TUGAS MATA
KULIAH PENYULUHAN PERTANIAN
Dosen Pengampu
Arip
Wijianto, SP, MSi
|
Fakultas
Pertanian
Universitas
Sebelas Maret Surakarta
2013
|
Kelompok
13
Anggota:
Nining
Rahayu H0712138
Nurul Qayyimah H0712144
Risky Kartika Sari H0712160
|
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan sebuah makalah dengan tepat waktu.
Berikut ini kami mempersembahkan
sebuah makalah dengan judul "Penyuluhan Pertanian Di Masa Depan" yang diharapkan dapat memberikan manfaat yang
besar bagi kita semua, khususnya bagi yang sedang menekuni bidang pertanian.
Tidak lupa kami mengucapkan banyak
terimakasih kepada Dosen pengajar Mata kuliah Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian yang membimbing serta mengarahkan
dalam penyusunan makalah ini. Orangtua yang
senantiasa selalu berdoa untuk kelancaran kuliah anaknya, teman-teman seperjuangan yang juga
senantiasa memberi dukungan semangat dan kritikan-kritikan membangun. Serta
semua pihak yang membantu kami dalam hal penyusunan makalah ini.
Makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan oleh karena itu kritik serta saran yang membangun masih kami
harapkan untuk penyempurnaan makalah ini. Sebagai manusia biasa kami merasa
memiliki banyak kesalahan, kami mohon maaf sebesar-besarnya apabila terdapat
salah kata dan materi Makalah yang kurang berkenan dalam penyelesaian makalah ini.
Atas perhatian dari semua pihak yang
membantu dalam penyusunan makalah ini, kami mengucapkan terimakasih. Semoga
makalah ini dapat dipergunakan dengan bijak dan sebaik-baiknya.
Surakarta, 15 April 2013
Penulis
ii
|
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................... i
Kata Pengantar.................................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Tantangan
Penyuluhan Memasuki Abad 21
1. Permasalahan dalam Penyuluhan Pertanian Menurut I Gd. Setiawan AP 1
2. Kelemahan dalam Kegiatan Penyuluhan Pertanian Menurut
Mardikanto.. 1
3. SepuluhHambatan atau Barrier Adopsi Menurut Vanclay
4. Tantangan penyuluhan dalam memasuki era pertanian
modern
B. Revitalisasi
Penyuluhan Pertanian
1. Rekayasa
Ulang........................................................................................ 6
2. Pengembangan
Kelembagaan Penyuluhan...............................................
3. Pendekatan
Penyuluhan...........................................................................
C. Undang-undang
Sistem Penyuluhan Pertanian
D. Penyuluhan
Pertanian Di Masa Depan
BAB III
PENUTUP
iii
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sektor pertanian memegang peranan
penting dalam pembangunan perekonomian naisonal, dan bahkan dalam era reformasi
ini diharapkan untuk berperan di garis depan dalam mengatasi krisis ekonomi. Menjelang
memasuki abad 21 kita dapat melihat bagaimana kondisi pertanian kita. Sektor pertanian Indonesia
dikatakan belum siap untuk memasuki abad 21, dimana banyak mengalami peluang, tantangan sekaligus hambatan. Secara
intern sebagian terbesar petani Indonesia
masih
petani subsisten dengan segala keterbatasan mereka, khususnya dalam bidang
penguasaan teknologi pertanian yang modern. Secara ekstern sektor pertanian
Indonesia kurang mendapat perhatian pemerintah dalam pengembangannya secara
menyeluruh apabila dibandingkan dengan perhatian pemerintah kepada sektor
industri. Sektor pertanian bahkan harus mensubsidi sektor industri melalui
penetapan harga padi yang rendah. Sementara industri mendesak sektor pertanian
dari lahan subur ke lahan marginal seperti lahan gambut. Intensif petani untuk
meningkatkan produktivitas usaha tani pun sangat minim.
