Langsung ke konten utama

Laporan Praktikum Pengelolaan Air



                                                                         ACARA I
PERENCANAAN JADWAL MUSIM TANAM DAN POLA TANAM PADI BERBASIS NERACA AIR

A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang           
            Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air disuatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui jumlah air tersebut, apakah kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit). Kegunaan mengetahui kondisi air pada surplus dan defisit adalah dapat mengantisipasi bencana yang mungkin terjadi, serta dapat pula untuk mendayagunakan air sebaik-baiknya. Pemodelan neraca air merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk menduga dinamika kadar air tanah selama periode pertumbuhan tanaman, sehingga dapat dihitung jumlah kebutuhan air tanaman untuk dapat berproduksi, terutama pada periode kritis yaitu pada saat kadar air tanah sangat rendah maupun dalam keadaan normal. Pengumpulan data iklim (curah hujan, suhu udara, kelembaban), informasi lahan (didasarkan pada peta jenis tanah dan tataguna lahan, terutama untuk menentukan kapasitas menyimpan air dari tanah dan kedalaman perakaran tanaman) mutlak diperlukan.

            Setiap jenis tanaman dan sistem usahatani membutuhkan air yang bervariasi bergantung sifat genetis dan faktor lingkungan. Ketersediaan air tanah akan menentukan status air tanaman dan penting dalam proses absorbsi CO2. Dengan menggunakan neraca air tanah kita bisa mengidentifikasi periode di mana terjadi kekurangan air (water stress) atau kelebihan air (excess) yang memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Jadi, pengenalan terhadap hal ini membantu menemukan praktek manajemen yang tepat untuk menghindarkan terjadinya hambatan, guna meningkatkan produksi tanaman.
2.      Tujuan Praktikum
            Praktikum ini bertujuan untuk melatih mahasiswa menganalisis perubahan durasi musim kemarau dan musim penghujan serta menyusun pola dan waktu tanaman padi berdasarkan analisis data curah hujan aktual menggunakan sistem neraca air.
3.      Waktu dan Tempat Praktikum
            Praktikm ini dilaksanakan pada hari Jum’at, tanggal 6 Juni 2014 pukul 16.00 – 17.00 di Ruang Sidang Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.

B.     Tinjauan Pustaka
1.      Neraca Air
            Status dan pola ketersediaan air merupakan faktor utama penentu pola tanam untuk tanaman semusim. Pola tanam sangat dipengaruhi oleh lamanya musim tanam (length growing season) yang sepenuhnya ditentukan oleh ketersediaan air bagi tanaman. Masa tanam atau growing season (GS) khususnya pada lahan tadah hujan tergantung pada ada tidaknya curah hujan dan distribusinya selama periode tertentu. Umumnya pendugaan musim tanam dan penetapan pola tanam pada masing-masing wilayah ditentukan berdasarkan pola curah hujan rata-rata bulanan atau berdasarkan potensi dan pola pasokan air irigasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air irigasi antara lain evapotranspirasi, pengolahan tanah dan persemaian, perkolasi, jenis tanaman, dan curah hujan efektif (Wirosudarmo dan Apriadi 2012).
            Pendekatan neraca air memungkinkan untuk mengevaluasi dinamika air tanah dan penggunaan air oleh tanaman secara kuantitatif (Lascano 1991 dalam Lascano 2000), mengevaluasi penerapan sistem pertanian irigasi pada kondisi iklim tertentu (Binh et al., 1994 dalam Djufry 2012), dan menghitung ketersediaan air secara spasial pada suatu wilayah (Latha et al., 2010).
2.      Tanaman Padi
            Walaupun padi dapat ditanam sepanjang tahun, namun pada dasarnya petani menanam padi berdasarkan ketersediaan air, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga periode tanam yaitu :
a.       Musim tanam utama, pada bulan Nopember, Desember, Januari, Pebruari dan Maret.
b.      Musim tanam gadu, pada bulan April, Mei, Juni, Juli.
c.       Musim tanam kemarau, pada bulan Agustus, September, dan Oktober.
            Menurut Suprihatno et al., (2008), meskipun untuk pertumbuhan yang relatif normal tanaman padi memerlukan curah hujan 200 mm/bulan namun sebenarnya pada kondisi curah hujan 100 mm/bulan tanaman padi masih dapat tumbuh dengan baik meskipun tidak sebaik pada kondisi curah hujan cukup. Pada kondisi curah hujan sekitar 100 mm/bulan kelembaban tanah sampai kedalaman 20 cm masih lebih dari 20%, masih cukup baik untuk pertumbuhan tanaman padi dan tidak terjadi gejala kekeringan. Namun tanaman padi akan mulai menunjukkan gejala kekeringan permanen apabila kelembaban tanah sudah mencapai 7,5%. Ini terjadi bila curah hujan sangat minim atau hampir tidak ada hujan sama sekali.

