|
PERENCANAAN JADWAL MUSIM TANAM DAN POLA TANAM PADI
BERBASIS NERACA AIR
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Neraca
air (water balance)
merupakan neraca masukan dan keluaran air disuatu tempat pada periode tertentu,
sehingga dapat digunakan
untuk mengetahui jumlah air tersebut,
apakah kelebihan (surplus)
ataupun kekurangan (defisit). Kegunaan mengetahui kondisi air pada surplus dan
defisit adalah dapat mengantisipasi
bencana yang mungkin terjadi, serta dapat pula untuk mendayagunakan air
sebaik-baiknya. Pemodelan neraca air merupakan salah
satu metode yang sering digunakan untuk menduga dinamika kadar air tanah selama
periode pertumbuhan tanaman, sehingga dapat dihitung jumlah kebutuhan air
tanaman untuk dapat berproduksi, terutama pada periode kritis yaitu pada saat
kadar air tanah sangat rendah maupun dalam keadaan normal. Pengumpulan data
iklim (curah hujan, suhu udara, kelembaban), informasi lahan (didasarkan pada
peta jenis tanah dan tataguna lahan, terutama untuk menentukan kapasitas
menyimpan air dari tanah dan kedalaman perakaran tanaman) mutlak diperlukan.
|
2. Tujuan Praktikum
Praktikum
ini bertujuan untuk melatih mahasiswa menganalisis perubahan durasi musim
kemarau dan musim penghujan serta menyusun pola dan waktu tanaman padi
berdasarkan analisis data curah hujan aktual menggunakan sistem neraca air.
3. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikm
ini dilaksanakan pada hari Jum’at, tanggal 6 Juni 2014 pukul 16.00 – 17.00 di Ruang
Sidang Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.
B. Tinjauan
Pustaka
1. Neraca Air
Status dan pola
ketersediaan air merupakan faktor utama penentu pola tanam untuk tanaman
semusim. Pola tanam sangat dipengaruhi oleh lamanya musim tanam (length growing
season) yang sepenuhnya ditentukan oleh ketersediaan air bagi tanaman. Masa
tanam atau growing season (GS) khususnya pada lahan tadah hujan
tergantung pada ada tidaknya curah hujan dan distribusinya selama periode
tertentu. Umumnya pendugaan musim tanam dan penetapan pola tanam pada
masing-masing wilayah ditentukan berdasarkan pola curah hujan rata-rata bulanan
atau berdasarkan potensi dan pola pasokan air irigasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kebutuhan air irigasi antara lain evapotranspirasi, pengolahan tanah dan
persemaian, perkolasi, jenis tanaman, dan curah hujan efektif (Wirosudarmo dan
Apriadi 2012).
Pendekatan neraca air
memungkinkan untuk mengevaluasi dinamika air tanah dan penggunaan air oleh
tanaman secara kuantitatif (Lascano 1991 dalam Lascano 2000), mengevaluasi
penerapan sistem pertanian irigasi pada kondisi iklim tertentu (Binh et al.,
1994 dalam Djufry 2012), dan menghitung ketersediaan air secara spasial pada
suatu wilayah (Latha et al., 2010).
2. Tanaman Padi
Walaupun padi dapat ditanam sepanjang tahun, namun pada dasarnya petani
menanam padi berdasarkan ketersediaan air,
yang dapat dikelompokkan menjadi tiga periode tanam yaitu :
a.
Musim tanam utama, pada bulan Nopember,
Desember, Januari, Pebruari dan Maret.
b.
Musim tanam gadu, pada bulan April,
Mei, Juni, Juli.
c.
Musim tanam kemarau, pada bulan
Agustus, September, dan Oktober.
Menurut Suprihatno et al., (2008), meskipun untuk
pertumbuhan yang relatif normal tanaman padi memerlukan curah hujan 200
mm/bulan namun sebenarnya pada kondisi curah hujan 100 mm/bulan tanaman padi
masih dapat tumbuh dengan baik meskipun tidak sebaik pada kondisi curah hujan
cukup. Pada kondisi curah hujan sekitar 100 mm/bulan kelembaban tanah sampai
kedalaman 20 cm masih lebih dari 20%, masih cukup baik untuk pertumbuhan
tanaman padi dan tidak terjadi gejala kekeringan. Namun tanaman padi akan mulai
menunjukkan gejala kekeringan permanen apabila kelembaban tanah sudah mencapai
7,5%. Ini terjadi bila curah hujan sangat minim atau hampir tidak ada hujan
sama sekali.
C. Alat, Bahan
dan Cara Kerja
1. Alat
a.