Globalisasi
pada abad 21 tidak terbatas pada sekedar petani harus menanam tanaman ekspor,
tetapi juga perubahan total dalam lingkungan tata niaga produk pertanian di
dunia di samping perubahan-perubahan lain yang menyangkut masalah proses ahli
teknologi pertanian. Indonesia tidak hanya memproduksi produk-produk pertanian
tetapi juga akan menjadi pasar dari produk-produk pertanian dari negara lain, karena
globalisasi tidak memungkinkan suatu
negara
menutup pasar dalam negeri mereka dari produk-produk pertanian luar negeri.
Dalam era baru pertanian,
penyuluh lapangan dituntut untuk memiliki fungsi paling tidak dalam tiga hal
yaitu transfer teknologi (technology
transfer), fasilitasi (facilitation)
dan penasehat (advisory work). Untuk
mendukung fungsi-fungsi tersebut, penyuluh pertanian lapangan mestinya juga
menguasai dan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi.
Tema-tema penyuluhan
juga bergeser tidak hanya sekedar peningkatan produksi namun menyesuaikan
dengan isu global yang lain misalnya bagaimana menyiapkan petani dalam bertani
untuk mengatasi persoalan perubahan iklim global dan perdagangan global. Petani
perlu dikenalkan dengan sarana produksi yang memiliki daya adaptasi tinggi terhadap
goncangan iklim, selain itu teknik bertani yang ramah lingkungan, hemat air
serta tahan terhadap cekaman suhu tinggi nampaknya akan menjadi tema penting
bagi penyuluhan pertanian masa depan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Tantangan apa
yang akan dihadapi pertanian di masa depan nanti?
2.
Tantangan apa
yang akan dihadapi penyuluh dalam menjawab pertanian di masa depan nanti?
3.
Bagaimana
kebijakan pemerintah dalam membangun pertanian yang sejahtera di masa depan ?
4.
Bagaiamana wujug
penyuluhan di masa depan?
C.
Tujuan
1.
Menegetahui dan
mampu menjawab tantangan dan peluang dalam pertanian di masa depan.
2.
Mengetahui
bagaimana seharusnya sikap penyuluh dalam mewujudkan pertanian masa depan yang
sejahtera.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tantangan
Penyuluhan Memasuki Abad 21
Masalah-masalah
penyuluhan pertanian yang dihadapi bangsa kita akan beragam sesuai dengan sudut
pandang dan dasar keilmuan yang ditekuni. Menemukan masalah-masalah penyuluhan
bukan sarana untuk mendebat bahkan menyalahkan orang lain, tetapi mencari
solusi demi perbaikan kegiatan penyuluhan di Indonesia.
1.
Jika ditinjau
dari kacamata Ilmu Penyuluhan Pembangunan maka menurut I Gd. Setiawan AP,
setidaknya kita akan menemukan beberapa permasalahan dalam penyuluhan
pertanian.
a. Penyuluh
melupakan tugas utama. Tugas utama penyuluhan adalah membantu petani di dalam
pengambilan keputusan dari berbagai alternatif pemecahan masalah. Tetapi
masalah penyuluhan sekarang adalah kegiatan penyuluhan lebih banyak pada proses
pelayanan bukan mendidik petani agar mampu mengambil keputusan sendiri.
Penyuluh terjebak pada paradigma lama yang hanya mengutamakan kegitan-kegiatan
pelayanan, yang seperti menjadi kata kunci dari penyuluhan itu sendiri, padahal
tugas seorang penyuluh jauh lebih dari itu yaitu penyuluhan merupakan proses pemberdayaan
masyarakat atau dalam istilah kerennya kita sebut sebagai Community Empowerment.
b.
Penyuluh
kurang membuat wadah untuk kepentingan petani. Di negara industri maju petani
dengan berbagai cara membuat wadah untuk memenuhi kepentingan bersama mereka.
Organisasi demikian memegang peranan penting dalam pembangunan pertanian di
negara industri maju. Di negara berkembang belum ada organisasi demikian, atau
kalaupun ada cenderung belum efektif. Adanya organisasi pertanian yang efektif
sama pentingnya dengan penerapan teknologi di banyak negara. Organisasi
penyuluhan memegang peranan penting dalam membimbing petani mengorganisasikan
diri secara efektif. Walaupun demikian diperlukan dukungan politik untuk dapat
berperan tanpa membahayakan jabatan mereka.
c.
