi kontaminasi
Tidak
terjadi kontaminasi
|
Sumber
: Logbook
Tabel
2.3 Hasil Purifikasi Streak Kuadran Mikroba
No.
|
Media
|
Asal
Mikroba
|
Foto
|
Hasil
Pengamatan
|
1.
|
PDA
|
Daun
Tidak dicuci
|
Ukuran:
sedang
Bentuk:
L
Tepian:
bercabang
Elevasi
: berbukit-bukit
Opacity
: transparan
Chromoaenesis
: putih
Tidak
terjadi kontaminasi
|
|
2.
|
NA
|
Kertas
Daun
tidak dicuci
Air
tanah
|
Ukuran:
kecil
Bentuk:
tidak beraturan
Tepian
: belekuk
Elevasi
: berbukit-bukit
Opacity
: buram
Chromoaenesis
:putih
Tidak
terjadi kontaminasi
Ukuran:
sedang
Bentuk:
bundar
Tepian
: berombak
Elevasi
: datar
Opacity
: buram
Chromoaenesis
: putih
Tidak
terjadi kontaminasi
Ukuran:
kecil
Bentuk:
menyebar
Tepian
: tidak beraturan
Elevasi
: datar
Opacity
: buram
Chromoaenesis
: putih
Tidak
terjadi kontaminasi
|
Sumber : Logbook
Tabel 2.4 Hasil Pewarnaan Gram
Asal
Mikroba
|
Foto
|
Keterangan
|
NA
|
Berwarna
merah yang menandakan bahwa bakteri tersebut gram negatif
|
Sumber : Logbook
2. Pembahasan
Isolasi
bakteri dikarakterisasi dengan menumbuhkan pada medium NA dan dilakukan
pengamatan meliputi: pertumbuhan koloni bakteri pada medium agar miring yaitu
bentuk pertumbuhan pada bekas goresan dan pertumbuhan koloni bakteri pada
medium agar lempeng yaitu bentuk, tepian, elevasi, opacitiy, chormoaensis dan
jumlah koloni.
Jamur
merupakan organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat menyediakan
makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil.
Oleh karena itu, jamur mengambil zat-zat makanan yang sudah jadi yang dibuat
atau dihasilkan oleh organisme lain untuk kebutuhan hidupnya. Sifat
ketergantungan terhadap organisme lain menyebabkan jamur digolongkan sebagai
tumbuhan heterotrofik. Isolasi jamur menggunakan medium PDA (Potato Dextrose Agar). Jamur lebih tahan
terhadap pH suasana asam jika dibandingkan dengan bakteri atau aktinomisetes,
sehingga dengan cara ini juga telah terjadi seleksi terhadap mikroba yang
sedang diisolasi (Saryono et al., 2002).
Media
berfungsi untuk menumbuhkan mikroba, isolasi, memperbanyak jumlah, menguji
sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah mikroba, dimana dalam proses
pembuatannya harus disterilisasi dan menerapkan metode aseptis untuk
menghindari kontaminasi pada media. Nutrien agar adalah medium umum untuk uji
air dan produk dairy. NA juga
digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif,
dalam artian mikroorganisme heterotrof. Media ini merupakan media sederhana
yang dibuat dari ekstrak beef, pepton, dan agar. NA merupakan salah satu media
yang umum digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air,
sewage, produk pangan, untuk membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sampel pada
uji bakteri, dan untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni dengan cara
disterilisasi dengan autoklaf pada 121°C selama 15 menit (Fathir et al., 2009).
Di
dalam suatu koloni bakteri dan jamur, tidak semua sel mampu bertahan hidup
terus, sehingga jika jumlah koloni bertambah atau justru mengalami penurunan,
hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Kondisi lingkungan
yang mendukung dapat memacu pertumbuhan dan reproduksi bakteri,
disamping itu kondisi lingkungan juga dapat membuat bakteri dan mikroorganisme
lain tidak dapat bertahan hidup. Medium NA berdasarkan susunan kimianya
merupakan medium nonsintetik/semi almiah, berdasarkan konsistensinya merupakan
medium padat.Medium ini digunakan untuk pertumbuhan bakteri. Medium PDA
menurut konsistensinya termasuk medium padat, berdasarkan susunan kimianya
termasuk non sintetik/semi alamiah. Medium PDA digunakan untuk menumbuhkan
jamur (fungi).
Bakteri Gram positif akan mempertahankan zat warna biru
kristal violet sehingga dibawah mikroskop terlihat warna ungu, sedangkan
bakteri gram negatif zat warna kristal violet akan larut oleh penambahan
alkohol 95 % dan mengikat zat warna kedua yaitu Safranin/fuchsin sehingga dibawah
mikroskop akan terlihat berwarna merah. Bakteri Gram positif memiliki dinding
sel yang tersusun dari lapisan peptidoglikan yang
tebal dan asam teikoat.
Sementara bakteri Gram negatif memiliki lapisan luar dari lipopolisakarida:
terdiri dari membran dan lapisan peptidoglikan yang tipis dan terletak pada
periplasma (di antara lapisan luar dan membran sitoplasma).
E.
Kesimpulan
dan Saran
1. Kesimpulan
Adapun
kesimpulan dari praktikum analisis mikrobiologi untuk bakteri dan jamur ini
adalah sebagai berikut:
a. Manfaat
dari isolasi dan pemurnian mikroba yaitu didapat kultur murni yang selsel
mikrobanya berasal dari pembelahan sel tunggal sehingga dapat diketahui satu
sampel jenis mikroba yang ingin diketahui.
b. Pewarnaan
pada bakteri memudahkan untuk dilakukan identifikasi dan pengelompokkan ke
dalam bakteri gram positif (berwarna ungu) atau gram negatif (berwarna merah).
c. Pengenceran
untuk mendapatkan koloni yang akan diisolasi dengan meminimalkan kontaminasi
dan penambahan nutrisi untuk mikroba.
2. Saran
a. Praktikan
harus bisa bekerja secara aseptis.
b. Diadakannya
pencocokkan dengan kunci determinasi termasuk spesies apa bakteri/jamur yang
diamati.
Fathir,
dkk. 2009. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga.
Hadioetomo, R.
1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek.
Jakarta : Gramedia.
Lay, B. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium.
Jakarta : Rajawali.
Pelczar dan Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 2.
Jakarta : Universitas
Indonesia.
Pratiwi, S.
2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : Erlangga.
Roeslan, Akhyar, Rosfiansyah,
Sopian, Kadis Mujiono. 2012. Identifikasi Jamur dan Bakteri Tanah di Kawasan Danau Semayang dan Melintang Serta
Potensinya Sebagai Penyakit Tumbuhan
dan Agensia Hayati. Mulawarman Scientifie, Vol.
11 No.2 Oktober 2012 Samarinda. (online), (http://fmipa.unmul.ac.id diakses
pada 2 Desember 2013).
Saryonk,
dkk. 202. Isolasi dan Karakteristik Jamur Penghasil Inulinase yang Tumbuh pada
Umbi Dahlia. Natural Indonesia, 4(2): 171-177.
Suriawiria, U.
1999. Mikrobiologi. Jakarta : Universitas
Terbuka.
Waluyo. 2004. Mikrobiologi Tanah. Jakarta : CV Rajawali.
Waluyo, L.
2007. Mikrobiologi Umum. Malang : UMM Press.
III.
A. Pendahuluan
1. Latar
Belakang
Ketika kita suka melihat lingkungan sekitar, kita mungkin
terpesona oleh keajaiban yang meliputi semua organisme hidup. Anda hanya dapat
memperhatikan yang besar, makhluk hidup di luar sana, namun, ada juga
orang-orang yang lebih detai lagi. Meskipun kita mungkin tidak melihat makhluk
kecil, organisme kecil, mereka masih memainkan peran penting dalam ekosistem
kita. Diantaranya adalah ganggang dan protozoa. Ganggang dan protozoa milik
kerajaan Protista. Sebenarnya, ada empat kerajaan lain di mana semua organisme
dikelompokkan ke dalam. Empat lainnya adalah kerajaan: Monera, Fungi, Plantae,
dan Animalia.
Protista dikenal paling penting dalam kehidupan, sebab dalam
ekosistem perairan, mereka merupakan produser yang kehadirannya mendukung komunitas
yang ada disana. Protista sangat beragam dan yang tampak seperti hewan-hewan
yang sangat kecil dan ada pula yang Nampak seperti layaknya tumbuhan. Sebagian
protista ada yang hidup bergantung pada materi organik yang berasal dari
bangkai seperti halnya jamur. Protista hampir ditemukan di semua perairan,
karena sebagain besar protista berperan sebagai produsen yaitu berupa plankton.