Milimeter
b.
Alat tulis
c.
Kalkulator
2. Bahan
a.
Data curah hujan
rata-rata bulanan
b.
Data anasir
iklim (suhu, kelembaban udara, kecepatan angin dan lama penyinaran matahari
rata-rata bulanan)
c.
Letak lintang
3.
Cara Kerja
a.
Menyiapkan data
curah hujan rata-rata bulanan 2 dekade dan gambarkan dalam grafik yang berbeda.
b.
Menyiapkan data
evapotranspirasi rata-rata bulanan dengan menghitung menurut metode Penman.
c.
Menghitung
penghitungan evapotranspirasi potensial (ET0) bulanan menurut Penman dengan
rumus sebagai berikut:
ETo = c . ETo*
ETo*
= W (0,75Rs – Rn1) + (1 – w).f(u).(ea-ed)
Keterangan: W : Faktor yang berhubungan dengan suhu
(t) dan elevasi daerah, hubungan antara (t) dan W disajikan pada Tabel PN-1
Rs
: (0,24 + 0,54 n/N) . Ra
Ra
: besar angka ini tergantung pada LL dan dapat dicari melalui tabel PN-2
Rn1 : F(t).f(ed).f(n/N)
f(t) : fungsi suhu → cari pada Tabel PN-1
f(ed) : fungsi tekanan uap → cari pada Tabel PN-5
f(n/N) : fungsi kecerahan → Lihat pada Tabel PN-6
f(u) : fungsi kecepatan angin → Tabel PN-7
(ea-ed) : perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap sebenarnya
ed : ea.RH → Cari melalui Tabel PN-4
ea : tekanan uap sebenarnya → Cari Tabel PN-1 ; RH :
kelembaban relatif (%)
C : angka koreksi → Cari pada Tabel PN-8
d.
Menggambarkan
data evapotranspirasi rata-rata bulanan untuk masing-masing dekade pada grafi
curah hujan rata-rata bulanan untuk dekade yang sama.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Djufry, Fadjry. 2012. Pemodelan Neraca Air Tanah untuk Pendugaan
Surplus dan Defisit air untuk
Pertumbuhan Tanaman Pangan di Kabupaten Merauke, Papua. Informatika
Pertanian, Vol. 21 No.1, Agustus 2012 : 1 – 9.
Lascano, R.J. 2000.A General System to Measure and Calculate Daily Crop
Water Use.J. Agron 92:
821-832.
Latha, J. , Saravanan and Palanichamy.
2010. A Semi – Distributed Water Balance
Model for Amaravathi River Basin using Remote Sensing and GIS. International
Journal of Geomatics and Geosciences 1:252-263
Suprihatno, B., Samaullah, Y. Dan Sri,
B., 2008, “Pekan Padi Nasional (PPN) III BB
Padi Tampilkan Inovasi Teknologi Galur Harapan Padi Sawah Toleran Kekeringan”, Sinar
Tani Edisi 23-29 Juli 2008
Wirosudarmo,Ruslan
dan Apriadi, Usman. 2012. Studi Perencanaan Pola Tanam dan Pola Operasi Pintu Air Jaringan Reklamasi Rawa Pulau Rimau Di Kabupaten Musi Banyuasin
Sumatera Selatan. Jurnal Teknologi Pertanian Vol.3 No.1: 56 – 66. http://jtp.ub.ac.id diakses pada 15 Mei 2014.
|
ACARA II
EFISIENSI SALURAN IRIGASI
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
2. Tujuan Praktikum
Tujuan
dari dilakukannya praktikum acara ‘efisiensi saluran irigasi’ ini adalah agar
mahasiswa terampil menghitung efisiensi penyaluran air irigasi.
3.
Waktu dan Tempat
Praktikum
Praktikum
ini dilakukan pada hari Minggu, tanggal 4 Mei 2014 pukul 07.00-09.00 WIB, di
Desa Palur, Mojolaban, Karanganyar. Tempat kegiatan praktikum menggunakan
saluran irigasi primer, tersier dan sekunder yang terdapat di daerah sana.