Penyuluh
kurang mendidik petani. Agen
penyuluhan di banyak Negara
Eropa lebih merupakan seseorang yang menolong petani untuk memecahkan masalah
mereka. Agen penyuluhan sudah merasa puas jika
pertanian menjadi lebih efisien, dan kurang berminat untuk mengubah petani.
Tugas utama penyuluhan di banyak negara berkembang adalah menganjurkan
penggunaan teknologi modern, seperti pemakaian pupuk. Kenaikan hasil
merupakan tujuan utama di Negara-negara
berkembang karena cepatanya
angka pertumbuhan penduduk.
2.
Menurut Mardikanto (1998; 2000) mensinyalir beberapa kelemahan dalam kegiatan
penyuluhan pertanian yang menyangkut :
a.
Penggunaan
Istilah Penyuluhan
Perkembangan sejak pertengahan
1980-an, penggunaan istilah penyuluhan pertanian sering tidak menguntungkan
kegiatan penyuluhan pembangunan itu sendiri.
Hal ini disebabkan sering
digunakannya istilah “penyuluhan” yang berasal dari berbagai pihak, baik
berasal dari dalam penyuluhan pertanian itu sendiri maupun dari luar. Akibanya,
banyak kalangan sering terlalu menyederhanakan pengertian dan tujuan penyuluhan
(arti penyuluhan mengalami erosi nilai). Penyuluhan sering diartikan sebagai
kegiatan omong-omong tanpa makna, atau bahkan sekedar datang untuk minta tanda
tangan (bukti kehadirannya) guna memperoleh (menipu) biaya perjalanan.
Sejatinya penyuluhan harus dihayati sebagai kegiatan yang memerlukan kerja
keras, dan ketekunan yang melelahkan serta harus dibarengi dengan korban
perasaan untuk membantu masyarakat agar mampu membantu dirinya sendiri guna
memperbaiki kesejahteraan atau mutu hidupnya. Untuk itu, ditawarkan istilah
pengganti yang lebih segar, bergengsi dan menarik perhatian, yaitu “edfikasi
(edukasi, diseminasi inovasi, fasilitasi, koordinasi, supervisi, dan
evaluasi)”.
b.
Profesionalisme
Penyuluhan
Jika
ditelusuri, erosi nilai dalam penyuluhan dapat disebabkan oleh rendahnya
profesionalisme penyuluhan, yang menyangkut:
1)
Keahlian
penyuluh, dimana kecepatan informasi akibat globalisasi sering membuat penyuluh
ketinggalan informasi disbanding keahlian para praktisi atau penerima manfaat
penyuluhannya.
2)
Kebanggan
profesi penyuluhan, karena jabatan fungsional yang disandang para penyuluh
dinilai lebih rendah/kalah status dibanding jabatan struktural yang lebih
bergengsi.
3)
Etika profesi
penyuluhan, tidak lagi dihayati sebagai pekerjaan yang penuh pengabdian, karena
sudah teracuni oleh kebijakan pemerintah di masa lalu, contoh utamanya dalam
pelaksanaan program GEMA PALAGUNG yang memberikan intensif sebesar 1%
(dibayarkan dimuka) kepada penyuluh dari julah nilai usulan Kredit Usaha Tani
(KUT) yang direkomendasikan, tanpa harus menunggu efektivitas atau seberapa
jauh KUT tersebut benar-benar memberikan kenaikan produksi dan pendapatan
petaninya.
c.
Unsur-unsur
Sistem Penyuluhan Pertanian
Tantangan-tantangan
yang muncul dapat berupa :
1)
Penyuluh, yang
selama ini tidak dibayar (diangkat dan diberhentikan) oleh penerima manfaatnya.
Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugasnya tidak mengacu kepada kepentingan
masyarakat penerima manfaatnya. Selain itu, belum terbangunnya kebanggaan
profesi di kalangan penyuluh, serta rendahnya penghargaan masyarakat maupun
aparat pemerintah terhadap arti penting penyuluh dan kegiatan penyuluhan.