C.    Alat, Bahan dan Cara Kerja
1.      Alat
a.       Milimeter
b.      Alat tulis
c.       Kalkulator
2.      Bahan
a.       Data curah hujan rata-rata bulanan
b.      Data anasir iklim (suhu, kelembaban udara, kecepatan angin dan lama penyinaran matahari rata-rata bulanan)
c.       Letak lintang
3.      Cara Kerja
a.       Menyiapkan data curah hujan rata-rata bulanan 2 dekade dan gambarkan dalam grafik yang berbeda.
b.      Menyiapkan data evapotranspirasi rata-rata bulanan dengan menghitung menurut metode Penman.
c.       Menghitung penghitungan evapotranspirasi potensial (ET0) bulanan menurut Penman dengan rumus sebagai berikut:
ETo   = c . ETo*
ETo* = W (0,75Rs – Rn1) + (1 – w).f(u).(ea-ed)
Keterangan: W : Faktor yang berhubungan dengan suhu (t) dan elevasi daerah, hubungan antara (t) dan W disajikan pada Tabel PN-1
Rs : (0,24 + 0,54 n/N) . Ra
Ra : besar angka ini tergantung pada LL dan dapat dicari melalui tabel PN-2
Rn1 : F(t).f(ed).f(n/N)
f(t) : fungsi suhu → cari pada Tabel PN-1
f(ed) : fungsi tekanan uap → cari pada Tabel PN-5
f(n/N) : fungsi kecerahan → Lihat pada Tabel PN-6
f(u) : fungsi kecepatan angin → Tabel PN-7
(ea-ed) : perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan                       uap sebenarnya
ed : ea.RH → Cari melalui Tabel PN-4
ea : tekanan uap sebenarnya → Cari Tabel PN-1 ; RH : kelembaban relatif (%)
C : angka koreksi → Cari pada Tabel PN-8
d.      Menggambarkan data evapotranspirasi rata-rata bulanan untuk masing-masing dekade pada grafi curah hujan rata-rata bulanan untuk dekade yang sama.


 


DAFTAR PUSTAKA
Djufry, Fadjry. 2012. Pemodelan Neraca Air Tanah untuk Pendugaan Surplus dan             Defisit air untuk Pertumbuhan Tanaman Pangan di Kabupaten Merauke,        Papua. Informatika Pertanian, Vol. 21 No.1, Agustus 2012 : 1 – 9.
Lascano, R.J. 2000.A General System to Measure and Calculate Daily Crop Water            Use.J. Agron 92: 821-832.
Latha, J. , Saravanan and Palanichamy. 2010. A Semi – Distributed Water Balance Model for Amaravathi River Basin using Remote Sensing and        GIS. International Journal of Geomatics and Geosciences 1:252-263
Suprihatno, B., Samaullah, Y. Dan Sri, B., 2008, “Pekan Padi Nasional (PPN) III BB Padi Tampilkan Inovasi Teknologi Galur Harapan Padi Sawah          Toleran Kekeringan”, Sinar Tani Edisi 23-29 Juli 2008
Wirosudarmo,Ruslan dan Apriadi, Usman. 2012. Studi Perencanaan Pola Tanam   dan Pola Operasi Pintu Air Jaringan Reklamasi Rawa Pulau Rimau Di     Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Jurnal Teknologi Pertanian        Vol.3 No.1: 56 – 66. http://jtp.ub.ac.id diakses pada 15 Mei 2014.


ACARA II
EFISIENSI SALURAN IRIGASI

A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang
            Efisiensi pemanfaatan air irigasi masih merupakan masalah besar bagi bangsa Indonesia. Di sepanjang saluran irigasi sekunder masih terjadi kehilangan air dalam jumlah yang relatif besar sehingga debit air yang masuk ke petak tersier menjadi berkurang. Di sisi lain, petani umumnya memasukkan air ke petakan sawah secara berlebihan hingga mencapai tinggi genangan 10 cm, padahal tanaman padi yang diairi dalam selang waktu tertentu (intermittent drainage) memberi hasil yang relatif sama tingginya dibanding kalau tanaman diairi secara terus-menerus. Bahkan hasil padi tidak berkurang jika lahan dibiarkan tidak menggenang selama beberapa hari setelah 2-3 hari dalam keadaan macak-macak. Kecukupan air selama masa tanam akan menentukan potensi produksi tanaman di akhir masa tanam. Analisis kebutuhan air merupakan salah satu tahap yang diperlukan dalam perencanaan dan pengelolaan sistem irigasi. Hal ini menyangkut jumlah air yang harus disuplai untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Pada kondisi supplai air yang sangat terbatas, tidak semua kebutuhan air irigasi dapat dipenuhi. Sehingga perlu pengaturan dan pergiliran air irigasi antar kelompok pengguna petani air. Hal ini sering menimbulkan konflik kepentingan karena berbagai sebab. Petani sebagai salah satu kelompok pengguna air terbesar perlu mendapatkan informasi dan penyadaran akan perlunya bertani yang hemat air. Bagi petani padi sawah irigasi, air masih merupakan sarana produksi yang dianggap harus tersedia dengan sendirinya (taken for granted) pada setiap musim tanam. Pandangan yang demikian harus diubah, bahwa air adalah sarana produksi yang terbatas ketersediaannya.  
2.      Tujuan Praktikum
            Tujuan dari dilakukannya praktikum acara ‘efisiensi saluran irigasi’ ini adalah agar mahasiswa terampil menghitung efisiensi penyaluran air irigasi.
3.      Waktu dan Tempat Praktikum
            Praktikum ini dilakukan pada hari Minggu, tanggal 4 Mei 2014 pukul 07.00-09.00 WIB, di Desa Palur, Mojolaban, Karanganyar. Tempat kegiatan praktikum menggunakan saluran irigasi primer, tersier dan sekunder yang terdapat di daerah sana.