B. Tinjauan
Pustaka
Efisiensi irigasi didefinisikan
sebagai perbandingan antara jumlah air yang diberikan dikurangi kehilangan air
dengan jumlah yang diberikan. Tingkat efisiensi pemberian air oleh petani dapat
diketahui dengan mengukur berapa jumlah air yang disalurkan lewat pintu-pintu
air di bangunan sadap yang dinyatakan dalam m3/detik atau
liter/detik dan mengetahui berapa jumlah air yang digunakan oleh petani sesuai
dengan kebutuhan tanaman pada petak sawah yang dilayani yang juga dapat
dinyatakan dalam m3/detik atau liter/detik. Efisiensi penyaluran dipengaruhi
oleh beberapa faktor yakni kehilangan rembesan, ukuran grup inlet yang
menerima air irigasi lewat satu inlet pada sistem petak tersier, dan
lama pemberian air dalam grup inlet. Untuk mendapatkan efisiensi
penyaluran yang wajar, jaringan tersier harus dirancang dengan baik, dan mudah
dioperasikan oleh petani.
Manfaat pengukuran efisiensi pada jaringan
irigasi adalah :
a.
Untuk menghasilkan penggunaan air
irigasi yang efisien di tingkat petani yang disesuaikan dengan kebutuhan air
tanaman.
b.
Untuk penelitian terapan dalam
evaluasi tingkat efisiensi penggunaan air irigasi permukaan, misalnya
rembesan/bocoran di saluran, debit yang diperlukan, panjang alur (furrow)
dan sebagainya.
c.
Untuk keperluan iuran pelayanan air
irigasi diperlukan alat ukur untuk menetapkan jumlah air yang telah digunakan
dan besarnya iuran air yang harus dibayar oleh pemakai air tersebut (Sumadiyono
2012).
Peningkatan efsiensi curah hujan dapat
dicapai dengan perencanaan pertanaman yang baik, yang disesuaikan dengan
jumlah, intensitas, maupun frekuensi
curah hujan, dengan cara :
a.
Perencanaan pola tanam yang
disesuaikan dengan pola curah hujan.
b.
Pemilihan jenis tanaman yang berumur
genjah dan berdaya hasil tinggi untuk memperoleh pendapatan yang maksimal.
c.
Teknik budidaya yang digunakan
disesuaikan dengan probabilitas curah hujan.
d.
Mengkombinasikan (tumpang sari) antara
tanaman berakar dalam dengan tanaman berakar dangkal untuk mengurangi
terjadinya kerugian akibat kerusakan dan untuk pemanfaatan air secara maksimal.
e.
Mempergunakan ramalan cuaca yang dapat
dipertanggungjawabkan dalam perencanaan pertanaman (Anonim 2011).
Menurut Jackson (1979 dalam Anonim 2011)
aplikasi konsep keseimbangan air sangat besar peranannya bagi pertanian yaitu:
a.
Untuk menetapkan
tinjauan secara umum kondisi air suatu daerah diperlukan data curah hujan, evaporasi potensial dan aktual, kelembaban tanah dan
drainase.
b.
Untuk memperkirakan tanaman yang
sesuai pada suatu areal dan penganalisaan pada tingkat mana kebutuhan air
tanaman terpenuhi. Hal ini sehubungan
dengan pendugaan waktu tanam dan waktu panen.
c.
Menaksir kebutuhan air irigasi, baik
kuantitas maupun intervalnya.
d.
Untuk mengetahui hubungan antara air
dengan hasil, dalam hubungannya dengan ketersediaan air. Hasil, lebih
dipengaruhi oleh curah hujan efektif daripada curah hujan total.
e.
Untuk menaksir penggunaan air bagi
pertanaman dan jenis tanaman tertentu. Dalam menyusun konsep optimasi
pengaturan tata air suatu daerah areal pertanaman, harus diketahui terlebih
dahulu tingkat pertumbuhan tanaman yang paling peka terhadap kondisi kekurangan
air yang dapat mengakibatkan menurunnya hasil.
Kemampuan
pengukuran debit aliran diperlukan untuk mengetahui potensi sumberdaya air di
suatu wilayah DAS. Debit aliran dapat dijadikan sebagai alat untuk memonitor
dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumberdaya
air permukaan yang ada. Kecepatan
aliran dihitung berdasarkan jumlah putaran baling-baling per waktu putaran.
Prinsipnya adalah pengukuran luas penampang basah dan kecepatan aliran.
Penampang basah diperoleh dengan pengukuran lebar permukaan air dan pengukuran
kedalaman dengan kabel pengukur.
Current meter adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran (kecepatan arus),
dengan menggunakan baling-baling (proppeler type). Oleh karena
distribusi kecepatan aliran di sungai tidak sama baik arah vertikal maupun
horisontal, maka pengukuran kecepatan aliran dengan alat ini tidak cukup pada
satu titik. Pemilihan metode tergantung pada kondisi (jenis sungai, tingkat
turbulensi aliran) dan tingkat ketelitian yang akan dicapai (Ibnu 2012).