2)
Materi
penyuluhan, umumnya masih didominasi oleh materi teknis dan belum banyak memperhatikan
kebutuhan penerima manfaatnya, utamanya tentang manajemen, permintaan pasar,
kewirausahaan dan pentingnya pendidikan politik. Sumber informasi untuk materi
masih didominasi dari Dinas/Lembaga Penelitian, sementara itu, kearifan
tradisional belum banyak digali bahkan cenderung tidak dihargai.
3)
Metode
penyuluhan, secara teoritis, kegiatan penyuluhan hanya mengacu kepada
konsep-konsep pendidikan dan komunikasi, dan belum memanfaatkan konsep-konsep
psikologi sosial, serta pemasaran sosial.
4)
Pendekatan dan
strategi penyuluhan, banyak kebijakan pembangunan yang tidak menggunakan
pendekatan kesejahteraan masyarakat, tetapi lebih mengutamakan pendekatan
kekuasaan. Seiiring dengan itu, kegiatan penyuluhan lebih ditekankan pada
pendekatan proyek, contoh: NFCEP, NAEP, P4K,dll, yang tidak berbekas seiiring
dengan selesainya proyek.
5)
Efektivitas
penyuluhan, secara konseptual penyuluhan masih sangat konvensional dalam arti
terbatas menggunakan konsep pendidikan maupun konsep komunikasi.
3.
Khusus
yang berkaitan dengan proses adopsi inovasi, Vanclay (1992), mengidentifikasi
adanya 10 (sepuluh) hambatan atau barrier adopsi, yang meliputi:
a. Pemasaran/harga
produk. Kompleksitas, yang disamping mempersulit kermampuan petani untuk
memahami dan menerapkannya, seringkali juga berakibat pada meningkatnya resiko
(kegagalan) yang akan dideritanya.
b.
Divisibilitas, yang seringkali tidak dijumpai dalam
rekomendasi penyuluh yang lebih cenderung menawarkan “paket teknologi” yang
harus dilaksanakan secara serentak (simultan).
c.
Inkompatibilitas, yang sering tidak sesuai dengan
tujuan petani dan usahataninya.
d.
Nilai-ekonomis inovasi, yang tidak selalu dapat
memenuhi nilai-nilai non-ekonomi yang dikehendaki oleh petaninya.
e.
Resiko dan ketidak-pastian, yang tidak hanya disebabkan
oleh ketergantungan usahatani kepada kondisi alam dan lingkungannya yang
menetukan keberhasilan panennya, tetapi juga resiko dan ketidak-partian
f.
Konflik
informasi, karena petani menerima informasi dari beragam sumber yang belum
tentu sepakat terhadap kemanfaatan serta dapatnya diterapkan.
g.
Keharusan penggunaan modal dari luar, yang tidak selalu
dapat dipenuhi oleh petani sendiri, seperti: benih, pestisida, peralatan, dan
mesin-mesin pertanian.
h.
Biaya
intelektual, khususnya terhadap inovasi yang datang dari luar yang belum mampu
dipahami oleh petaninya, sehingga mereka harus mengeluarkan biaya-intelektual
sebelum dapat mengadopsinya.
i.
Hilangnya fleksibilitas, yang biasanya dimiliki oleh
petani tradi-sional, untuk menyesuaikan komoditi dan pola usahataninya dengan
keadaan iklim dan kondisi alam lain yang tidak menentu.
j.
Prasarana fisik dan sosial (kelembagaan) yang belum
tentu tersedia dengan mutu dan layanan sebaik yang diharapkan.
4. .......... Tantangan penyuluhan dalam memasuki era pertanian modern pada saat ini
adalah, bagaimana cara peyuluh mampu menjawab permasalahan dalam hal:
a. Pertanian
modern yang telah mengurangi keragaman spesies tanaman secara drastis akibat
penerapan sistem monokultur secara besar-besaran maupun dalam pencemaran
lingkungan. Hal ini bertentangan dengan konsep pertanian berkelanjutan, dimana
selain memeperhatikan pemenuhan kebutuhan manusia yang selalu menigkat dan
berubah, sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan
melestarikan sumber daya alam.
b. Ketahanan
pangan merupakan prasyarat utama bagi tercapainya ketahanan ekonomi maupun
ketahanan politik, ketahanan pagan yang paling mantap adalah melalui swasembada. Untuk itu perlunya
pengembangan sumberdaya manusia yang mempunyai jiwa kewiraswastaan yang tinggi
dan kemampuan teknis serta manajerial yang cukup.
c. Mewujudkan
produksi pertanian lokal mampu berasing dalam perdagangan bebas. Keunggulan
produk-produk pertanian negara-negara maju selama ini tidak lepas dari
tingginya proteksi dan subsidi negara-negara tersebut.
d. Cepatnya
aliran informasi yang dapat mengakibatkan petani lebih independen dengan
informasi yang didapat ketimbang dari penyuluh.