2. Tujuan
Praktikum
Tujuan dari praktikum mikrobilogi pertanian ini adalah sebagai
berikut:
a. Mengetahui
cara mengisolasi algae dan protozoa dari alam.
b. Mengetahui
cara mengidentifikasi secara visual algae dan protozoa dari alam.
c.
39
|
d. Mengetahui
peranan algae dan protozoa dalam lingkungan pertanian.
B.
Tinjauan
Pustaka
Protista dapat dibedakan menjadi
tiga kelompok yaitu sebagai berikut :
1. Menyerupai
tumbuhan (algae)
Algae merupakan organisme eukariotik yang mengandung klorofil
dan bersifat autotrof dan ukuran sangat beragam (Tim penyusun 2013). Alga
(jamak = algae) merupakan produsen dalam rantai makanan, khususnya di ekosistem
perairan. Makhluk hidup aquatik lain bergantung secara langsung pada alga
sebagai produsen dan menyuplai ketersediaan oksigen, karena alga merupakan
organism autotrof sederhana. (Barsanti
dan Gualtieri 2006)
2. Menyerupai
hewan (protozoa)
Protozoa berasal dari kata protos yang berarti pertama dan zoo
yang berarti hewan, dengan kata lain protozoa disebut sebagai hewan pertama.
Sel protozoa dilapisi tiga lapisan uni membran, yaitu ektoplasma, endoplasma,
dan nucleus (Tim penyusun 2013). Tubuh hewan tersusun atas satu sel, sehingga
ukuran protozoa adalah mikro sampai beberapa millimeter. Umumnya protozoa hidup
secara individual dan ada juga yang berkoloni hidup secara bebasdi air juga
yang parasit pada hewan lain, protozoa berkembang biak dengan membelah diri dan
ada juga yang berkonjugasi ada pula yang membentuk spora (Yusminah 2007).
Berdasarkan alat geraknya, protozoa dibedakan menjadi :
a. Sarcodina
(Amoeba)
Merupakan hewan uniseluler yang memiliki bentuk tubuh
yang tidak tetap atau biasa disebut dengan Amoeboid, tubuh terdiri dari
nuckleus, contractile vacuole, food contractile, ectoplasm and endoplasm,
plasmalema, pseudopodium (Wiwi 2006).
b. Cilliata
(Siliata)
Hewan ini memiliki rambut getar, cilia ini digunakan
untuk bergerak dan mencari makanan. Cillia ini terdapat pada seluruh permukaan
sel atau pada bagian tertentu. Sel cilliata memiliki 2 inti, macronuclei dan
micronuclei yang terlibat dalam peristiwa konjugasi. Cilliata diaggap sebagai
protozoa yang paling maju evolusinya. Struktur organel yang lebih rumit yang
dimiliki tak tertandingi oleh protozoa – protozoa lainnya. Hampir semua
cilliata memiliki sebuah mikronukleus, yang merupakan tempat penyimpanan
informasi genetik yang akan diwariskan, dan mikronukleus yang mengandung banyak
salinan materi genetic (George 2006).
c. Mastighopora
(Flagelata)
Memiliki alat gerak berupa flagel atau cambuk getar atau
rambut getar. Flagellata memiliki alat pernafasan yaitu stigma, sebagai alat
respirasi. Fkagel tidak hanya berfungsi sebagai alat gerak namun juga sebagai
pencipta gelombang air sehingga makanannya dapat mendekat ke mulutnya dan dapat
dimakan. Berdasarkan ada tidaknya klorofil, flagellate dibagi menjadi
fitoflagellata (flagellata yang dapat melakukan fotosintesis karena memiliki
kromatofora dan zooflagellata merupakan flagellata yang tidak mempunyai flagel
dan menyerupai hewan.
d. Sporozoa
Semua sporozoa tidak mempunyai alat gerak dan bersifat
parasit pada hewan, tubuh berbentuk bulau atau panjang, sklus hidup meliputi
schizogoni, sporogoni, dan gamogoni.
C. Metodologi Praktikum
1. Waktu
dan Tempat Praktikum
a. Hari,Tanggal : Jum’at, 18 Oktober 2013
b. Waktu : 08.50 – 10.00
c. Tempat : Laboratorium Biologi Tanah,
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
2. Alat
a. Mikroskop
cahaya
b. Alat
tulis
c. Pipet
tetes
d. Mortar
e. Alu
f. Lap
kain
g. Tisu
h. Sprayer
isi alkohol
i.
Sunlight
j.
Petridish
3. Bahan
a. Sampel
air kolam
b. Sampel
air sawah
c. Tumbuhan
azolla
4. Cara
Kerja
a. Algae
dan Protozoa
1) Melakukan
sterilisasi pada meja, tangan dan alat-alat praktikum dengan alkohol.
2) Mengambil
sampel air menggunakan pipet lalu diletakkan di petridish.
3) Mengamati
sampel air tersebut dengan mikroskop.
4) Melakukan
identifikasi morfologi mikrobia (algae dan protozoa) yang ada di air.
5) Menggambar
hasil pengamatan serta member keterangan di logbook.
b. Azzola
1) Melakukan
sterilisasi pada meja, tangan dan alat-alat praktikum dengan alkohol.
2) Mengambil
satu tumbuhan azolla.
3) Mengamati
dan menggambar morfologi azolla dan sporangium yang terbentuk.
4) Untuk
pengamatan mikrospora caranya adalah sebagai berikut
a) Menekan
sporangium yang telah diletakkan pada kaca preparat dengan batang gelas.
b) Mengambil
sedikit dengan pipet, meletakkan di atas kaca preparat + deglass.
c) Mengamati
dengan mikroskop
d) Menggambarkan
morfologi Anabaena azollae serta
member keterangan di logbook.
D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1. Hasil
Pengamatan
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Algae pada
Air Sawah
No.
|
Gambar
|
Keterangan
|
1.
|
Sumber:
http://biologiklaten.wordpress.com
|
Alga berwarna hiaju
|
Sumber: Logbook
Tabel 3.2 Hasil Pengamatan Protozoa pada Air Sawah
No.
|
Gambar
|
Keterangan
|
1.
|
Tidak didapatkan
protozoa dalam pengamatan dengan mikroskop.
|
Sumber: Logbook
Tabel 3.3 Hasil Pengamatan Morfologi
Azolla
No.
|
Gambar
|
Keterangan
|
1.
|
Terdapatnya akar dan
daun.
|
Sumber: Logbook
Tabel 3.4 Hasil Pengamatan Mikroskop
Azolla
No.
|
Gambar
|
Keterangan
|
1.
|
Terdapatnya sel
heterosit dan sel vegetatif.
|
Sumber: Logbook
2. Pembahasan
Lahan
padi sawah merupakan tanah tergenang air dengan tinggi genangan 5-10 cm buatan
manusia yang bersifat unik dan berbeda dengan lahan basah alami. Penggenangan
hanya dilakukan sewaktu-waktu sesuai dengan keperluan. Kedangkalan genangan air
tersebut menyebabkan keadaan air sangat dipengaruhi oleh radiasi matahari,
angin, suhu udara, dan curah hujan (Bambaradeniya dan Amarasinghe 2004 dalam
Ainin et al., 2008) yang akan
mempengaruhi juga organisme yang hidup di dalamnya. Seperti dilaporkan oleh
banyak peneliti bahwa pada air genangan tanah padi sawah dihuni oleh berbagai
populasi organisme yang saling berinteraksi satu sama lain membentuk suatu
rantai dan jaring- jaring makanan yang khas (Kuwabara 1999 dalam Ainin 2008).
Pengaruh langsung dan tidak langsung dari salah satu organisme air dapat
mempengaruhi struktur komunitas organisme dalam lingkungan tanah sawah yang
antara lain terdiri dari protozoa, alga, larva serangga, moluska, oligocaheta,
nematoda, dan mikrokrustacea (Mogi 1993 dalam Ainin 2008). Selain berinteraksi
antara sesama organisme, populasi mereka juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan seperti penggunaan pupuk kimia dan organik, pestisida, penggenangan,
pengelolaan air, varietas tanaman, lama penggenangan dan sebagainya (Simpson et
al., 1994 dalam Ainin 2008).
Sampel
protozoa dan alga yang diamati berasal dari air sawah di sekitar daerah
Demakan, Mojolaban, Sukoharjo pada waktu 17.00 WIB. Pada pengamatan di bawah
mikroskop cahaya, air sawah hanya menunjukkan adanya jenis alga namun
protozoanya tidak tampak. Hal ini dimungkinkan karena Populasi protozoa dan alga dipengaruhi
oleh waktu penggenangan tanah sawah, dimana populasinya cenderung meningkat
sejak 20 sampai 30 hari setelah penggenangan dan kemudian stabil sampai akhir
penggenangan akibat adanya penyiangan gulma dan pergiliran air irigasi (Ainin
2008).