Kelebihan dari alat ini adalah Propeler curent meter
ini menghasilkan pekerjaan yang akurat dan cepat apabila dilakukan perawatan
yang baik dan pelaksanaan yang cermat. Juga kalibrasi propeler harus dilakukan
dengan baik.
Pengukuran debit
menggunakan alat pelampung pada prinsipnya sama dengan metode konvensional,
hanya saja kecepatan aliran diukur dengan menggunakan pelampung. Pelampung bergerak
terbawa oleh arus dan kecepatan arus didapat dari jarak tempuh pelampung dibagi
dengan waktu tempuh. Tempat
yang harus dipilih adalah bagian sungai yang lurus dengan perubahan lebar
sungai, dalamnya air dan gradien yang kecil. Waktu mengalirnya
pelampung diukur dengan stopwatch. Setelah kecepatan aliran dihitung, maka
diadakan perhitungan debit yakni kecepatan kali luas penampang melintangnya (Anonim 2012).
C. Alat, Bahan
dan Cara Kerja
1. Alat
a.
Current meter
b.
Sepatu boot
c.
Tali
d.
Meteran
e.
Stopwatch
f.
Pelampung
g.
Alat tulis
h.
Kalkulator
i.
Label
j.
Kamera
2. Bahan
a.
Saluran irigasi
primer, sekunder dan tersier
b.
Air dari saluran
irigasi primer, sekunder dan tersier
3.
Cara Kerja
a.
Mengukur
kecepatan aliran air (V dalam m/det) dengan menggunakan current meter dititik
awal (Qin) dan debit di titik berikutnya yang diasumsikan sebagai titik akhir
(Qout) saluran.
b.
Mengukur
kecepatan aliran pada tiga titik (tengah-tengah, dan 2 pada pinggir saluran).
c.
Pengukuran
kecepatan aliran air pada saluran sekunder dan tersier menggunakan metode
pelampung, karena terbatasnya jumlah alat current meter.
d.
Mencatat
ketinggian penampang melintangnya (drata-rata) dan lebar saluran
(w). Luas penampang basah saluran (A) dihitung dengan rumus:
A (m2) = d rata-rata x w
Keterangan : d rata-rata (m) = (d1 + d2 + d3) / 3
D. Hasil
Pengamatan dan Pembahasan
1. Hasil pengamatan
Tabel 2.1 Analisis Data pada Pengukuran Efisiensi
Saluran Irigasi
Saluran
|
Posisi
|
Lebar
Saluran
(m)
|
Kedalaman
(d)
|
V
(m/s)
|
d
Rata-rata
(m)
|
V
Rata
-rata
(m/s)
|
Q
Rata
-rata
(m3/s)
|
Efisiensi
|
Primer
|
In
|
12
|
1,20
|
0,45
|
1,283
|
0,63
|
9,7
|
5,15%
|
1,45
|
0,73
|
|||||||
1,20
|
0,70
|
|||||||
Out
|
12
|
1,0
|
0,59
|
118,3
|
0,65
|
9,2
|
||
1,35
|
0,83
|
|||||||
1,10
|
0,52
|
|||||||
Tersier
|
In
|
0,62
|
0,28
|
0,31
0,27
0,24
|
29,6
|
0,27
|
0,04
|
12,5%
|
0,30
|
||||||||
0,31
|
||||||||
Out
|
1,22
|
0,13
|
11,67
|
0,035
|
||||
0,12
|
||||||||
010
|
||||||||
Sekunder
|
In
|
2,4
|
0,3
|
0,27
0,22
0,21
|
0,35
|
0,23
|
0,193
|
3,62%
|
0,385
|
||||||||
0,37
|
||||||||
Out
|
2,24
|
0,31
|
0,36
|
0,186
|
||||
0,39
|
||||||||
0,39
|
Sumber: Logbook
Analisis data:
a.