B.     Tinjauan Pustaka
      Efisiensi irigasi didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah air yang diberikan dikurangi kehilangan air dengan jumlah yang diberikan. Tingkat efisiensi pemberian air oleh petani dapat diketahui dengan mengukur berapa jumlah air yang disalurkan lewat pintu-pintu air di bangunan sadap yang dinyatakan dalam m3/detik atau liter/detik dan mengetahui berapa jumlah air yang digunakan oleh petani sesuai dengan kebutuhan tanaman pada petak sawah yang dilayani yang juga dapat dinyatakan dalam m3/detik atau liter/detik. Efisiensi penyaluran dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni kehilangan rembesan, ukuran grup inlet yang menerima air irigasi lewat satu inlet pada sistem petak tersier, dan lama pemberian air dalam grup inlet. Untuk mendapatkan efisiensi penyaluran yang wajar, jaringan tersier harus dirancang dengan baik, dan mudah dioperasikan oleh petani.
      Manfaat pengukuran efisiensi pada jaringan irigasi adalah :
a.       Untuk menghasilkan penggunaan air irigasi yang efisien di tingkat petani yang disesuaikan dengan kebutuhan air tanaman.
b.      Untuk penelitian terapan dalam evaluasi tingkat efisiensi penggunaan air irigasi permukaan, misalnya rembesan/bocoran di saluran, debit yang diperlukan, panjang alur (furrow) dan sebagainya.
c.       Untuk keperluan iuran pelayanan air irigasi diperlukan alat ukur untuk menetapkan jumlah air yang telah digunakan dan besarnya iuran air yang harus dibayar oleh pemakai air tersebut (Sumadiyono 2012).
      Peningkatan efsiensi curah hujan dapat dicapai dengan perencanaan pertanaman yang baik, yang disesuaikan dengan jumlah, intensitas, maupun  frekuensi curah hujan, dengan cara :
a.       Perencanaan pola tanam yang disesuaikan dengan pola curah hujan.
b.      Pemilihan jenis tanaman yang berumur genjah dan berdaya hasil tinggi untuk memperoleh pendapatan yang maksimal.
c.       Teknik budidaya yang digunakan disesuaikan dengan probabilitas curah hujan.
d.      Mengkombinasikan (tumpang sari) antara tanaman berakar dalam dengan tanaman berakar dangkal untuk mengurangi terjadinya kerugian akibat kerusakan dan untuk pemanfaatan air secara maksimal.
e.       Mempergunakan ramalan cuaca yang dapat dipertanggungjawabkan dalam perencanaan pertanaman (Anonim 2011).
      Menurut Jackson (1979 dalam Anonim 2011) aplikasi konsep keseimbangan air sangat besar peranannya bagi pertanian yaitu:
a.       Untuk menetapkan tinjauan secara umum kondisi air suatu daerah diperlukan data curah hujan, evaporasi potensial dan aktual, kelembaban tanah dan drainase.
b.      Untuk memperkirakan tanaman yang sesuai pada suatu areal dan penganalisaan pada tingkat mana kebutuhan air tanaman terpenuhi.  Hal ini sehubungan dengan pendugaan waktu tanam dan waktu panen.
c.       Menaksir kebutuhan air irigasi, baik kuantitas maupun intervalnya.
d.      Untuk mengetahui hubungan antara air dengan hasil, dalam hubungannya dengan ketersediaan air. Hasil, lebih dipengaruhi oleh curah hujan efektif daripada curah hujan total.
e.       Untuk menaksir penggunaan air bagi pertanaman dan jenis tanaman tertentu. Dalam menyusun konsep optimasi pengaturan tata air suatu daerah areal pertanaman, harus diketahui terlebih dahulu tingkat pertumbuhan tanaman yang paling peka terhadap kondisi kekurangan air yang dapat mengakibatkan menurunnya hasil.
      Kemampuan pengukuran debit aliran diperlukan untuk mengetahui potensi sumberdaya air di suatu wilayah DAS. Debit aliran dapat dijadikan sebagai alat untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumberdaya air permukaan yang ada. Kecepatan aliran dihitung berdasarkan jumlah putaran baling-baling per waktu putaran. Prinsipnya adalah pengukuran luas penampang basah dan kecepatan aliran. Penampang basah diperoleh dengan pengukuran lebar permukaan air dan pengukuran kedalaman dengan kabel pengukur. Current meter adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran (kecepatan arus), dengan menggunakan baling-baling (proppeler type). Oleh karena distribusi kecepatan aliran di sungai tidak sama baik arah vertikal maupun horisontal, maka pengukuran kecepatan aliran dengan alat ini tidak cukup pada satu titik. Pemilihan metode tergantung pada kondisi (jenis sungai, tingkat turbulensi aliran) dan tingkat ketelitian yang akan dicapai (Ibnu 2012). Kelebihan dari alat ini adalah Propeler curent meter ini menghasilkan pekerjaan yang akurat dan cepat apabila dilakukan perawatan yang baik dan pelaksanaan yang cermat. Juga kalibrasi propeler harus dilakukan dengan baik.
      Pengukuran debit menggunakan alat pelampung pada prinsipnya sama dengan metode konvensional, hanya saja kecepatan aliran diukur dengan menggunakan pelampung. Pelampung bergerak terbawa oleh arus dan kecepatan arus didapat dari jarak tempuh pelampung dibagi dengan waktu tempuh. Tempat yang harus dipilih adalah bagian sungai yang lurus dengan perubahan lebar sungai, dalamnya air dan gradien yang kecil. Waktu mengalirnya pelampung diukur dengan stopwatch. Setelah kecepatan aliran dihitung, maka diadakan perhitungan debit yakni kecepatan kali luas penampang melin­tangnya (Anonim 2012).
C.    Alat, Bahan dan Cara Kerja
1.      Alat
a.       Current meter
b.      Sepatu boot
c.       Tali
d.      Meteran
e.       Stopwatch
f.       Pelampung
g.      Alat tulis
h.      Kalkulator
i.        Label
j.        Kamera
2.      Bahan
a.       Saluran irigasi primer, sekunder dan tersier
b.      Air dari saluran irigasi primer, sekunder dan tersier
3.      Cara Kerja
a.       Mengukur kecepatan aliran air (V dalam m/det) dengan menggunakan current meter dititik awal (Qin) dan debit di titik berikutnya yang diasumsikan sebagai titik akhir (Qout) saluran.
b.      Mengukur kecepatan aliran pada tiga titik (tengah-tengah, dan 2 pada pinggir saluran).
c.       Pengukuran kecepatan aliran air pada saluran sekunder dan tersier menggunakan metode pelampung, karena terbatasnya jumlah alat current meter.
d.      Mencatat ketinggian penampang melintangnya (drata-rata) dan lebar saluran (w). Luas penampang basah saluran (A) dihitung dengan rumus:
A (m2) = d rata-rata x w
Keterangan : d rata-rata (m) = (d1 + d2 + d3) / 3