Alga
dan protozoa sangat mirip satu sama lain karena mereka dalam satu kerajaan yang
sama yaitu protista, keduanya terdiri dari sel-sel eukariotik. Keduanya
memiliki inti, dan mereka dapat berkembang biak dengan cara pembelahan sel
mitosis. Mereka juga memiliki kemampuan untuk berpindah dari satu tempat ke
tempat lain. Semua alga memiliki klorofil meskipun mereka tidak memiliki daun,
batang, dan akar. Mereka adalah organisme mirip tumbuhan yang dapat
menghasilkan makanan sendiri. Alga dapat menjadi uniseluler atau multiseluler.
Rumput laut adalah contoh dari alga multiseluler.
Di sisi lain, protozoa
adalah uniseluler, dan mereka lebih seperti binatang. Kebanyakan protozoa
mencari makan sendiri dengan menelan molekul organik atau organisme yang sangat
lebih detai lagi (Sridianti 2013).
Interaksi antara simbiosis Anabaena-Azzola berbeda
antara berbeda dengan interaksi antara bakteri pembentuk nodula dari tanaman
leguminosa. Sangat sedikit yang diketahui cara bagaimana Anabaena dan Azolla
mengenal satu sama lain. Fiksasi nitrogen berlangsung dalam sel khusus,
yaitu heterosit. Azolla pada umumnya bayak ditemukan di sawah Asia Tenggara
dimana sejumlah besar nitrogen diikat oleh jenis alga ini yang sangat
bermanfaat bagi tanaman padi. Simbiosis dan spesies Anabaena yang
hidup bebas, seperti alga hijau-biru, juga berhadapan dengan masalah melindungi
dirinya melawan oksigen. Proses metabolisme merupakan proses pengambilan
surplus oksigen yang ada, dengan kata lain, heterosit dikelilingi baketria .
Berbeda dengan sel vegetatif, heterosit aktif tertutup oleh lapisan
polisakarida yang nampaknya menyediakan nutrisi bagi bakteria. Aktivitas
metabolisme baketria mengkonsumsi oksigen lagi, hingga taraf terendah oksigen
disekitar heterosit. Di bawah kondisi yang terbatas, sel vegetatif
berdiferensiasi menjadi heterosit . heterosit merupakan sel yang berada di
bagian ujung (terminal) yang dikhususkan dalam proses fikasi nitrogen. Interior
dari sel ini berupa mikrooxic sebagai akibat dari peningkatan respirasi, tidak
aktifnya pembentukan O2 dalam fotosistem II, bentuk/formasi dari
penebalan diluar dinding sel. Nitrogenase mengubah dinitrogen menjadi ammonium
pada pengeluaran ATP dan keduanya merupakan reduktan yang dihasilkan melalui
metabolisme karbohidrat, sebuah proses tambahan, dalam cahaya melalui aktivitas
fotosistem (PS) I . Sebagai imbalannya, nitrogen difiksasi dalam heterocysts
bergerak ke dalam sel vegetatif , bagian akhir dalam pembentukan asam amino
(Jeber 2010).
Beberapa alga
pada genangan tanah sawah dilaporkan dapat memfiksasi nitrogen (Grant et al.,
1983 dalam Ainin 2008a). Peranan penting lain dari protozoa and algae adalah
sebagai bioindikator perubahan lingkungan (Dawah 2006 dalam Ainin 2008). Alga
hijau biru mempunyai arti penting dalam mempertahankan kesuburan tanah sawah
karena fungsinya dalam fiksasi nitrogen (Banerjee 1991 dalam Ainin 2008).
Aplikasi bahan organik ke tanah akan merubah lingkungan tanah sedemikian
sehingga sumber bahan organik bagi bakteri, fungi, dan organisme lainnya akan
berubah. Keberadaan alga di dalam tanah akan menyetabilkan dan memperbaiki
sifat-sifat fisika tanah dengan mengagregasi partikel-partikel dan menambahkan
bahan organik. Beberapa alga beradaptasi pada tanah lembab, bahkan permukaan
batuan, alga tersebut mendegradasi mineral yang belum terhancurkan sehingga
menjadikan produk-produk dekomposisinya tersedia untuk membangun dan memperkaya
tanah (Pelczar dan Chan 1986 dalam Ainin 2008).
E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum analisis algae dan protozoa dari
ala mini adalah sebagai berikut :
a. Algae
merupakan protista yang menyerupai tumbuhan dan kebanyakan memiliki klorofil
sehingga bersifat autotrof.
b. Protozoa
merupakan protista yang menyerupai hewan dan kebanyakan tidak memiliki klorofil
sehingga bersifat heterotrof.
c. Alga
dimanfaatkan dalam pemeliharaan kesuburan tanah karena dapat memfiksasi
nitrogen.
2. Saran
a. Praktikan
lebih mandiri dalam menggunakan mikroskop dan menjalankan kegiatan praktikum
dengan sungguh-sungguh.
b. Penyediaan
mikroskop sebaiknya diperbanyak untuk menghemat waktu praktikum.
Ainin et al., 2008, “Perubahan Populasi
Protozoa dan Alga Dominan pada Air Genangan
Tanah Padi sawah yang Diberi Bokashi Berkelanjutan”. Jurnal Tanah Trop.,Vol.13, No.3, 2008: 225-231,
(online) http://www.researchgate.net/publication,
diakses pada 7 November 2013.
Barsanti, L and P.
Gualtieri. 2006. Algae. Taylor &
Francis Group. United State of
America.
George, H.Fried.2006. Biologi
Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Hala,Yusminah. 2007. Dasar Biologi Umum II.
Makassar: Alauddin Press.
Isniani, Wiwi. 2006. Fisiologi hewan. Yogyakarta: Kanisius.
Jeber, 2010. Mikroorganisme Penambat N Annabaena Azollae yang Besimbiosis dengan Ganggang Hijau Biru Azollae.
http://thejeber.wordpress.com
diakses pada 7 November 2013.
Sridianti. 2013. Perbedaan Antara Alga dan Protozoa. http://www.sridianti.com
diakses pada 7 November 2013.
Tim penyusun. 2013.
Buku Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Pertanian. Surakarta: Fakultas Pertanian UNS Press.
IV.
A.
Pendahuluan
1. Latar
Belakang
Kebutuhan
pangan dunia selalu meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk.
Sementara itu hasil pertanian jumlahnya tidak sebanding dengan kebutuhan
penduduk, karena semakin sempitnya tanah pertanian dan produktivitas yang
rendah. Tanah pertanian yang keberadaannya terbatas, seringkali digunakan secara
terus-menerus tanpa memperhatikan pemeliharaanya, dan tidak memberi kesempatan
pada tanah untuk memperbaharui diri secara alami, atau dipulihkan kembali
kesuburanya sehingga dapat menurunkan tingkat kesuburan tanah.
50
|
2. Tujuan
Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum mengenai pengenalan
mesofauna, makrofauna dan mikoriza ini adalah sebagai berikut :
a. Mengamati
dan mengidentifikasi morfologi mesofauna.
b. Mengamati
dan mengidentifikasi morfologi makrofauna.
c. Mampu
membedakan perbedaan mesofauna dan makrofauna.
d. Mampu
melakukan isolasi VAM dari rhizosfer.
B. Tinjauan
Pustaka
Menurut
Poerwowidodo (1992) dalam Suteni et al.,
2007, tempat penimbunan
bahan organik cenderung terbatas di lapisan tanah permukaan sehingga
menjadikan di lapisan ini mempunyai
kegiatan
biologis paling produktif dan aktif
yang
melibatkan fauna tanah. Dalam
penelitian yang dilakukan Suteni,
Setelah dilakukan uji DMRT, ternyata terdapat pengaruh yang nyata pada
perlakuan pemberian bahan organik tanaman, terhadap jumlah jenis dan indeks
keanekaragaman mesofauna tanah. Pengaruh bahan organik terhadap sifat fisik dan
kimia tanah diduga sebagai akibat adanya perubahan sifat bahan organik setelah
mengalami perombakan oleh fauna tanah. Fauna tanah berpengaruh terhadap
proses-proses biologi tanah di antaranya adalah proses pelapukan dan peruraian
bahan organik, hasil akhir dari proses ini akan berpengaruh langsung terhadap
kesuburan tanah (Partaya 2002 dalam Suteni et
al., 2007).