Saluran Primer
1)
Debit air yang
masuk (Q-in)
a)
Kecepatan aliran
air (v)
V = 0,000854 .C + 0,005
V1
= 0,000854 . 472 + 0,05 = 0,45
V2 =
0,000854 . 798 + 0,05 = 0,73
V3 =
0,000854 . 766 + 0,05 = 0,70
Vrata-ratsa
=
=
=
=
0,63
b)
Luas Penampang
Basah (A)
A =
drata-rata x w
=
x
w
=
x
12
=
x
12
= 1,283 x 12
= 15,396 m2
= 15,4 m2
Qin rata-rata = Vrata-rata
x A
=
0,63 x 15,4 m2
= 9,702 = 9,7
2)
Debit air yang
keluar (Q-out)
a)
Kecepatan aliran
air (v)
V = 0,000854 .C + 0,005
V1
= 0,000854 . 633 + 0,05 = 0,59
V2 =
0,000854 . 918 + 0,05 = 0,83
V3 =
0,000854 . 554 + 0,05 = 0,52
Vrata-ratsa
=
=
=
=
0,65
b)
Luas penampang
basah (A)
A =
drata-rata x w
=
x
w
=
x
12
=
x
12
= 1,18 x 12
= 14,16 m2
Qin rata-rata
= Vrata-rata x A
=
0,65 x 14,16 m2
= 9,2
3)
Efisiensi
Saluran Irigasi Primer
Efisiensi =
=
=
= 5,15 %
b.
Saluran Tersier
1)
Kecepatan aliran
air (V)
V =
V1 =
=
0,31
V2 =
=
0,27
V3 =
=
0,24
Vrata-ratsa
=
=
=
=
0,27
2)
Debit air yang
masuk (Q-in)
Luas
penampang basah (A)
A = drata-rata x w
=
x
w
=
x
0,62
=
x
0,62
=
0,296 x 0,62
= 0,18 m2
Qin rata-rata = Vrata-rata
x A
= 0,27 x 0,18
m2
= 0,04
3)
Debit air yang
keluar (Q-out)
Luas
penampang basah (A)
A = drata-rata
x w
=
x
w
=
x
1,22
=
x
1,22
= 0,11 x 1,22
= 0,1342 m2
= 0,13 m2
Qin rata-rata
= Vrata-rata x A
= 0,27 x 0,13
m2
= 0,035
4)
Efisiensi
saluran irigasi tersier
Efisiensi =
=
=
= 12,5%
c.
Saluran Sekunder
1)
Kecepatan aliran
air (V)
V =
V1 =
=
0,27
V2 =
=
0,22
V3 =
=
0,21
Vrata-ratsa
=
=
=
=
0,23
2)
Debit air yang
masuk (Q-in)
Luas
penampang basah (A)
A = drata-rata x w
=
x
w
=
x
2,4
=
x
2,4
= 0,35 x 2,4
= 0,84 m2
Qin rata-rata = Vrata-rata
x A
= 0,23 x 0,84
m2
= 0,193
3)
Debit air yang
keluar (Q-out)
Luas
penampang basah (A)
A = drata-rata x w
=
x
w
=
x
2,24
=
x
2,24
=
0,36 x 2,24
= 0,806 m2
= 0,81 m2
Qin rata-rata = Vrata-rata
x A
= 0,23 x 0,81 m2
= 0,186
4)
Efisiensi
saluran irigasi sekunder
Efisiensi =
=
=
= 3,62%
Gambar 2.1 Cara pengukuran dengan current meter
Gambar 2.2 Current meter
Gambar 2.3 Sketsa Alur Sungai untuk Pengukuran Debit
Metode Pelampung
2. Pembahasan
Saluran
primer memiliki efisiensi sebesar 5,15%, saluran tersier sebesar 12,5% dan
saluran sekunder sebesar 3,62%. Pengukuran di saluran primer menggunakan alat current meter, dimana hasil
pengukurannya memiliki tingkat akurasi lebih tinggi dibanding dengan pengukuran
dengan metode pelampung (menggunakan alat konvensional) pada saluran irigasi
tersier dan sekunder. Pada pengamatan, bangunan saluran irigasi primer sudah di
beton, seharusnya nilai efisiensi sudah cukup besar, mungkin sewaktu pengukuran
terjadi kekeliruan mengukur kecepatan aliran air karena berbagai faktor.
Bangunan saluran irigasi tersier pada pengamatan praktikum juga sudah di beton,
sehingga kehilangan air akibat rembesan maupun drainase dapat diperkecil.
Bangunan saluran irigasi sekunder belum di beton, kehilangan air akibat
rembesan maupun drainase dapat memperkecil nilai efisiensi saluran irigasi
tersebut. Hasil praktikum dapat disimpulkan efisiensi saluran irigasi di Desa
Palur ini belum efisien dalam proses distribusinya.
E. Kesimpulan
dan Saran
1. Kesimpulan
Kesimpulan
dari praktikum acara Efisiensi Saluran Irigasi ini adalah sebagai berikut:
a.
Pada saluran
irigasi primer, pengukuran menggunakan alat current meter dan didapat hasil
efisiensi sebesar 5,15%.
b.
Pada saluran
irigasi sekunder pengukuran menggunakan metode pelampung (menggunakan alat
konvensional berupa pelampung), besar nilai efisiensinya mencapai 3,62%.
c.