B. Revitalisasi
Penyuluhan Pertanian
1.
Rekayasa Ulang
.......... Qamar (2001)
mengingatkan bahwa memasuki millennium baru, diperlukan:
a. Client orientation, penyuluhan dirancang secara khusus
untuk setiap sasaran kelompok
b. Lokalitas,
penyuluhan memperhatikan kondisi fisik dan sosial budaya setempat yang
spesifik.
c. Penerapan
metode yang efektif, berdasarkan pengalaman setempat
d. Penggunaan
media elektronik yang semakin luas (radio, TV), multimedia (CD), internet, dll.
e. Pemanfaatan
modul jarak jauh, jika:
·
Terbatasnya penyuluh dan sarana transportasi
·
Bahasa merupakan hambatan dalam komunikasi langsung
·
Sumberdaya penyuluhan sangat menurun
·
Kondisi geografi tidak memungkinkan
·
Terdapat kendala budaya (tabu) dalam pelaksanaan
kunjungan.
f. Kerjasama
dengan kegiatan penyampaian pesan non-pertanian.
g. Pengembangan
penyuluhan partisipatif.
h. Keterpaduan
antar disiplin keilmuan.
i.
Penilaian dampak dan manfaat kegiatan penyuluhan.
j.
Penigkatan peran dalam pembangunan ( keluarga) yang berkelanjutan.
2. Pengembangan
Kelembagaan Penyuluhan
.......... Hobson, et
al (2001) mengemukakan pentingnya kelembagaan penyuluhan. Tentang hal ini,
Hoffman, et al (2000) melaporkan reformasi organisasi penyuluhan pertanian di
jerman yang dapat dijadikan pelajaran bagi negara-negara lain, dari
pengorganisasian seperti itu, dapat ditarik banyak pelajaran yaitu:
a. Perbaikan
mutu penyuluhan melalui peningkatan partisipasi kelompok sasaran.
b. Kejelasan
peran pemerintah, yang lebih banyak pada perumusan strategi penyuluhan
kaitannya dengan kegiatan pelatihan, program-program panduan, dll.
c. Penurunan
atas kelambanan lembaga-lembaga publik yang biasanya resisten terhadap
perubahan.
d. Menghindari
konflik antar aparat pemerintah.
e. Ancangan
pembiayaan untuk biaya pemerintah.
f. Keluwesan
untuk mengembangkan system penyuluhan.
3. Pendekatan
Penyuluhan
a. Pendekatan
pembelajaran untuk pembangunan pertanian berkelanjutan, yang bertumpu pada 3
konsep dasar, yaitu:
·
Kompetensi professional, melalui pengembangan
kemampuan praktisi dengan beragam teori, nilai-nilai dan kepercayaan tertentu.
·
Penggunaan teori-sistem dan filsafat ilmu dalam
kegiatan praktis.
·
Belajar kritis, melalui proses belajar bersama untuk
mengkritisi setiap alternatif perubahan yang ditawarkan.
b. Pendekatan
navigator (Boon dan Murray, 2001), yaitu suatu percepatan perubahan melalui
pengembangan SDM, pembelajaran berkelanjutan, dan pola piker baru untuk
membantu para produsen agar terus melakukan perubahan-perubahan.