Cendawan mikoriza
arbuskuler (MA) merupakan satu kelompok jamur tanah biotrof obligat yang tidak
dapat melestarikan pertumbuhan dan reproduksinya bila terpisah dari tanaman
inang. Cendawan ini dicirikan oleh adanya struktur vesikel dan/atau arbuskel. Penggunaan
VAM (mikoriza) ini
dapat meningkatkan produksi jagung yang mengalami kekeringan sesaat pada fase
vegetatif dan generatif (Yusnaini et al., 1999 dalam Feronika 2003).
Setiadi (2003 dalam Ana 2003), menyebutkan bahwa mikoriza juga sangat berperan
dalam meningkatkan toleransi tanaman terhadap kondisi lahan kritis, yang berupa
kekeringan dan banyak terdapatnya logam-logam berat. Namun demikian masih
terdapat beberapa kendala yang perlu dihadapi dalam upaya pemanfaatan mikoriza
ini, diantaranya seperti yang disampaikan oleh Simanungkalit (2003) dalam
Feronika 2003, bahwa upaya untuk memproduksi inokulan mikoriza dalam skala
besar masih sulit. Twn (2003) dalam Feronika 2003, juga menyampaikan bahwa
dalam bidang kehutanan aplikasi pemanfaatan mikoriza masih belum mendapat
perhatian utama, kecuali terbatas pada kegiatan-kegiatan penelitian. Di samping
hal-hal tersebut penggunaan mikoriza ini masih mendapatkan kesulitan karena
penggunaannya yang dalam jumlah relatif besar dan lamanya waktu untuk
memproduksinya. Oleh karena itu masih diperlukan adanya penelitian-penelitian
lebih lanjut dalam upaya untuk memaksimalkan potensi mikoriza ini.
C.
Metodologi
Praktikum
1. Waktu
dan Tempat Praktikum
a. Hari,
tanggal : Jum’at, 1 November 2013
b. Waktu : 08.40 – 11.00
c. Tempat : Laboratorium Biologi Tanah,
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
2. Alat
a. Mikroskop
b. Lup/
kaca pembesar
c. petridish
d. Pinset
e. Saringan
3 tingkatan
f. Gelas
aqua
3. Bahan
a. Mesofauna
dan makrofauna dari lahan basah, lahan kering dan agroforesty,
b. Air
c. Sampel
tanah (rhizosfer).
4. Cara
Kerja
a. Pengamatan
Makrofauna dan Mesofauna
1) Mencari
mesofauna dan makrofauna pada lapisan rhizosfer tanah.
2) Mencucui
mesofauna dan makrofauna dengan air bersih lalu diletakkan di petridish.
3) Mengambil
fauna dengan pinset dan amati dengan kaca pembesar.
4) Menggambar
dan mengidentifikasi setiap fauna pada logbook.
b. Isolasi
VAM
1) Mencampur
contoh tanah (50 gr) dengan air (100 ml) dalam gelas aqua, aduk hingga omogeny
dan membiarkan selama beberapa menit agar partikel kasar mengendap.
2) Mencuci
saringan 3 tingkatan dengan cara di balik lalu dialiri air secara perlahan.
3) Menyusun
saringan 3 tingkatan dengan yang 250 mikron di atas, 90 mikron di tengah dan 60
mikron di bawah.
4) Menuangkan
cairan contoh tanah tersebut pada satu titk saringan tetapi tanah tidak ikut
dituangkan.
5) Mengambil
saringan yang berukuran 60 mikron dan aliri air secara perlahan, air yang
tertampung di saringan diambil dengan pipet kemudian di taruh di petridish
untuk diamati mikorizanya melalui mikroskop.
6) Menggambar
miokoriza pada logbook.
D.
Hasil
Pengamatan dan Pembahasan
1. Hasil
Pengamatan
Tabel 4.1 Pengamatan Hewan Mesofauna
No.
|
Gambar
|
Keterangan
|
1.
|
Kutu, hewan yang termasuk
mesofauna.
|
|
2.
|
Undur-undur, hewan
yang termasuk mesofauna.
|
Sumber: Logbook
Tabel 4.2 Pengamatan Hewan Makrofauna
No.
|
Gambar
|
Keterangan
|
1.
|
Keong
|
|
2.
|
Semut hitam
|
|
3.
|
Semut merah
|
|
4.
|
Kepik
|
|
5.
|
Kupu-kupu
|
Sumber: Logbook
Tabel 4.3 Pengamatan Mikoriza pada Tanah
Perakaran Jagung
No.
|
Gambar
|
Keterangan
|
1.
|
Mikoriza
|
Sumber: Logbook
2. Pembahasan
Mikrofauna adalah hewan tanah yang berukuran sangat keil
yaitu kurang dari 0,2 mm. Mesofauna adalah semua hewan yang berkisar antara 0,2
sampai dengan 10 mm, Mesofauna yang diamati terdiri dari kutu dan undur-undur.
Makrofauna adalah semua hewan yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa
bantuan fisik, makrofauna pada kegiatan praktikum kali ini adalah kupu-kupu,
semut, keong. Setiap lingkungan
ditemukan fauna yang berbeda-beda dikarenakan fauna tersebut juga memilih
kondisi lingkungan yang sesuai dengan anatomi yang dimiliki agar dapat
beradaptasi dengan baik sehingga memiliki daya kelangsungan hidup yang baik.
Fauna
tanah berpengaruh terhadap proses-proses kimiawi tanah di antaranya adalah
proses pelapukan dan penguraian bahan organik, hasil akhir dari proses ini akan
berpengaruh langsung terhadap kesuburan tanah. Aktivitas fauna tanah
mempengaruhi sifat fisik tanah dengan cara membuat lubang pada tanah yang akan
meningkatkan daya infiltrasi air pada tanah. Dengan adanya fauna
tanah, maka akan mendatangkan organism lain untuk turut dalam rantai makanan di
lingkungan tersebut, hal ini akan meningkatkan kenanekaragaman hayati dalam
suatu lingkungan sehingga daya ekosistemnya menjadi lebih tinggi.
Mikoriza berdasarkan struktur
tubuh dan cara infeksi terhadap tanaman inang digolongkan menjadi tiga tipe
yaitu ektomikoriza, endomikoriza dan ektendomikoriza. Ektomikoriza mempunyai
beberapa perbedaan dengan endomikoriza. Ektomikoriza mempunyai lapisan mantel
tebal, struktur jala, dan hifa yang tidak masuk sel (berkembang diantara
dinding-dinding sel jaringan korteks), serta menyebabkan akar yang terkena
infeksi membesar. Endomikoriza mempunyai stuktur berbentuk oval (vesikel),
percabangan hifa (arbuskula), dan hifa yang masuk dalam jaringan korteks, serta
tidak menyebabkan perakaran yang terinfeksi membesar. Ektendomikoriza mempunyai
ciri-ciri antara ekto dan endomikoriza yaitu dapat menginfeksi dinding sel
korteks maupun korteksnya dan mempunyai jaringan hartig. Mikoriza bersimbiosis
mutualisme dengan tanaman, mikoriza memperoleh nutrisi dari tanaman dan tanaman
menyerap unsur hara lebih baik daripada tanpa kehadiran mikoriza. Mikoriza
bermanfaat dapat meningkatkan penyerapan unsur
hara terutama P dan hara lainnya (N, K, Ca, Mg, Cu, Mn dan Zn), produksi hormon
dan zat pengatur tumbuh, serta ketahanan kekeringan dan serangan patogen akar.
Mikoriza juga dapat mengurangi kandungan logam berat disekitar perakaran,
selain sebagai proteksi terhadap patogen akar dan nematode.
Mikoriza dapat mengeluarkan
suatu enzim phospatase yang dapat mengurai hara dari keadaan tidak tersedia
menjadi tersedia bagi tanaman dan menyerap hara khususnya fosfat yang
konsentasinya rendah dalam larutan tanah. Mikoriza dengan adanya selubung hifa
tebal dapat meningkatkan luas permukaan sistem perakaran sehingga meningkatkan
bidang penyerapan. Adanya hifa cendawan memberikan keuntungan dalam
pengam-bilan unsur hara, yaitu dapat menembus tanah dengan mudah, memberikan
ruang jelajah yang lebih luas akibat diameter yang lebih kecil, serta memberikan
bidang penyerapan nutrisi yang lebih luas.