D.    Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1.      Hasil pengamatan
Tabel 2.1 Analisis Data pada Pengukuran Efisiensi Saluran Irigasi
Saluran
Posisi
Lebar
Saluran
(m)
Kedalaman
(d)
V
(m/s)
d
Rata-rata
(m)
V
Rata
-rata
(m/s)
Q
Rata
-rata
(m3/s)
Efisiensi




Primer

In

12
1,20
0,45

1,283

0,63
9,7


5,15%
1,45
0,73
1,20
0,70

Out

12
1,0
0,59
118,3

0,65
9,2
1,35
0,83
1,10
0,52


Tersier

In

0,62
0,28


0,31
0,27
0,24

29,6



0,27

0,04



12,5%
0,30
0,31

Out

1,22
0,13

11,67

0,035
0,12
010


Sekunder

In

2,4
0,3


0,27
0,22
0,21

0,35



0,23

0,193



3,62%
0,385
0,37

Out

2,24
0,31

0,36

0,186
0,39
0,39
Sumber: Logbook
Analisis data:
a.       Saluran Primer
1)      Debit air yang masuk (Q-in)
a)      Kecepatan aliran air (v)
V  = 0,000854 .C + 0,005
V1 = 0,000854 . 472 + 0,05 = 0,45
V2 = 0,000854 . 798 + 0,05 = 0,73
V3 = 0,000854 . 766 + 0,05 = 0,70
Vrata-ratsa =
       = 
        =  = 0,63
b)      Luas Penampang Basah (A)
A   = drata-rata x w
       =  x w
       =  x 12
      =  x 12
       = 1,283 x 12
      = 15,396 m2
      = 15,4 m2
Qin rata-rata = Vrata-rata x A
               = 0,63 x 15,4 m2
             = 9,702 = 9,7
2)      Debit air yang keluar (Q-out)
a)      Kecepatan aliran air (v)
V  = 0,000854 .C + 0,005
V1 = 0,000854 . 633 + 0,05 = 0,59
V2 = 0,000854 . 918 + 0,05 = 0,83
V3 = 0,000854 . 554 + 0,05 = 0,52
Vrata-ratsa =
              = 
             =  = 0,65
b)      Luas penampang basah (A)
A   = drata-rata x w
      =  x w
      =  x 12
=  x 12
 = 1,18 x 12
= 14,16 m2
Qin rata-rata = Vrata-rata x A
               = 0,65 x 14,16 m2
               = 9,2
3)      Efisiensi Saluran Irigasi Primer
Efisiensi =
              =  
              =  
              = 5,15 %
b.      Saluran Tersier
1)      Kecepatan aliran air (V)
V  = 
V1 =  = 0,31
V2 =  = 0,27
V3 =  = 0,24
Vrata-ratsa =
            =
            =  = 0,27
2)      Debit air yang masuk (Q-in)
Luas penampang basah (A)
A = drata-rata x w
 =  x w
=  x 0,62
 =  x 0,62
 = 0,296 x 0,62
         = 0,18 m2
Qin rata-rata = Vrata-rata x A
              = 0,27 x 0,18 m2
              = 0,04
3)      Debit air yang keluar (Q-out)
Luas penampang basah (A)
A = drata-rata x w
   =  x w
   =  x 1,22
    =  x 1,22
   = 0,11 x 1,22
    = 0,1342 m2
    = 0,13 m2
Qin rata-rata = Vrata-rata x A
              = 0,27 x 0,13 m2
              = 0,035
4)      Efisiensi saluran irigasi tersier
Efisiensi =
             =  
             =  
             = 12,5%
c.       Saluran Sekunder
1)      Kecepatan aliran air (V)
V  = 
V1 =  = 0,27
V2 =  = 0,22
V3 =  = 0,21
Vrata-ratsa =
            = 
            =  = 0,23
2)      Debit air yang masuk (Q-in)
Luas penampang basah (A)
A = drata-rata x w
 =  x w
 =  x 2,4
 =  x 2,4
 = 0,35 x 2,4
         = 0,84 m2
Qin rata-rata = Vrata-rata x A
                = 0,23 x 0,84 m2
          = 0,193
3)      Debit air yang keluar (Q-out)
Luas penampang basah (A)
A = drata-rata x w
 =  x w
 =  x 2,24
 =  x 2,24
 = 0,36 x 2,24
 = 0,806 m2
       = 0,81 m2
Qin rata-rata = Vrata-rata x A
                = 0,23 x 0,81 m2
          = 0,186