C. Undang-undang
Sistem Penyuluhan Pertanian
................ Pada 15
November 2006, pemerintah menetapkan UU No.16 Tahun 2006 tentang system
penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan, yang mencakup:
1. Kebijakan penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
2. Kelembagaan
penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
3. Ketenagaan
penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
4. Penyelenggaraan
penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
5. Pembiayaan
penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
6. Pengawasan
dan pembinaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
................ Kehadiran
Undang-Undang tersebut, oleh banyak kalangan disambut antusias, khususnya oleh
para penyuluh pertanian karena setidak-tidaknya sudah ada landasan hukum yang
kuat, yang mengatur segala sesuatunya. Tetapi, jika dicermati, terdapat
beberapa hal yang layak dikritisi, yaitu:
a. Nomenklatur
yang digunakan
Penggunaan nama Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, Kehutanan, dapat menimbulkan kerancuan pemahaman dalam
masyarakat, yang sejak lama telah mengartikan pertanian dalam arti sempit
(pertanian tanaman pangan dan holtikultura) dan dalam arti luas (pertanian,
perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan).
b. Kebijakan
yang sentralistis
Meskipun kegiatan penyuluhan
pertanian sudah diserahkan kepada pemerintah Kabupaten/Kota jauh hari sebelum
reformasi, tetapi peran pemerintah nasional (pusat) dalam UU No. 16 Tahun 2006
masih sangat kuat.
c. Dominasi
penyuluhan oleh pemerintahan
Kegiatan penyuluhan pertanian selama
ini didominasi oleh pemerintah, seperti terlihat dalam pasal 28 (3) tentang
penetapan teknologi tertentu dan pasal 32 (5) tentang pembiayaan penyuluhan.
Disamping itu, rencana Departemen Pertanian untuk mengangkat tenaga penyuluh
sebanyak seorang/desa, semakin menunjukkan dominasi pemerintah.
d. Pengembangan
penyuluhan swasta dan swadaya
Meskipun dalam pasal 20, dinyatakan
bahwa tenaga penyuluh pertanian terdiri dari: penyuluh PNS, penyuluh swasta dan
penyuluh swadaya, tetapi tidak ada satu pasal/ayat yang menyebutkan upaya
pemerintah untuk mengembangkan kegiatan penyuluh swasta dan swadaya, yang
artinya tidak ada upaya pemerintah secara aktif dan sungguh-sungguh disini.
e. Kemandirian
penyuluhan oleh masyarakat
Selama penyuluh berasal dari luar,
selama itu pula penyuluh akan berpihak kepada kepentingan luar dibanding
kepentingan petaninya. Sebenarnya, masyarakat penerima manfaat mampu untuk
membiayai penyuluhnya sendiri, asal benar-benar diberi kesempatan dan
kepercayaan untuk melepaskan diri dari proyek-proyek pemerintah, swasta, dan
LSM.
f. Partisipasi
penyuluhan pertanian
Dominasi pemerintah terhadap penyuluhan
pertanian, tidak semua penyelenggara pemerintah memahami arti penting
penyuluhan untuk jangka pendek kaitannya dengan pencapaian target pembangunan,
maupun kepentingan jangka panjang kaitannya dengan investasi sumberdaya
manusia. Akibatnya, kegiatan penyuluhan sangat tergantung kepada pemahaman
masing-masing kepala pemerinthannya untuk menyediakan anggaran penyuluhan
pertanian.
g. Integritas
penyuluhan pembangunan
Pemerintah menyelenggarakan tidak
kurang dari 20 jenis penyuluhan pembangunan di Indonesia. Oleh sebab itu, perlu
perenungan yang sunguh-sungguh, apakah penyuluhan pertanian masih diperlukan,
ataukah hanya dikembangkan satu kegiatan penyuluhan pembangunan perdesaan
secara terintegritas dan holistik.
D. Penyuluhan
Pertanian Di Masa Depan
Dalam perspektif pemerintah, apapun
prioritas yang akan ditempuh, kegiatan penyuluhan pertanian akan tetap menjadi
kebijakan kunci untuk mempromosikan kegiatan pertanian berkelanjutan baik dalam
konteks ekologi maupun sosial ekonomi ditengah-tengah seistem pemerintahan yang
birokratis dan semakin terbatas kemampuannya untuk membiayai kegiatan-kegiatan
publik. Meskipun demikian, kegiatan penyuluhan pertanian akan banyak didukung
oleh kemajuan teknologi informasi.