Mikoriza dapat meningkatkan
hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh seperti auksin, sitokinin, giberelin
dan vitamin. Auksin dapat mencegah penuaan dan suberinisasi pada akar sehingga
memperlama fungsi akar sebagai penyerap hara dan air.Sitokinin dapat
mempengaruhi aktivitas fotosintesis dan transpirasi, penyerapan P dan transpor
ion. Tanaman bermikoriza akan lebih tahan terhadap serangan patogen akar. Ada
tiga mekanisme perlindungan mikoriza. Mekanisme pertama yaitu adanya lapisan
hifa sebagai pelindung fisik. Mekanisme kedua yaitu adanya lingkungan yang
tidak cocok bagi pertumbuhan patogen, karena mikoriza menyerap semua kelebihan
karbohirdrat dan eksudat akar. Mekanisme ketiga adalah adanya antibiotik yang
dihasilkan cendawan. Peningkatan ketahanan terhadap logam berat merupakan salah
satu manfaat yang penting dari mikoriza. Oleh karena itu mikoriza sering
digunakan untuk memperbaiki kondisi lahan bekas tambang.
E.
Kesimpulan
dan Saran
1. Kesimpulan
Kesimpulan dari acara praktikum pengenalan mesofauna,
makrofauna dan mikoriza ini adalah sebagai berikut:
a. Cendawan mikoriza arbuskuler (MA)
merupakan satu kelompok jamur tanah biotrof obligat yang tidak dapat
melestarikan pertumbuhan dan reproduksinya bila terpisah dari tanaman inang.
b. Mikrofauna
adalah hewan tanah yang berukuran sangat keil yaitu kurang dari 0,2 mm.
c. Mesofauna
adalah semua hewan yang berkisar antara 0,2 sampai dengan 10 mm, Mesofauna yang
diamati terdiri dari kutu dan undur-undur. Makrofauna adalah semua hewan yang
dapat dilihat langsung dengan mata tanpa bantuan fisik, makrofauna pada
kegiatan praktikum kali ini adalah kupu-kupu, semut, keong.
2. Saran
a. Praktikan
lebih efisien dalam menjalankan kegiatan praktikum agar tidak terlalu memakan
waktu yang lama.
Suteni
et al., 2007, “Pengaruh Keanekaragaman Mesofauna dan Makrofauna Tanah terhadap Dekomposisi Bahan
Organik Tanaman di Bawah Tegakkan
Sengon (Paraserianthes falcataria), Jurnal Bioteknologi 4 (1): 20-27, (online), http://biosains.mipa.uns.ac.id
diakses pada 7 November 2013.
Feronika,
Ana, 2003, “Mikoriza: Peran, Prospek, dan Kendala” Makalah Seminar, (online), http://mti.ugm.ac.id
diakses pada 7 November 2013.
V.
A.
Pendahuluan
1. Latar
Belakang
Mikrobiologi sangat kompleks peranannya dalam
perkembangan sebagai ilmu pengetahuan dasar. Saat ini banyak berbagai kegiatan
manusia yang melibatkan peranan mikroorganisme dalam kehidupan sehari-hari.
Mikroorganisme sangat erat kaitannya dengan kehidupan kita, beberapa
diantaranya bermanfaat dan ada juga yang merugikan. Banyak mikrobia yang
digunakan dalam proses produk-produk terapan, contohnya seperti pemanfaatan
bakteri dalam industry pangan yaitu Acetobacter
xylinum pada pembuatan nata, Rhizopus
oryzae untuk pembuatan tempe, Saccaromyces
cerevisae untuk fermentasi anggur, dan Lactococcus
lactis untuk pembuatan khefir. Pemanfaatan mikroba selain industri pangan
juga dapat digunakan dalam teknik budidaya tanaman, contohnya seperti inokulasi
mikoriza dengan akar planlet anggrek.
Pada praktikum akan diperkenalkan beberapa jenis bakteri
yang bermanfaat dalam proses pembuatan nata dan inokulasi mikroba. Nata adalah
sekumpulan sel bakteri (selulosa) yang terbentuk dari aktivitas Azetobacter xylinum pada medium cair
yang mengandung karbon dan dalam suasana asam. Nata yang terbentuk tergantung
dari jenis sumber karbon yang digunakan. Berbagai sumber karbon yang dapat
dimanfaatkan adalah air kelapa (nata de coco),
air nanas (nata de pina), dan air
kecutan tahu (nata de soya). Dalam
pembuatan nata diperlukan nutrisi yang cukup untuk mikrobia, yaitu sumber
nitrogen bagi mikrobia maka ditambahkan ekstrak tauge. Nata yang baik dapat
dicirikan pada selulosa yang terbentuk berwarna putih dan tidak berbau.
61
|
2. Tujuan
Praktikum
Adapun
tujuan dari praktikum mikrobiologi terapan ini adalah sebagai berikut :
a. Mempelajari
mikrobia yang berperan dalam pembuatan nata dan proses pembuatan nata.
b. Meningkatkan
pemahaman dan memberikan keterampilan dalam menginokulasi mikroba pada planlet
anggrek dan bibit kedelai.
c. Menguji
dan menganalisis hasil inokulasi yang berupa terbentuknya asosiasi mikroba dan
pengamatan hasil aktivitas fungsional mikroba terhadap tanaman.
B.
Tinjauan
Pustaka
Nata de coco merupakan jenis makanan yang diperoleh dari hasil
fermentasi baktreri Acetobacter xylinum.
Makanan ini berbentuk padat, putihm transparan dan kenyal seperti
kolang-kaling. Disamping itu, air kelapa merupakan mediatumbuh yang baik untuk
mikroba karena mengandung gula, senyawa nitrogen, mineral dan vitamin. Nilai
gizi nata de coco sangat rendah, karena kandungan terbesarnya adalah air, maka
makanan ini dapat dipakai sebagai sumber makanan rendah kalori untuk keperluan
diet (PDII-LIPI 2013).
Pemanenan nata dapat dilakukan dengan cara mengangkat nata
secara hati-hati dengan menggunakan garpu atau penjepit yang bersih supaya
cairan di bawah tidak tercemar. Cairan di bawah nata dapat digunakan sebagai
cairan bibit pada pengolahan berikutnya. Kemudian membuang selaput yang
menempel pada bagain bawah nata, dicuci lalu dipotong dalam bentuk kubus dengan
ukuran 1,5 x 1,5 x 1,5 cm dan dicuci. Tuang dan rendam potongan nata de coco
dalam ember plastic selama 3 hari dan setiap hari air rendaman diganti. Sesudah
itu, nata direbus sampai menidih dengan suhu 110˚C. Pembuatan bibit nata dapat
dilakukan dengan cara daing buah nanas yang telah dicuci kemudian di potong
kecil-kecil, dihancurkan dan diambil ampasnya. Ampas nanas dicampur dengan gula
pasir dan air masak dengan perbandingan 6:1:3 sampai merata. Masukkan campuran
tersebut dalam toples bersih dan tutup dalam kain saring dan diamkan selama 2-3
minggu hingga terbentuk lapisan putih atau bibit Acetobacter xylinum (BPTP Sulawesi Utara).
Medium tumbuh merupakan salah satu faktor penting dalam
menentukan kualitas pertumbuhan planlet anggrek, biasanya digunakan medium
dengan komposisi yang mengandung bahan-bahan kimia murni (anorganik
proanalisis). Bahan-bahan kimi anorganik mengandung unsur-unsur N, P, K, Ca,
Mg, S, Fe, Mn, Zn, C, H, dan O (Widiastoety dan Nurmalinda 2010).
Air limbah tahu mengandung nutrien-nutrien (protein,
karbohidrat, dan bahan-bahan lainnya) yang jika dibiarkan dibuang begitu saja
ke sungai justru dapat menimbulkan pencemaran. Tetapi jika dimanfaatkan akan
menguntungkan pemilik mitra tahu atau masyarakat yang berminat mengolahnya. Air
limbah (whey) tahu mempunyai prospek
untuk dimanfaatkan sebagai media fermentasi bakteri. Limbah cair yang
dihasilkan oleh industri tahu merupakan limbah organik yang degradable atau
mudah diuraikan oleh mikroorganisme secara alamiah (Fajar 2013).
Nata
de pina merupakan
serat selulosa di permukaan medium nanas dari hasil metabolisme bakteri Acetobacter
xylinum\ yang mempunyai aktivitas dapat memecah gula untuk mensintesa
selulosa ekstra-seluler. Selulos yang terbentuk berupa benang-benang
yang bersama–sama dengan polisakarida berlendir membentuk suatu jalinan yang
terus menebal menjadi lapisan nata. Selain itu,dibandingkan dengan
polimer dari mikroba lainnya, nata memiliki beberapa keunggulan, yaitu
memiliki sifat fisik mekanik yang tinggi, dan kemurniannya lebih unggul
dibandingkan selulosa kayu (Masaoka et
al., 1993 dalam Iskandar et al.,
2010).