4)      Efisiensi saluran irigasi sekunder
Efisiensi =
              =  
              =  
              = 3,62%
Gambar 2.1 Cara pengukuran dengan current meter
Gambar 2.2 Current meter
Gambar 2.3 Sketsa Alur Sungai untuk Pengukuran Debit Metode Pelampung
2.      Pembahasan
            Saluran primer memiliki efisiensi sebesar 5,15%, saluran tersier sebesar 12,5% dan saluran sekunder sebesar 3,62%. Pengukuran di saluran primer menggunakan alat current meter, dimana hasil pengukurannya memiliki tingkat akurasi lebih tinggi dibanding dengan pengukuran dengan metode pelampung (menggunakan alat konvensional) pada saluran irigasi tersier dan sekunder. Pada pengamatan, bangunan saluran irigasi primer sudah di beton, seharusnya nilai efisiensi sudah cukup besar, mungkin sewaktu pengukuran terjadi kekeliruan mengukur kecepatan aliran air karena berbagai faktor. Bangunan saluran irigasi tersier pada pengamatan praktikum juga sudah di beton, sehingga kehilangan air akibat rembesan maupun drainase dapat diperkecil. Bangunan saluran irigasi sekunder belum di beton, kehilangan air akibat rembesan maupun drainase dapat memperkecil nilai efisiensi saluran irigasi tersebut. Hasil praktikum dapat disimpulkan efisiensi saluran irigasi di Desa Palur ini belum efisien dalam proses distribusinya.

E.     Kesimpulan dan Saran
1.      Kesimpulan
            Kesimpulan dari praktikum acara Efisiensi Saluran Irigasi ini adalah sebagai berikut:
a.       Pada saluran irigasi primer, pengukuran menggunakan alat current meter dan didapat hasil efisiensi sebesar 5,15%.
b.      Pada saluran irigasi sekunder pengukuran menggunakan metode pelampung (menggunakan alat konvensional berupa pelampung), besar nilai efisiensinya mencapai 3,62%.
c.       Pada saluran irigasi tersier, pengukuran menggunakan metode pelampung (alat konvensional berupa pelampung permukaan), nilai efisiensinya sebesar 12,5%.
d.      Bangunan saluran irigasi primer dan tersier sudah di beton sedangkan bangunan saluran irigasi sekunder belum di beton.
e.       Efisiensi saluran irigasi air pada Desa Palur belum cukup efisien atau tidak efisin dalam hal distribusi saluran irigasi tersebut
2.      Saran
            Sewaktu melakukan pengukuran, sebaiknya diperhatikan hal-hal kecil yang dapat mengganggu tingkat akurasi hasil pengukuran, seperti memperhatikan pengaruh faktor angin, arah arus air, posisi mata yang tegak lurus sewaktu mengukur kedalaman maupun lebar, penggunaan pelampung yang terhambat akar tanaman di pinggir saluran irigasi, dan lain-lain.
 

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Penentuan Tanam Tanaman Kedelai (Glycine max).            www.pps.unud.ac.id diakses pada 22 Mei 2014.
Anonim. 2012. Pengukuran Kecepatan Aliran Sungai.          http://perhubungan2.wordpress.com dikases pada 8 Juni 2014.
Ibnu. 2012. Untuk Apa Waduk Gajah Mungkur?. http://infowonogiri.com diakses pada 8 Juni 2014.
Sumadiyono, Agus. 2012. Analisis Efisiensi Pemberian Air di Jaringan Irigasi        Karau Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah. http://ftsl.itb.ac.id diakses pada 15 Mei 2014.