Karena itu, di masa depan, kekuatan
dan perubahan penyuluhan pertanian akan selalu terkait dengan:
1. Iklim
ekonomi dan politik
Sejak krisis ekonomi dan politik
melanda beberapa Negara kahir abad 20, banyak negara tidak lagi mampu membiayai
kegiatan publik ditengah-tengah tuntutan demokrasi. Karena itu, kegiatan
penyuluhan pertanian dilaksanakan secara efisienuntuk dapat melayani kelompok
sasaran yang lebih luas.
2. Konteks
sosial di wilayah pedesaan
Di masa depan, masyarakat pedesaan
relatif berpendidikan, seyogyanya penyuluhan pertanian harus mampu menjawab
tantangan pertumbuhan penduduk, meningkatnya urbanisasi, perubahan
aturan/kebijakan, persyaratan pasar, serta kebutuhan masyarakat yang akan
beragam layanan seperti pelatihan, spesialisasi, pelatihan kompetensi dan
bentuk-bentuk organisasi (Moris, 1991). Sehubungan dengan itu, penyuluhan
pertanian harus meninggalkan monopoli pemerintah sebagai penyelenggara
penyuluhan.
3. Sistem
pengetahuan
Terjadinya perubahan politik yang
berdampak pada debirokratisasi, desentralisasi (pelimpahan kewenangan) dan
devolusi (penyerahan kewenangan) kepada masyarakat lokal, juga akan berimbas
pada pengembangan usahatani yang memiliki spesifikasi lokal. Pengakuan terhadap
spesifikasi lokal, harus dihadapi dengan pengakuan penyuluh terhadap kemampuan
petani, pengalaman petani, penelitian yang dilakukan petani, serta upaya-upaya
pengembangan yang dilakukan.
4. Teknologi
informasi
Kelompok sasaran yang memiliki
kemampuan memanfaatkan informasi/IT akan relatif lebih independen. Dengan
demikian, fungsi penyuluh tidak lagi “menyampaian pesan” melainkan lebih
bersifat fasilitatif dan konsultatif, dan karena itu akan menuntut jalianan
interaksi partisipatif yang semakin intensif dengan kelompok sasarannya.
.............. Adapun peran
penyuluh yang harus ditegakkan kembali dalam menjawab tantangan pertanian masa
depan adalah :
1.
Penyuluhan Pemasaran Hasil-hasil Pertanian
........ Kehadiran
penyuluhan pemasaran sebagai bagian integral dari pembangunan pertanian
sangatlah diperlukan urgensinya. Sebagaimana kita ketahui, sampai detik ini pun
pelaksanaan penyuluhan pertanian masih sangat jarang dilakukan. Hal ini tentu
beralasan, karena sistem penyuluhan yang dikembangkan di Indonesia haruslah
sejalan dengan rencana induk dari pembangunan pertanian, yakni dititikberatkan
kepada pencapaian peningkatan produksi. Dimana di setiap daerah terdapat
laporan peningkatan produksi telah berhasil, tetapi muncul pula masalah lain
yang menyatakan kesulitan pemasaran dari hasil-hasil produksi yang meledak
tersebut.
........ Penyuluhan
yang aka diberikan kepada petani tentu tidak hanya ditekankan pada penyuluhan
sektor produksi semata, tetapi juga penyuluhan untuk sektor pemasaran agar
petani memiliki penghayatan terhadap suasana pasar yang ada. Dengan penyuluhan
pemasaran yang manusiawi, maka keterlibatan para tengkulak atau pedagang
perantara yang umumnya sangat doyan mempermankan tingkat harga di petani,paling
tidak akan dapat dieliminasi. Hal semacam ini akan mempunyai engaruh cukup
besar terhadap kekuatan tawar-menawar para petani sendiri.
2.
Penyuluhan Pertanian Terpadu
........ Pada
mulanya, strategi pembangunan pertanian memakai pola pendekatan komoditi
(dimana semula tanaman pangan, terutama padi menjadi ‘leading comodity’), sejak mulai Pelita III hingga sekarang, menjadi
pendekatan usaha tani, yang berfokus pada penganekaragaman tanaman pertanian.