C.
Metodologi
Praktikum
1. Waktu
dan Tempat Praktikum
a. Hari,
tanggal : 11 Oktober 2013
b. Waktu : 08.40 – 10.40
c. Tempat : Laboratorium Biologi Tanah,
Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret
2. Alat
a. Pembuatan
Nata
1) Toples
2) Kain
bersih
3) Pengaduk
4) Gelas
ukur
5) Karet
gelang
6) Nampan
b. Inokulasi
Mikrobia
1) Pembuatan
Planlet Anggrek
a) Membuat
larutan stock
i.
Timbangan analitik
ii.
Sendok
iii.
Erlenmeyer
b) Membuat
media tanam
i.
Timbangan analitik
ii.
Botol-botol kultur
iii.
Magnetik stirrer
iv.
pH meter
v.
Gelas piala
vi.
Pipet
vii.
Plastik pp 0,3 mm
viii.
Karet gelang
ix.
Kertas label
2) Mengecambahkan
Kedelai
a) Petri
Dish
b) Kapas
3) Inokulasi
Mikrobia
a) Gelas
plastik
3. Bahan
a. Pembuatan
Nata
1) Starter
Azetobacter xylinum
2) Air
rebusan kelapa 1 L
3) Air
ekstrak tauge 100 cc
4) Gula
pasir 100 gr
5) Asam
cuka dapur 100 cc
6) Air
b. Inokulasi
Mikrobia
1) Pembuatan
Plantlet Anggrek
a) Membuat
larutan stock
i.
Bahan-bahan kimia untuk nutrisi
ii.
Vitamin
iii.
FeEDTA
iv.
ZPT
v.
Aquadest
b) Membuat
media tanam
i.
Aquadest
ii.
Larutan stock
iii.
Vitamin
iv.
ZPT
v.
Hara makro dan mikro
vi.
Agar-agar
vii.
Gula
viii.
NaOH 1 N
ix.
HCL 1 N
2) Mengecambahkan
Kedelai
a) Biji
kedelai
b) Air
3) Inokulasi
Mikrobia
a) Planlet
anggrek
b) Kedelai
yang telah dikecambahkan
c) Zeolit
d) Inokulum
mikrobia (mikoriza, BPN, BPF)
4. Cara
Kerja
a. Pembuatan
nata
1) Memasukkan
air rebusan kelapa, air ekstrak tauge (didapat dari merebus 100 gr tauge dengan
2 gelas air), asam cuka dapur, gula pasir ke dalam toples bulat dan aduk hingga
homogen.
2) Memasukkan
starter Azetobacter xylinum ke dalam
toples tersebut dan aduk hingga homogen.
3) Menutup
toples dengan kain bersih kemudian dikaretkan dengan karet gelang supaya rapat.
4) Memeberi
label perlakuan dan kelompok pembuat pada toples.
5) Menaruh
toples di atas nampan yang telah diberi air.
6) Mengamati
ketebalan nata pada hari ke-9.
7) Mengangkat
nata yang sudah terbentuk kemudian menimbangnya.
8) Mencuci
dan merebus nata serta melakukan analisis organoleptik.
b. Inokulasi
Mikrobia
1) Pembuatan
Plantlet Anggrek
a) Membuat
larutan stock
i. Menimbang
bahan-bahan kimia yang telah dikalikan menjadi beberapa kali konsentrasi,
misalnya untuk unsur hara makro dikalikan 20 dan unsur hara mikro dikalikan 100
kali konsentrasi.
ii. Melarutkan
bahan-bahan kimia tersebut ke dalam aquadest dengan volume tertentu, misalnya
500 ml.
iii. Memasukkan
masng-masing larutan ke dalam botol dan menyimpannya ke dalam refrigerator.
iv. Melarutkan
bahan dengan alkohol atau NaOH 1 N kemudian di tambah dengan aquadest sampai
300 ml untuk ZPT BAP dan 100 ml untuk ZPT IBA.
v. Memasukkan
masing-masing larutan tersebut ke dalam botol dan menyimpannya ke dalam refrigerator.
b) Membuat
media tanam
i. Mengambil
masing-masing larutan stock sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan dan
memasukkannya ke dalam gelas piala.
ii. Mengambil
larutan stock sesuai dengan perlakuan.
iii. Menambah
aquadest sampai 1000 ml.
iv. Menambah
gula sebanyak 30 gr.
v. Mengatur
pH dalam kisaran 5.8 – 6.3 dengan menambahkan beberapa tetes NaOH untuk menaikkan
pH atau HCL untuk menurunkan pH. Pada saat pengukuran Ph, larutan media diaduk
dengan magnetik stirrer,
vi. Menambahkan
agar-agar 8 gr kemudian didihkan.
vii. Menuangkan
media kedalam botol-botol kultur kurang lebih 25 ml tiap botol (40 botol / 1
media).
2) Mengecambahkan
Kedelai
a) Menyiapkan
petridish kemudian letakkan kapas kedalam petridish tersebut.
b) Memberi
air pada kapas sampai terasa cukup.
c) Meletakkan
biji-biji kedelai sebanyak 10 butir dalam 1 petridish dan melakukannya sampai
ke petridish kedua.
3) Inokulasi
Mikrobia
a) Menyiapkan
media tanam dengan menuangkan zeolit kedalam gelas plastik.
b) Menanam
anggrek dan kedelai pada media dan kemudian menuangkan inokulum mikrobia ke
daerah perakaran.
c) Meletakkan
tanaman pada tempat yang ternaungi dan rawat selama satu bulan.
d) Tanaman
dicabut dan diamati jumlah mikrobia yang berasosiasi dengan akar.
e) Mengambil
akar untuk dianalisis dengan cara memasukkan ke dalam larutan garam fisiologis
10-1 dan 10-2 kemudian isolasi media pada media NA.
D.
Hasil
Pengamatan dan Pembahasan
1. Hasil
Pengamatan
Tabel
5.1 Hasil Pengamatan Nata de Coco, Nata de Pina, dan Nata de Soya
Kelompok
|
22
|
23
|
24
|
Jenis
nata
|
Nata
de Coco
|
Nata
de Soya
|
Nata
de Pina
|
Hari
ke-0
|
a. Warna putih -kuning kecoklatan
b. Arom masam
|
a.
Warna kuning cerah agak
kecolatan
b.
Aroma asam , manis, menyengat, dan aroma tahu
|
a.
Warna kuning cerah
b.
Aroma masam
|
Hari
ke-14
|
a.
Warna putih keruh
b.
Aroma masam menyengat
|
a. Warna kuning kecoklatan ada endapan putih
b. Aroma
asam, manis kecut, dan menyengat
|
a.
Warna kuning keruh
b.
Aroma sangat tajam
|
Berat
(gram)
|
150
|
28,75
|
40
|
Diameter
(cm)
|
-
|
-
|
|
Tebal
(cm)
|
1
|
-
|
0,5
|
Volume
(cm3)
|
154
|
-
|
-
|
Foto
|
Sumber:
Data rekapan
Shift
|
Variabel Pengamatan
|
Perlakuan
|
||||
Kontrol
|
BPN
|
BPF
|
Mikoriza
|
Kombinasi
|
||
1
|
Tinggi Tanaman (cm)
Jumlah Daun
Panjang Akar (cm)
Berat Tanaman (gr)
Berat Akar (gr)
|
4.5
9
3.5
0.358
0.067
|
0.7
3
3
0.38
0.78
|
4
3
1.8
0.91
0.88
|
5
3
3.8
|
4
5
2.5
0.33
0.08
|
2
|
Tinggi Tanaman (cm)
Jumlah Daun
Panjang Akar (cm)
Berat Tanaman (gr)
Berat Akar (gr)
|
2
7
3
0.48
0.058
|
1.2
4
2
0.376
0.062
|
3.2
6
5
0.312
0.034
|
6.8
3
3.5
0.474
0.112
|
6.5
3
3
0.46
0.022
|
3
|
Tinggi Tanaman (cm)
Jumlah Daun
Panjang Akar (cm)
Berat Tanaman (gr)
Berat Akar (gr)
|
4.2
3
2
0.134
0.061
|
4.5
5
2.3
0.311
0.063
|
5
4
2.1
0.143
0.032
|
3
5
4
0.1
0.08
|
0.5
1
3.5
0.003
0.003
|
4
|
Tinggi Tanaman (cm)
Jumlah Daun
Panjang Akar (cm)
Berat Tanaman (gr)
Berat Akar (gr)
|
4.7
4
2
0.403
0.09
|
1.2
4
5.4
0.418
0.029
|
4
4
2.2
0.230
0.135
|
6
5
3.5
0.608
0.617
|
4
4
4
0.326
0.101
|
5
|
Tinggi Tanaman (cm)
Jumlah Daun
Panjang Akar (cm)
Berat Tanaman (gr)
Berat Akar (gr)
|
1.4
4
4
0.313
0.14
|
4
7
4
0.4
0.120
|
2.5
4
4
0.1299
0.06
|
2.6
5
2.7
0.128
0.15
|
0.8
3
4.6
0.159
0.012
|
6
|
Tinggi Tanaman (cm)
Jumlah Daun
Panjang Akar (cm)
Berat Tanaman (gr)
Berat Akar (gr)
|
3.0
8
8.5
0.679
0.035
|
2.9
5
2
0.350
0.210
|
19
10
18.5
0.397
0.058
|
31.1
5
10
0.0859
0.041
|
29
3
4
0.078
0.017
|
Tabel
5.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Inokulasi (BPN, BPF, Mikoriza, dan Kombinasi)
Terhadap Pertumbuhan Tanaman Anggrek
Sumber: Data Rekapan
|
Gambar
5.1 Tanaman Anggrek pada Berbagai Perlakuan Inokulasi
2. Pembahasan
Pembuatan
nata de coco diawali dengan mencampurkan gula sebagai sumber karbon, tauge
(urea) sebagai sumber nitrogen dan asam cuka sebagai pengatur pH ke dalam media
air kelapa yang telah dipanaskan sampai mendidih selama 5 menit,
pemanasan ini berfungsi sebagai
sterilisasi agar media tidak terkontaminasi oleh bakteri lain yang tidak diinginkan.