KUALITAS AIR IRIGASI

A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang
            Air merupakan salah satu zat yang sangat diperlukan oleh mahluk hidup, sebab air merupakan regulator pelarut yang universal, dimana hampir berbagai macam zat larut di dalamnya dan berinteraksi langsung dengan sistem yang terdapat dalam setiap organisme hidup. Secara fisik air mempunyai beberapa sifat yang unik, antara lain : tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna, titik beku pada suhu 0oC dan titik didih pada suhu 100oC, panas jenis sebesar 539,5 kalori dan densitas atau kerapatan sebesar 1, suhu densitas maksimum adalah 4oC, dan mempunyai konduktivitas spesifik yang relatif kecil.
            Kualitas Air adalah istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk penggunaan tertentu, misalnya: air minum, perikanan, pengairan/irigasi, industri, rekreasi dan sebagainya. Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang biasa dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau dan warna). Sayangnya, cara-cara pengujian tersebut memerlukan biaya yang cukup mahal, disamping prosedur pengujian yang tidak mudah. Ada cara praktis yang bisa dilakukan oleh setiap orang untuk menilai kualitas air, yaitu dengan melihat hewan air (makroinvertebrata) yang spesifik hidup pada air berkualitas baik.
2.      Tujuan Praktikum
             Tujuan dari praktikum acara ‘kualitas air irigasi’ ini adalah supaya mahasiswa dapat menghitung dan mengetahui suatu kualitas air irigasi.
3.      Waktu dan Tempat Praktikum
20
            Praktikum lapang dilakukan pada hari Minggu, tanggal 4 Mei 2014 pukul 07.00-09.00 WIB, di Desa Palur, Mojolaban, Karanganyar. Tempat kegiatan praktikum menggunakan saluran irigasi primer, tersier dan sekunder yang terdapat di daerah sana. Analisis lab di lakukan di Laboratorium Kimia Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, pada hari Selasa 13 Mei 2014 dan Rabu 14 Mei 2014.

B.     Tinjauan Pustaka
      Konsep sistem aliran yang diterapkan adalah sistem aliran satu arah (one way flow system), hal ini dilakukan untuk memperlancar proses pencucian senyawa-senyawa beracun seperti Fe2+ dan Al3+ yang dapat meracuni tanaman yang terjadi akibat proses oksidasi pirit yang umumnya terjadi pada musim kemarau dan dampaknya baru terlihat pada pertanaman musim penghujan. Penerapan konsep aliran satu arah (one way flow system) di lapangan dilandasi oleh pemikiran, air yang masuk ke lahan yang kondisinya masih segar tidak tercampur dengan air yang keluar dari lahan yang kualitasnya sudah rendah karena didalamnya sudah terlarut senyawa-senyawa beracun. Dalam penerapan konsep aliran satu arah di lapangan diatur sedemikian rupa sehingga air dari saluran sekunder (SPD) hanya difungsikan sebagai saluran pemasukan saja, dan air dari sawah/lahan usaha dialirkan ke saluran tersier keluar melalui saluran drainase (SDU) yang hanya difungsikan Pengelolaan air untuk tanaman padi sawah selama musim hujan difokuskan pada retensi, drainase yang terkendali untuk membuang air hujan yang berlebihan atau selama pemupukan, pembilasan dan pencucian unsur-unsur racun dan asam, dan irigasi pasang surut.  Drainase diperlukan apabila genangan air menjadi terlalu dalam atau apabila kualitas air memburuk (Wirosudarmo dan Apriadi 2012).
      Proses pengolahan tanah sawah terdiri atas pembasahan petakan, peng- genangan, pembajakan, penggaruan, dan perataan. Umumnya petani pada periode pembajakan, penggaruan sampai perataan, mengalirkan air irigasi terus-menerus ke luar petakan. Tampak air yang masuk petakan jernih, tetapi yang keluar petakan keruh pekat. Jadi, teknik pengolahan tanah secara tradisional selain tidak efisien dalam penggunaan air, juga mempercepat kehilangan hara tanah yang mestinya bermanfaat untuk tanaman. Penelitian pengolahan tanah sawah di Kebun Percobaan Sukamandi (jenis tanah Isothermic Vertic Tropaquults) menunjukkan bahwa air irigasi dari saluran induk Banggala II dari subsistem Barugbug dapat ditingkatkan efisiensinya dengan cara air dimasukkan ke dalam petak dan dibiarkan tergenang sampai tanah lunak, kemudian dibajak, digaru dan diratakan. Air selalu ditambahkan untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatan tersebut, tetapi tidak dialirkan keluar dari petak sawah. Kebutuhan air irigasi untuk pengolahan tanah sampai siap tanam berbeda menurut kategori rendah, sedang, dan tinggi. Perbedaan ini terjadi karena: a) perbedaan ketinggian petakan sawah, b) konsistensi tanah (ditentukan oleh tekstur), dan c) penggunaan tanah sebelumnya. Volume irigasi untuk mengolahan tanah sawah sampai siap tanam berkisar 145-237 mm atau 1450-2370 m3/ha, dan karena air tidak mengalir kehilangan hara tanah dapat dihindarkan (Fagi 2006).
      Kramer (1980) mengemukakan bahwa air dalam tubuh tanaman berfungsi sebagai penyusun utama jaringan tanaman yang aktif secara fisiologi, pereaksi dalam fotosintesis dan proses hidrolisis, pelarut garam, gula dan senyawa lainnya, pengendali dan stabilisator suhu tanaman, unsur yang diperlukan dalam  mempertahankan turgor tanaman, serta diperlukan dalam pengaturan sel dan jaringan yang mengalami pertumbuhan.