Konsekuensinya para petani produsen di pedesaan tidak diperkenankan hanya
menggantungkan diri pada usaha tani satu jenis komoditi saja. Tetapi para
petani pun harus diberikan kebebasan dalam memilih komoditi yang akan
diusahakannya. Akibatnya penyuluhan pertanian sebagai penunjang pembangunan
pertanian juga harus mengalami perubahan. Tetapi hingga sekarang penyuluhan
pertanian belum menunjukkan arah untuk pemenuhan kebutuhan petani kea rah itu,
penyuluhan pertanian terpadu belum berkembang.
........ Untuk itu
selain melibatkan BIMAS dan BPLPP perlu juga mengikutsertakan seluruh
Direktorat Jenderal yang ada di lingkungan Departemen Pertanian dalam
merencanakan program-program penyuluhan pertanian yang akan dilakukannya,
sehingga penyuluhan pertanian di negara kita sudah mampu menjadi terpadu dalam
konsep dan realita.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sehubungan dengan hal itu, paradigma
penyuluhan pertanian era agribisnis di masa depan semestinya memposisikan
petani sebagai fokus kegiatan pembangunan pertanian. Petani diperlakukan
sebagai pelaku utama atau subjek dan tidak lagi sebagai objek. Petani merupakan
manajer pada usaha taninya sendiri. Mereka harus dilihat sebagai manusia yang
memiliki potensi untuk mengambil keputusan dalam perencanaan, pengelolaan, dan
pengembangan usaha taninya bagi kesejahteraan keluarga, masyarakat. Mereka
selayaknya dipandang memiliki kemampuan yang memadai dalam menghadapi tantangan
keras di era persaingan bebas dan globalisasi serta mampu mengaplikasikan nilai
kelestarian pembangunan pertanian.
"Oleh karena itu, sosok petani
masa depan adalah usahawan pertanian yang profesional. Dengan begitu, maka
tugas penyuluh pertanian di masa depan semakin berat. Harus mengubah sifat
peasant menjadi farmer, mengubah pola pikir dari risk minimization menjadi
profit maximization. Perubahan ini tentu saja searah dengan perubahan
penyuluhan yang terjadi di Asia pada akhir-akhir ini," papar Prof Sunarru
(Humas UGM)
B.
Kritik dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Pengukuhan Prof. Sunarru: Privatisasi Penyuluhan terus Meningkat . http://www.ugm.ac.id. Diakses pada 16 April 2013
Azhari, Rafnel. 2011. Tantangan Masa Depan Penyuluhan. http://azharirafnel.blogspot.com. Diakses pada 16 April 2013
Ir. Entang Sastraatmadja. 1993. Penyuluhan Pertanian. Bandung:
Penerbit Alumni.
Maryanto,
Dony.2011. Perjalanan Penyuluhan
Pertanian dan Tantangan Kedepan.
http://www.stpp-bogor.ac.id. Diakses pada 16 April 2013
Prof.
DR. Ir. H. Soleh Solahuddin, M,Sc. 2009. Pertanian:
Harapan Masa Depan Bangsa.
Bogor: IPB Press
Soetrisno,
Loekman. 1998. Pertanian Pada Abad Ke 21.
Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Turindra,
Azis. 2010. Penyuluhan Pertanian di Masa
Depan. http://azisturindra.wordpress.com. Diakses pada 16 April 2013
Totok Mardikanto. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. UNS Prees.
Surakarta
trimakasih, .sangat membantu :)
BalasHapusmau nanya, tema makalah dan sub tema nya apa ya ?
BalasHapusSaya tidak bisa cukup berterima kasih kepada layanan pendanaan lemeridian dan membuat orang tahu betapa bersyukurnya saya atas semua bantuan yang telah Anda dan staf tim Anda berikan dan saya berharap untuk merekomendasikan teman dan keluarga jika mereka membutuhkan saran atau bantuan keuangan @ 1,9% Tarif untuk Pinjaman Bisnis. Hubungi Via:. lfdsloans@lemeridianfds.com / lfdsloans@outlook.com. WhatsApp ... + 19893943740. Terus bekerja dengan baik.
BalasHapusTerima kasih, Busarakham.