Setelah melalui proses pendinginan pada suhu kamar selama 24 jam, lalu dilakukan
penambahan starter (Acetobacter xylinum) ke dalam media air kelapa tersebut.
Setelah 9 hari proses fermentasi, akan terbentuk gel berwarna putih pada
permukaan media (Darmansyah 2010).
Pada
tahap awal proses pembuatan nata de coco, bakteri Acetobacter
xylinum yang telah dimasukan ke dalam media
air kelapa akan mengalami peningkatan jumlah koloni secara cepat, kemudian bakteri
yang ada pada media tersebut memproduksi serat selulosa dalam jumlah banyak
dengan bantuan enzim-enzim isomerase dan enzim-enzim polimerase yang juga
diproduksi sendiri oleh bakteri tersebut, sehingga pada bagian permukaan media air
kelapa terlihat keruh atau terbentuk gel dengan viskositas yang lebih tinggi
daripada cairan yang ada di bawahnya. Semakin lama lapisan gel tersebut semakin tebal
dan sangat jelas terlihat, sedangkan jumlah cairan pada media tersebut
semakin lama semakin sedikit (Darmansyah 2010).
Alasan
mengapa suatu mikroorganisme (Acetobacter xylinum) membuat
selulosa dalam jumlah besar secara
biologi adalah untuk menjaga keberadaannya agar tetap di bagian atas permukaan
media pertumbuhan, sehingga bakteri tersebut tetap dapat memperoleh oksigen dalam
jumlah yang cukup untuk beraktifitas dan memproduksi selulosa, dan juga dapat
mempertahankan dirinya dari zat-zat asing seperti: kotoran, bakteri lain dan
sinar ultraviolet (Darmansyah 2010).
Menurut
Buckle et al, (1985 dalam Sako 2012), pertumbuhan mikroba membutuhkan
unsur-unsur kimia dasar seperti karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur,
fosfor, magnesium dan zat besi. Bahan pangan selain merupakan sumber gizi bagi manusia,
juga sebagai sumber makanan bagi pertumbuhan dan perkembangan mikroba. Nata
De Coco merupakan salah satu bahan pangan yang rentan terhadap kontaminasi
mikroba, sebab Nata De Coco selain mengandung kadar air yang tinggi juga
mengandung unsur-unsur kimia dasar sebagai sumber energi untuk pertumbuhan sel
mikroba. Komposisi kimia Nata De Coco adalah serat, air 98 %, lemak 0,2
%, kalsium 0,012 %, fosfor 0,002 %, dan vitamin B3 0,017 % (Sako 2012). Dalam
praktikum mengenai mikrobiologi terapan ini dihasilkan produk nata de coco
seberat 150 gr, volume 154 cm3 dan terdapatnya dua lapisan nata yang
diduga akibat terjadinya goncangan sewaktu pemeraman nata.
Setelah waktu pemeraman selesai, nata yang sudah jadi
akan terlihat pada permukaan wadah, apabila menggunakan air kelapa warnanya
putih, sedangkan apabila dengan molases berwarna coklat. Pengangkatan terhadap
nata yang sudah jadi, harus dilakukan dengan terpisah dengan air pada nata atau
molases, karena air tersebut dapat digunakan sebagai starter kembali, selain
itu dalam
pembuatan nata juga diperhatikan bahwa selama proses pembentukan nata
berlangsung harus dihindari goncangan disekitar tempat fermentasi. Akibat
adanya goncangan itu akan menenggelamkan lapisan nata yang terbentuk yang
menyebabkan terbentuknya lapisan baru, dimana lapisan pertama dan yang baru
tidak dapat bersatu. Hal ini akan menyebabkan ketebalan produk nata menjadi
tidak standar. Setelah lapisan putih nata
diangkat, maka dilakukan pengamatan terhadap ukuran (diameter dan tinggi),
warna dan aroma. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh yang
terjadi pada penggunaan variasi konsentrasi starter yang digunakan pada saat
produksi nata sebelumnya (Arindhani 2012).
Menurut Wahyudi (2003),
Keberhasilan dalam pembuatan nata dipengaruhi oleh viabilitas (kemampuan
hidup) bakteri, kandungan nutrisi media pertumbuhan dan lingkungannya. Viabilitas
bakteri yang baik akan menghasilkan nata yang baik dan cepat. Kandungan
nutrisi yang cukup terutama gula sebagai sumber karbon untuk bahan baku
pembentukan nata sangat diperlukan. Demikian pula ketersediaan sumber nitrogen
dan mineral, walaupun tidak digunakan langsung pembentuk nata, sangat
diperlukan untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum (Fajar 2013). Pembuatan nata de soya
mengalami kegagalan, dimungkinkan karena faktor eksternal yang tidak memadai
bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum, seperti jumlah gula yang
dilarutkan terlalu banyak sehingga menyebabkan terjadinya plasmolisis pada sel
bakteri karena adanya perbedaan konsentrasi yang terlalu tinggi, pH yang tidak
sesuai akan menurunkan kemampuan metabolisme bakteri dalam memproduksi selulosa
(nata).
Rendemen
merupakan hasil persentase pembagian antara berat nata yang dihasilkan
dengan berat bahan. Semakin banyak konsentrasi gula yang ditambahkan ke dalam
media, maka rendemen nata yang dihasilkan juga meningkat sampai batas
konsentrasi tertentu (Heryawan 2004 dalam Iskandar et al., 2010). Begitu juga dengan pH, karena pH merupakan faktor penting
untuk pertumbuhan dan pembentukan produk nata. Nilai pH cenderung berubah
karena pengaruh sumber nitrogen dan karbon. Bakteri Acetobacter xylinum dapat
hidup pada kondisi pH yang berkisar antara 3,5-5. Sedangkan pH optimum untuk pertumbuhan
Acetobacter xylinum berkisar antara pH 5,4-6,3 (Hernawati 1998 dalam Iskandar et al., 2010). Nata de pina yang dihasilkan pada praktikum ini
memiliki berat sebesar 40 gr dan tebal 0,5, jauh lebih kecil daripada nata de
coco, hal ini dimungkinkan karena pengaruh pH yang terlalu asam sehingga
bakteri tidak mampu berkembang dengan baik, karena pada dasarnya air nanas
memiliki pH asam yang lebih tinggi ketimbang air kelapa, padahal perlakuan
sama-sama diberi asam cuka sebanyak 100 ml.
Penggunaan
mikoriza telah terbukti mampu meningkatkanpertumbuhan tanaman kehutanan (revegetasi)
pada lahan bekas pertambangan maupun lahan kritis secara signifikan (Setiadi
2004 dalam Margarettha 2-10). Selain itu mikoriza juga memiliki peranan yang
sangat penting untuk melindungi tanaman dari serangan patogen, dan kondisi
tanah dan lingkungan yang kurang kondusif seperti: pH rendah, stress air, temperatur
ekstrim, salinitas yang tinggi, dan tercemar logam berat (Brundret et al.,
1996 dalam Margarettha 2010). Hasil berbagai penelitian pada lahan marjinal di
Indonesia menunjukkan bahwa aplikasi
pupuk biologis seperti mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan berbagai tanaman
(Jagung, Kedelai, Kacang Tanah, Tomat, Padi, dan tanaman lainnya) dan
ketersediaan hara bagi tanaman antara 20 hingga 100% (Simarmata dan Herdiani
2004 dalam Margarettha 2010).