C.    Alat, Bahan dan Cara Kerja
1.      Alat
a.       Water sampler
b.      pH stick
c.       termometer bahan
d.      Kayu ± 4 m
e.       Meteran
f.       Ember
g.      Botol 1,5 L (3 buah)
h.      Pengaduk
i.        Oven
j.        Cawan aluminium
k.      Timbangan analitik
2.      Bahan
a.       Sampel air dari saluran irigasi primer, tersier dan sekunder
3.      Cara Kerja
a.       Mengambil sampel air pada saluran irigasi primer, sekunder dan tersier sebanyak 1 L. Pada saluran primer sampel air diambil di tiga titik, yaitu bagian tengah dan 2 pada bagian tepi saluran, masing-masing tepi kanan dan kiri.
b.      Mengambil contoh air dengan menggunakan water sampler. Mencatat ketinggian air di saluran dan turunkan water sampler sampai ½ ketinggian air. Khusus untuk saluran drainase, pengambila sampel air menggunakan gayung/ciduk karena dangkal.
c.       Mengukur sampel air dengan termometer dengan cara mencatat suhu udara sebelum mengukur suhu di dalam air, memasukkan termometer kedalam air selama 1-2 menit, membaca suhu saat termometer masih didalam air.
d.      Mengkomposit air yang diambil dari ketiga titik ke dalam ember dan setelah diaduk kemudian dimasukkan kedalam botol kapasitas 1,5 L.
e.       Membawa sampel air ke Laboratorium Fisika Tanah FP UNS untuk dianalisis kandungan sedimennya.
f.       Mengaduk air selama ± 30 menit agar homogen
g.      Menimbang berat cawan aluminium sebelum digunakan (a)
h.      Air yang telah homogen diambil ± 100 ml dimasukkan ke dalam cawan aluminium kemudian di oven pada suhu 105˚C sampai mengering (sekitar 48 jam).
i.        Menimbang berat keseluruhan cawan aluminium setelah di oven (b)
j.        Menghitung berat sedimen (b-a) (gram) dan menghitung konsentrasi dengan persamaan: konsentrasi (gram/l) = berat sedimen (gram) / volume air (L).


D.    Hasil Pengamatan dan Pembahasan
a.       Hasil Pengamatan
Tabel 3.1 Hasil Perhitungan Kualitas Air Irigasi
No
Macam Saluran Irigasi
pH
Suhu
(cº)
(a)
(b)
(b-a)
(gram)
Konsentrasi
(g/l)
1
Primer
7,0
31
32.985
33.08
0,095
0,95
2
Sekunder
7,0
30
36.716
36.811
0,095
0,95
3
Tersier
9
31
34.892
35.202
0,31
3,1
Sumber: Hasil pengamatan
Analisis data:
Air yg dioven 100 ml= 0,1 liter
berat sblm di oven: primer: 32.985 sekunder: 36.716 tersier: 34.892
primer: 33.08 sekunder: 36.811 tersier: 35.202
konsentrasi =
1.       Konsentrasi primer =  =  = 0,95 g/l
2.       Konsentrasi sekunder =  =  = 0,95 g/l
3.       Konsentrasi tersier =  =  = 3,1 g/l
b.      Pembahasan
            Saluran irigasi primer memiliki pH 7 dimana cukup netral, suhu 31˚C  dan konsentrasi 0,95 g/l. Saluran irigasi sekunder memiliki pH 7 dimana cukup netral, suhu 30˚C  dan konsentrasi 0,95 g/l. Saluran irigasi tersier memiliki pH 9 dimana cukup netral, suhu 31˚C  dan konsentrasi 3,1 g/l. Saluran irigasi primer memiliki shu cukup tinggi karena pengamatan dilakukan pada pukul 07.00 WIB, dan tingkat konsentrasi 0,95 g/l menunjukkan bahwa kualitas irigasi air di daerah tersebut masih bagus. Saluran irigasi sekunder memiliki suhu lebih rendah dari saluran irigasi primer dimungkinkan karena telah terjadi aliran air yang melepas panas pada saluran irigasi tersebut, tingkat konsentrasi sedimen yang sama dengan saluran irigasi primer yaitu 0,95 g/l, karena air dari saluran irigasi primer langsung terdistribusi ke saluran irigasi sekunder. Pada saluran irigasi tersier, memiliki suhu yang lebih tinggi dibanding dengan saluran irigasi sekunder karena tempat pengamatan berada di ruang yang tak ternaungi pohon sehingga air menjadi lebih hangat akibat panas dari sinar matahari, memiliki tingkat konsentrasi sedimen sebesar 3,1 g/l karena membawa air dari saluran irigasi sekunder yang bangunannya belum dibeton, sehingga air membawa partikel-partikel akibat erosi tanah.