Pada saluran
irigasi tersier, pengukuran menggunakan metode pelampung (alat konvensional
berupa pelampung permukaan), nilai efisiensinya sebesar 12,5%.
d.
Bangunan saluran
irigasi primer dan tersier sudah di beton sedangkan bangunan saluran irigasi
sekunder belum di beton.
e.
Efisiensi
saluran irigasi air pada Desa Palur belum cukup efisien atau tidak efisin dalam
hal distribusi saluran irigasi tersebut
2. Saran
Sewaktu
melakukan pengukuran, sebaiknya diperhatikan hal-hal kecil yang dapat
mengganggu tingkat akurasi hasil pengukuran, seperti memperhatikan pengaruh
faktor angin, arah arus air, posisi mata yang tegak lurus sewaktu mengukur
kedalaman maupun lebar, penggunaan pelampung yang terhambat akar tanaman di
pinggir saluran irigasi, dan lain-lain.
|
Anonim. 2011. Penentuan
Tanam Tanaman Kedelai (Glycine max). www.pps.unud.ac.id diakses pada 22 Mei 2014.
Anonim. 2012. Pengukuran
Kecepatan Aliran Sungai. http://perhubungan2.wordpress.com dikases pada 8 Juni 2014.
Ibnu. 2012. Untuk Apa
Waduk Gajah Mungkur?. http://infowonogiri.com diakses pada
8 Juni 2014.
Sumadiyono, Agus. 2012. Analisis Efisiensi Pemberian Air di Jaringan Irigasi Karau Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah. http://ftsl.itb.ac.id
diakses pada 15 Mei 2014.
|
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Air merupakan salah satu zat yang sangat diperlukan oleh mahluk hidup,
sebab air merupakan regulator pelarut yang universal, dimana hampir berbagai
macam zat larut di dalamnya dan berinteraksi langsung dengan sistem yang
terdapat dalam setiap organisme hidup. Secara fisik air mempunyai beberapa
sifat yang unik, antara lain : tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna,
titik beku pada suhu 0oC dan titik didih pada suhu 100oC,
panas jenis sebesar 539,5 kalori dan densitas atau kerapatan sebesar 1, suhu densitas
maksimum adalah 4oC, dan mempunyai konduktivitas spesifik yang
relatif kecil.
Kualitas Air adalah istilah yang menggambarkan kesesuaian atau
kecocokan air untuk penggunaan tertentu, misalnya: air minum, perikanan,
pengairan/irigasi, industri, rekreasi dan sebagainya. Kualitas air dapat
diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian
yang biasa dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau
dan warna). Sayangnya, cara-cara pengujian tersebut memerlukan biaya yang cukup
mahal, disamping prosedur pengujian yang tidak mudah. Ada cara praktis yang
bisa dilakukan oleh setiap orang untuk menilai kualitas air, yaitu dengan
melihat hewan air (makroinvertebrata) yang spesifik hidup pada air berkualitas
baik.
2. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum acara ‘kualitas air
irigasi’ ini adalah supaya mahasiswa dapat menghitung dan mengetahui suatu
kualitas air irigasi.
3. Waktu dan Tempat Praktikum
20
|
B. Tinjauan
Pustaka
Konsep sistem aliran
yang diterapkan adalah sistem aliran satu arah (one way flow system),
hal ini dilakukan untuk memperlancar proses pencucian senyawa-senyawa beracun
seperti Fe2+ dan Al3+ yang dapat meracuni tanaman yang
terjadi akibat proses oksidasi pirit yang umumnya terjadi pada musim kemarau
dan dampaknya baru terlihat pada pertanaman musim penghujan. Penerapan konsep
aliran satu arah (one way flow system) di lapangan dilandasi oleh
pemikiran, air yang masuk ke lahan yang kondisinya masih segar tidak tercampur
dengan air yang keluar dari lahan yang kualitasnya sudah rendah karena
didalamnya sudah terlarut senyawa-senyawa beracun. Dalam penerapan konsep aliran
satu arah di lapangan diatur sedemikian rupa sehingga air dari saluran sekunder
(SPD) hanya difungsikan sebagai saluran pemasukan saja, dan air dari
sawah/lahan usaha dialirkan ke saluran tersier keluar melalui saluran drainase
(SDU) yang hanya difungsikan Pengelolaan air untuk tanaman padi sawah selama
musim hujan difokuskan pada retensi, drainase yang terkendali untuk membuang
air hujan yang berlebihan atau selama pemupukan, pembilasan dan pencucian
unsur-unsur racun dan asam, dan irigasi pasang surut. Drainase diperlukan apabila genangan air menjadi
terlalu dalam atau apabila kualitas air memburuk (Wirosudarmo dan Apriadi
2012).