Isolat
rhizobia yang digunakan merupakan hasil seleksi yang teridentifikasi dari genus
Rhizobium, BPF berasal dari genus Bacillus (Widyati 2006 dalam Widyati 2007). BPF
dan rhizobia memerlukan karbohidrat dan protein untuk pertumbuhannya yang
diambil dari hasil fotosintat tanaman inangnya. Bagi mikroba tersebut,
karbohidrat dan protein digunakan sebagai sumber C, sumber energi dan sumber N
(Nautiyal 1999 dalam Widyati 2007). Pada penelitian yang dilakukan Widyati
2007, menunjukkan bahwa BPF dan Rhizobium yang diinokulasikan mengambil
hasil fotosintat, tetapi mereka tidak mampu membantu tanaman dalam mendapatkan
unsur hara yang diperlukan. Hal ini terbukti dari serapan unsur hara (N, P dan
K) yang lebih rendah dibanding perlakuan kontrol. Dengan demikian, keberadaan
mereka pada akar bibit dapat menjadi parasit yang merugikan tanaman.
Bakteri
tanah yang berperan di dalam penyediaan unsur hara P adalah BPF. Menurut
Musnamar (2003), tanah rawa lebak pada umumnya memiliki ketersediaan P rendah,
karena hara P terikat oleh alumnium (Al) dan besi (Fe). BPF akan melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakan P bagi tanaman
(Nuhamara 1994). Secara umum populasi BPF dipengaruhi oleh kandungan bahan
organik dan temperatur tanah, BPF biasanya banyak ditemukan pada tanah yang
beriklim basah dibandingkan pada tanah beriklim kering (Gupta et al., 1986).
Pseudomonas sp., Bacillus sp.,
Bacillus megaterium, dan Chromobacterium sp. adalah sebagian dari
kelompok BPF yang mempunyai kemampuan tinggi sebagai “biofertilizer” dengan
cara melarutkan unsur P yang terikat oleh unsur lain (Fe, Al, Ca, dan Mg), sehingga
unsur P tersebut menjadi tersedia bagi tanaman (Widawati dan Suliasih 2005).
Pengaruh interaksi tersebut perlu dipertimbangkan karena asosiasi antara
tanaman, MA dan BPF tidak hanya berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman, tetapi
juga berpengaruh terhadap fisiologi ketiga organisme tersebut. Mengingat
interaksi antar organisme tersebut sangat spesifik, maka pemahaman interaksi
yang sangat spesifik tersebut dapat menjadi kunci keberhasilan pemanfaatan MA dan BPF secara bersamaan (Pujiyanto
2001). Hasil pengamatan yang dilakukan pada tanaman anggrek, ternyata perlakuan
BPN rata-rata malah berpengaruh baik bagi tanaman, padahal seharusnya tidak
karena BPN dianggap sebagai parasit tanaman.
E.
Kesimpulan
dan Saran
1. Kesimpulan
Adapun
kesimpulan dari praktikum mikrobiologi terapan ini adalah sebagai berikut:
a. Pembuatan nata de coco diawali
dengan mencampurkan gula sebagai sumber karbon, tauge (urea) sebagai sumber nitrogen
dan asam cuka sebagai pengatur pH ke dalam media air kelapa yang telah
dipanaskan sampai mendidih selama 5 menit, pemanasan ini berfungsi sebagai
sterilisasi agar media tidak terkontaminasi oleh bakteri lain yang tidak diinginkan.
b. Nata De Coco merupakan salah satu bahan
pangan yang rentan terhadap kontaminasi mikroba, sebab Nata De Coco
selain mengandung kadar air yang tinggi juga mengandung unsur-unsur kimia dasar
sebagai sumber energi untuk pertumbuhan sel mikroba.
c. proses pembentukan nata berlangsung
harus dihindari goncangan disekitar tempat fermentasi. Akibat adanya goncangan
itu akan menenggelamkan lapisan nata yang terbentuk yang menyebabkan
terbentuknya lapisan baru, dimana lapisan pertama dan yang baru tidak dapat
bersatu. Hal ini akan menyebabkan ketebalan produk nata menjadi tidak standar.
d. Nata de soya mengalami kegagalan karena pengaruh faktor
lingkungan yang tidak memadai bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum itu sendiri.
e. Nata
de pina memiliki hasil berat 40 gr dan tebal 0,5 cm, jauh lebih kecil
disbanding dengan hasil nata de coco.
f. Bakteri
tanah yang berperan di dalam penyediaan unsur hara P adalah BPF.
g. Mikoriza juga memiliki peranan yang
sangat penting untuk melindungi tanaman dari serangan patogen, dan kondisi
tanah dan lingkungan yang kurang kondusif seperti: pH rendah, stress air, temperatur
ekstri dan salinitas yang tinggi.
2. Saran
a. Praktikan
harus memaksimalkan kinerja steril dalam praktikum demi menunjang keberhasilan
dari tujuan praktikum itu sendiri.
Arindhani,
Sabrina. 2012. Laporan Teknologi
Fermentasi “NATA”. http://wonderland267.blogspot.com
diakses pada 21 November 2013.
BTPT
Sulawesi Utara. Pembuatan Nata de Coco dari Air Kelapa. http://pustaka.litbang.deptan.go.id.
Diakses pada 30 Oktober 2013.
Darmansyah.
2010. Proses Pembuatan Nata de Coco.
Depok: Universitas Indonesia PRESS,
(online), ( http://lontar.ui.ac.id diakses
pada 21 November).
Fajar.
2103. Pengolahan Limbah Tahu Menjadi “Nata de Soya” (AMDAL). http://ajanksifajar.blogspot.com
diakses pada 21 November 2013.
Gupta, R., R. Singal, A. Shankar, R. C. Kuhad, and R.
K. Saxena. 1986. A modified plate assay for screening phosphate solubilizing
microorganism. Departement of microbiology, University of Delhi South Campus,
India.
Iskandar,
Muhammad Zaki, Sri Mulyati, Umi Fathanah, Indah Sari, Juchairawati. 2010.
Pembuatan Film Selulosa dari Nata de Pina. Jurnal
Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol.7
No.3 hal 105-111. (online), (http://jurnal.unsyiah.ac.id
diakses pada 22 November 2013).
Margarettha.
2010. Pemanfaatan Tanah Bekas Tambang Batubara dengan Pupuk Hayati Mikoriza Sebagai Media Tanam Jagung Manis. Jurnal. Hirdrolitan Vol.1 : 3 :1 -10, 2010. (Online),
(http://portalgaruda.org diakses pada 13 Desember 2013.
Musnamar, E. I. 2003. Pupuk Organik. Penebar Swadaya.
Jakarta.
PDII-LIPI,
2013. Nata de Coco. http:// http://machazzart.tripod.com
diakses pada 30
Oktober 2013.
Pujiyanto. 2001. Pemanfaatan jasad mikro jamur
mikoriza dan bakteri dalam sistem pertanian
berkelanjutan di indonesia : tinjauan dari perspektif falsafah sains. Pasca Serjana Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Sako,
Susanti. 2012. Kajian Tingkat Kerusakan Nata de Coco yang beredar pada beberapa swalayan di Kota
Manado. Manado: Universitas Sam Ratulangi
PRESS, (online) (http://ejournal.unsrat.ac.id
diakses pada 21 November 2013.
Widawati, S. S. 2005. Populasi Bakteri Pelarut Fosfat
(BPF) di Cikaniki, Gunung Botol, dan
Ciptarasa, serta Kemampuannya Melarutkan P Terikat
di Media Pikovskaya Padat. Jurnal
Biodeversitas Vol. 7 No.2: 109-113.
Widiastoety
dan Nurmalinda, 2010. Suplemen
Nonsintetik terhadap pertumbuhan
planlet Anggrek Vanda. Jurnal Horti 20 (1): 60-66.
Widyati,
Enny. 2007. Formulasi Inokulum mikroba: MA, BPF dan Rhizobium Asal Lahan Bekas Tambang Batubara untuk
Bibit Acacia Crassicarpa Cunn. Ex –Benth. Jurnal Biodiversitas Vol.8
No.3: 238-241. (online) (http://www.doaj.org
diakses pada 13 Desember 2013).
Komentar
Posting Komentar