E.     Kesimpulan dan Saran
1.      Kesimpulan
            Kesimpulan dari praktikum acara Kualitas Air Irigasi ini adalah sebagai berikut:
a.       Saluran irigasi primer memiliki pH 7 dimana cukup netral, suhu 31˚C  dan konsentrasi 0,95 g/l.
b.      Saluran irigasi sekunder memiliki pH 7 dimana cukup netral, suhu 30˚C  dan konsentrasi 0,95 g/l.
c.       Saluran irigasi tersier memiliki pH 9 dimana cukup netral, suhu 31˚C  dan konsentrasi 3,1 g/l.
d.      Kualitas air irigasi Desa Palur masih bagus dengan tingkat konsentrasi sedimen yang relatif rendah.
2.      Saran
            Penimbangan dengan timbangan analitik harus lebih cermat dan hati-hati.


DAFTAR PUSTAKA
Fagi, Achmad M. 2006. Tataguna Air Irigasi di Tingkat Usahatani: Kasus di          Barugbug, Jatiluhur. Iptek Tanaman Pangan No.1 – 2006. http://           http://digilib.litbang.deptan.go.id diakses pada 15 Mei 2014.
Kramer, P.J. 1980. Water Requirement of Plant. Academic Press. New York.
Wirosudarmo,Ruslan dan Apriadi, Usman. 2012. Studi Perencanaan Pola Tanam   Dan Pola Operasi Pintu Air Jaringan Reklamasi Rawa Pulau Rimau Di     Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Jurnal Teknologi Pertanian        Vol.3 No.1: 56 – 66. http://jtp.ub.ac.id diakses pada 15 Mei 2014.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas Perhitungan Nilai Erosi

Contoh soal: Dari hasil penelitian di suatu daerah penelitian, diketahui bahwa daerah penelitian tersebut terbagi menjadi 3 satuan peta lahan (SPL) dengan sifat-sifat   sbb: Sifat tanah SPL 1 SPL 2 SPL 3 Pasir (%) 35 40 45 Pasir sgt halus(%) 15 20 20 Debu (%) 40 30 25 Lempung (%) 10 10 10 BO (%) 5 (rendah) 6 (rendah) 4 (rendah) Permeabilitas (cm/jam) 35 (kode 1) 10 (kode 3) 20 (kode 2) Struktur Granuler halus (kode 2) Granuler halus (kode 2) Granuler halus (kode 2) Panjang Lereng rata-rata (m) 20 18 17 Kemiringan Lereng rata-rata(%) 24 13 15 Penggunaan lahan Pinus Kentang

Laporan Praktikum Konservasi Tanah dan Air

HALAMAN PENGESAHAN             Laporan praktikum Konservasi Tanah dan Air ini telah diselesaikan dan disahkan Disusun Oleh: NINING RAHAYU    H0 7121 38 KELOMPOK 10 Konservasi Tanah dan Air AT-5B Telah dinyatakan memenuhi syarat dan disahkan Pada tangga l : ___________________ Menyetujui,      Dosen Pembimbing           Dr. Ir. Jaka Suyana, M.Si.          NIP. 196408121988031002 Co -Assisten Arwa Farida L NIM H 0711018 KATA PENGANTAR Puji syukur pen yusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Konservasi Tanah dan Air ini tepat pada waktunya tanpa halangan suatu apapun. Laporan praktikum Konservasi Tanah dan Air ini dibuat bertujuan untuk melengkapi nilai mata kuliah Konservasi Tanah dan Air, serta untuk menambah pengetahuan tentang Konservasi Tanah dan Air. Dalam penyusunan laporan

Laporan Praktikum Kultur Jaringan

                                                                            ACARA I STERILISASI ALAT, PEMBUATAN LARUTAN STOK DAN PEMBUATAN MEDIA A.     Pendahuluan 1.       Latar Belakang             Kultur jaringan tanaman adalah suatu metode atau teknik mengisolasi bagian tanaman (protplasma, sel, jaringan, dan organ) dan menumbuhkannya pada media buatan dalam kondisi aseptik di dalam ruang yang terkontrol sehingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman lengkap. Kultur jaringan mengandung dua prinsip yaitu bahan tanam yang bersifat totipotensi dan budidaya yang terkendali. Penggunaan bahan totipotensi saja tidak cukup mendukung keberhasilan kegiatan dalam kultur jaringan, keadaan media tanam, lingkungan tumbuh (kelembaban, temperatur dan cahaya) serta sterilitas mutlak harus terjamin.              Salah satu pembatas dalam keberhasilan kultur jaringan adal