Proses pengolahan tanah sawah terdiri atas
pembasahan petakan, peng- genangan, pembajakan, penggaruan, dan perataan.
Umumnya petani pada periode pembajakan, penggaruan sampai perataan, mengalirkan
air irigasi terus-menerus ke luar petakan. Tampak air yang masuk petakan
jernih, tetapi yang keluar petakan keruh pekat. Jadi, teknik pengolahan tanah
secara tradisional selain tidak efisien dalam penggunaan air, juga mempercepat
kehilangan hara tanah yang mestinya bermanfaat untuk tanaman. Penelitian
pengolahan tanah sawah di Kebun Percobaan Sukamandi (jenis tanah Isothermic Vertic Tropaquults)
menunjukkan bahwa air irigasi dari saluran induk Banggala II dari subsistem
Barugbug dapat ditingkatkan efisiensinya dengan cara air dimasukkan ke dalam
petak dan dibiarkan tergenang sampai tanah lunak, kemudian dibajak, digaru dan
diratakan. Air selalu ditambahkan untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatan
tersebut, tetapi tidak dialirkan keluar dari petak sawah. Kebutuhan air irigasi
untuk pengolahan tanah sampai siap tanam berbeda menurut kategori rendah,
sedang, dan tinggi. Perbedaan ini terjadi karena: a) perbedaan ketinggian
petakan sawah, b) konsistensi tanah (ditentukan oleh tekstur), dan c)
penggunaan tanah sebelumnya. Volume irigasi untuk mengolahan tanah sawah sampai
siap tanam berkisar 145-237 mm atau 1450-2370 m3/ha, dan karena air
tidak mengalir kehilangan hara tanah dapat dihindarkan (Fagi 2006).
Kramer (1980) mengemukakan bahwa air dalam
tubuh tanaman berfungsi sebagai penyusun utama jaringan tanaman yang aktif
secara fisiologi, pereaksi dalam fotosintesis dan proses hidrolisis, pelarut
garam, gula dan senyawa lainnya, pengendali dan stabilisator suhu tanaman,
unsur yang diperlukan dalam
mempertahankan turgor tanaman, serta diperlukan dalam pengaturan sel dan
jaringan yang mengalami pertumbuhan.
C. Alat, Bahan
dan Cara Kerja
1. Alat
a.
Water sampler
b.
pH stick
c.
termometer bahan
d.
Kayu ± 4 m
e.
Meteran
f.
Ember
g.
Botol 1,5 L (3
buah)
h.
Pengaduk
i.
Oven
j.
Cawan aluminium
k.
Timbangan
analitik
2.
Bahan
a.
Sampel air dari
saluran irigasi primer, tersier dan sekunder
3.
Cara Kerja
a.
Mengambil sampel
air pada saluran irigasi primer, sekunder dan tersier sebanyak 1 L. Pada
saluran primer sampel air diambil di tiga titik, yaitu bagian tengah dan 2 pada
bagian tepi saluran, masing-masing tepi kanan dan kiri.
b.
Mengambil contoh
air dengan menggunakan water sampler. Mencatat ketinggian air di saluran dan
turunkan water sampler sampai ½ ketinggian air. Khusus untuk saluran drainase,
pengambila sampel air menggunakan gayung/ciduk karena dangkal.
c.
Mengukur sampel
air dengan termometer dengan cara mencatat suhu udara sebelum mengukur suhu di
dalam air, memasukkan termometer kedalam air selama 1-2 menit, membaca suhu
saat termometer masih didalam air.
d.
Mengkomposit air
yang diambil dari ketiga titik ke dalam ember dan setelah diaduk kemudian
dimasukkan kedalam botol kapasitas 1,5 L.
e.
Membawa sampel
air ke Laboratorium Fisika Tanah FP UNS untuk dianalisis kandungan sedimennya.
f.
Mengaduk air
selama ± 30 menit agar homogen
g.
Menimbang berat
cawan aluminium sebelum digunakan (a)
h.
Air yang telah
homogen diambil ± 100 ml dimasukkan ke dalam cawan aluminium kemudian di oven
pada suhu 105˚C sampai mengering (sekitar 48 jam).
i.
Menimbang berat
keseluruhan cawan aluminium setelah di oven (b)
j.
Menghitung berat
sedimen (b-a) (gram) dan menghitung konsentrasi dengan persamaan: konsentrasi
(gram/l) = berat sedimen (gram) / volume air (L).
D. Hasil
Pengamatan dan Pembahasan
a. Hasil Pengamatan
Tabel
3.1 Hasil Perhitungan Kualitas Air Irigasi
No
|
Macam Saluran Irigasi
|
pH
|
Suhu
(cº)
|
(a)
|
(b)
|
(b-a)
(gram)
|
Konsentrasi
(g/l)
|
1
|
Primer
|
7,0
|
31
|
32.985
|
33.08
|
0,095
|
0,95
|
2
|
Sekunder
|
7,0
|
30
|
36.716
|
36.811
|
0,095
|
0,95
|
3
|
Tersier
|
9
|
31
|
34.892
|
35.202
|
0,31
|
3,1
|
Sumber:
Hasil pengamatan
Analisis
data:
Air
yg dioven 100 ml= 0,1 liter
berat
sblm di oven: primer: 32.985 sekunder: 36.716 tersier: 34.892
primer:
33.08 sekunder: 36.811 tersier: 35.202
konsentrasi
=
1.
Konsentrasi primer =
=
= 0,95 g/l
2.
Konsentrasi
sekunder =
=
= 0,95 g/l
3. Konsentrasi
tersier =
=
= 3,1 g/l
b. Pembahasan
Saluran
irigasi primer memiliki pH 7 dimana cukup netral, suhu 31˚C dan konsentrasi 0,95 g/l. Saluran irigasi
sekunder memiliki pH 7 dimana cukup netral, suhu 30˚C dan konsentrasi 0,95 g/l. Saluran irigasi
tersier memiliki pH 9 dimana cukup netral, suhu 31˚C dan konsentrasi 3,1 g/l. Saluran irigasi
primer memiliki shu cukup tinggi karena pengamatan dilakukan pada pukul 07.00
WIB, dan tingkat konsentrasi 0,95 g/l menunjukkan bahwa kualitas irigasi air di
daerah tersebut masih bagus. Saluran irigasi sekunder memiliki suhu lebih
rendah dari saluran irigasi primer dimungkinkan karena telah terjadi aliran air
yang melepas panas pada saluran irigasi tersebut, tingkat konsentrasi sedimen
yang sama dengan saluran irigasi primer yaitu 0,95 g/l, karena air dari saluran
irigasi primer langsung terdistribusi ke saluran irigasi sekunder. Pada saluran
irigasi tersier, memiliki suhu yang lebih tinggi dibanding dengan saluran
irigasi sekunder karena tempat pengamatan berada di ruang yang tak ternaungi
pohon sehingga air menjadi lebih hangat akibat panas dari sinar matahari,
memiliki tingkat konsentrasi sedimen sebesar 3,1 g/l karena membawa air dari
saluran irigasi sekunder yang bangunannya belum dibeton, sehingga air membawa
partikel-partikel akibat erosi tanah.
E. Kesimpulan
dan Saran
1. Kesimpulan
Kesimpulan
dari praktikum acara Kualitas Air Irigasi ini adalah sebagai berikut:
a.
Saluran irigasi
primer memiliki pH 7 dimana cukup netral, suhu 31˚C dan konsentrasi 0,95 g/l.
b.
Saluran irigasi
sekunder memiliki pH 7 dimana cukup netral, suhu 30˚C dan konsentrasi 0,95 g/l.
c.
Saluran irigasi
tersier memiliki pH 9 dimana cukup netral, suhu 31˚C dan konsentrasi 3,1 g/l.
d.
Kualitas air
irigasi Desa Palur masih bagus dengan tingkat konsentrasi sedimen yang relatif
rendah.
2. Saran
Penimbangan
dengan timbangan analitik harus lebih cermat dan hati-hati.
|
Fagi, Achmad M. 2006. Tataguna Air
Irigasi di Tingkat Usahatani: Kasus
di Barugbug, Jatiluhur. Iptek Tanaman Pangan No.1 – 2006. http://
http://digilib.litbang.deptan.go.id diakses pada 15 Mei 2014.
Kramer, P.J. 1980. Water
Requirement of Plant. Academic Press. New York.
Wirosudarmo,Ruslan dan Apriadi, Usman. 2012. Studi Perencanaan Pola Tanam Dan Pola
Operasi Pintu Air Jaringan Reklamasi Rawa Pulau Rimau Di Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan.
Jurnal Teknologi
Pertanian Vol.3 No.1: 56 – 66. http://jtp.ub.ac.id diakses pada 15 Mei 2014.
Komentar
Posting Komentar